Antara Manusia dan Sang Pencipta

Abdillah M Marzuqi
10/7/2016 01:10
Antara Manusia dan Sang Pencipta
(MI/ABDILLAH M MARZUQI)

HANYA ada sedikit macam warna dalam kavas selebar 95 x 75 cm. Warna biru mendominasi semua bagian kanvas. Warna itu ditampilkan dalam berbagai versi. Ada kesan tegas dalam warna biru kuat. Di bagian lain, warna biru juga tampak, tapi yang tidak begitu mencolok mata. Di bagian lain pula, warna biru seolah tidak lagi bisa mempertahankan kebiruannya. Berbagai versi warna biru itu tampak semakin meneguhkan garis yang tegak berdiri di tengah kanvas. Warna biru beserta turunan­nya menjadi begitu serasi saat berimpit dengan warna ke­emasan dari garis tegak.

Hanya di bagian atas masih tersisa warna putih agak buram. Warna itu dibatasi garis yang tidak lurus, bahkan batasnya cenderung membias. Lukisan itu berjudul Alif Menyentuh Fajar Biru (2010) karya AD Pirous. Nuansa garis tegak lurus menyimbol alif juga tampak dalam karyanya dalam judul lain. Huruf pertama dalam abjad arab itu juga muncul dalam karya Alif Menuju Langit (2008). Meski berbeda warna, nuansa yang dibangun dan komposisi garis masih bisa ditemukan benang merahnya.

Bisa dipahami garis itu ialah simbol hubungan vertikal. Hubungan itu dimaknai sebagai antara manusia dan Sang Pencipta. Sebagian banyak di antara karya Pirous menegaskan tema tersebut. Meski demikian, garis pun bisa dimaknai yang membujur horizontal yang menyimbolkan hubungan antarmanusia. Semua berawal dari titik. Satu titik dengan titik yang lain ketika dihubungkan akan menjadi garis. Ketika menjadi garis, akan mempunyai kekuatan yang berbeda-beda. Garis horizontal punya ketenang­an. Ketika garis itu berdiri, garis itu mulai bergerak.

“Garis adalah permulaan dari segala bentuk. Garis itu adalah permulaan dari segalanya. Garis yang sama, “ tegas Pirous di sela pameran, Kamis (16/6) lalu. Karya itu tidak sendiri dalam pameran yang dihelat di Serambi Pirous, Bandung, dalam tajuk Melukis-Menulis. Pameran itu dihelat selama lebih dari sebulan, mulai 7 Juni sampai 3 Juli 2016. Bertepat­an dengan bulan Ramadan? Ya, memang pameran itu ditujukan untuk memuliakan bulan suci umat Islam.

Karya kaligrafi
Tak kurang dari 37 karya lukis Pirous turut berpajang. Semuanya merupakan karya kaligrafi yang dikemas dalam bentuk yang ala Pirous. Abdul Djalil Pirous, demikian nama lengkapnya, lahir di Meulaboh, Aceh, 11 Maret 1932. Pada 1955, ia belajar seni rupa di Universitas Indonesia cabang Bandung (kini ITB), lulus 1964, dan langsung menjadi pengajar di sana. Pada 1969, Pirous belajar seni barat dan grafis di Rochester Insti­tute of Technology New York, Amerika Serikat.

Dalam perbincangan seni lukis Tanah Air, Pirous dikenal sebagai pemuka dalam seni lukis kaligrafi. Melalui pameran itu, Pirous seolah semakin meneguhkan posisinya dalam kancah seni lukis Indonesia. Ia dikenal sebagai yang memberikan bentuk baru dan pencerah­an terhadap seni lukis kaligrafi. Bukan melulu persoalan khat, Pirous dalam bingkai kanvasnya mengayakan dari sekadar seni khat kaligrafi. Ada pesan yang bisa didapati dengan gamblang dengan merujuk pada judul lukisannya.

Bukan hanya itu, malahan kanvas Pirous seolah menyadarkan manusia beragama tentang jawaban dan telaah masalah sosial. Lukis kaligrafi bukan hanya melukis khat ayat suci, melainkan punya semacam pengingat baik bagi pelukis maupun penikmatnya. Semisal lukisan berjudul Berusahalah Baru Berdoa (2010), Hiduplah dengan Bijak (2015) dan Tiada yang Dapat Mengalahkanmu bila Kau Berlindung kepada-Nya (2013). Sangat sedikit karya lukis kaligrafi dalam karya-karya Pirous yang sulit dibaca secara eksplisit. Khat-khat kaligrafi, efek bongkahan, retakan, tekstur, warna yang terdapat di dalam lukisan membangun kesan estetik.

Selain itu, huruf-huruf bersusun itu ialah media komunikasi efektif sehingga aspek keterbacaan, kelugasan makna dan pesan, menjadi penting. Itulah mengapa dalam menikmati karya Pirous, tidak didapati kesulitan untuk memahaminya. Pada titik ini, setiap orang akan menerima pengalaman tersebut secara berbeda-beda. Barangkali penting mencermati lukisan-lukisan kaligrafi Pirous berangkat dari soal pengalaman spiritual.
Seperti lukisan kaligrafi yang diterapkan dalam bingkai kanvas berbeda. Setidaknya ada dua judul yang membingkai itu, yakni Pulanglah ke Syurgaku (2014) dan Kembalilah ke Haribaan Mu dengan Damai (2012). Meski memuat ayat yang sama, ketika penghayatan dan imanjinasi pelukis berbeda, itu akan melahirkan karya yang berbeda pula.(M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya