Berwisata Buku di Sydney

USMAN KANSONG
03/7/2016 01:50
Berwisata Buku di Sydney
(MI/USMAN KANSONG)

Better Read than Dead. Itu nama satu toko buku di Sydney, Australia. Bagi saya, nama itu terdengar unik, provokatif, dan ada rima di dalamnya. Itulah sebabnya ia menjadi toko buku pertama yang saya kunjungi di Sydney. “Adakah sejarah di balik nama toko buku itu?” tanya saya kepada kasir saat hendak membayar buku yang saya beli. “Itu diambil dari ungkapan better red than dead. Red maksudnya warna merah, komunis,” jawab kasir. “Itu cuma gurauan,” kata perempuan pirang berperawak­an jangkung itu buru-buru menambahkan. Kasir itu mungkin benar, tidak hendak bergurau. Ungkapan ‘better red than dead’ pernah populer ketika Perang Dingin antara Barat dan Komunis. Sekurang-kurangnya nama toko buku ‘Better Read dan Dead’ terinspirasi--mungkin juga plesetan--dari ungkapan ’better red than dead’.

Tiga yang direkomendasikan
Perjumpaan saya dengan Better Read than Dead berawal ketika menjelang berwisata ke Sydney saya membeli dan membaca buku Pocket Sydney terbitan Lonely Planet. Di bab shopping atau wisata belanja, saya mendapati sejumlah toko buku sebagai lokasi tujuan wisata di Sydney lengkap dengan alamat, peta lokasi, nomor telepon, laman, plus tempat perhentian bus dan kereta. Toko-toko buku itu ialah Gleebooks, Better Read than Dead, dan Gould’s Book Arcade. Saya tidak menjumpai toko-toko buku itu sebagai salah satu lokasi tujuan wisata dalam buku panduan wisata Sydney berbahasa Indonesia yang saya beli. Buku berjudul Wisata Hemat Australia: Sydney dan Blue Mountain itu hanya memasukkan lokasi wisata yang lazim dikunjungi, semisal Opera House, Blue Mountain, atau tempat shopping fashion, seperti Queen Victoria Building atau Paddy’s Market. Sebagai penyuka buku saya langsung mencatat ketiga toko buku dalam daftar lokasi yang wajib saya jelajahi dalam sepekan wisata saya ke Sydney. Dalam perjalanan menjelajahi ketiga toko buku, saya mampir di dua toko buku lain, yakni Elizabeth’s Bookshop dan Gleebooks yang menjual buku bekas. Rupanya ada dua Gleebooks. Satu menjual buku baru dan satu lagi buku bekas. Tak terlampau sulit menemukan Better Read than Dead yang beralamat di 265 King Street. Dari tempat saya menginap di Metro Hotel di pusat kota Sydney, saya menumpang bus nomor 422 dan berhenti di Newtown. Kita bisa juga menumpang bus bernomor lain yang melewati Newtown. Pun kita bisa menum­pang kereta dan turun di stasiun Newtown.

Better Read than Dead
Dari tempat perhentian bus, saya berjalan kaki mencari toko buku Better Read than Dead. Toko buku itu berupa ruko dua lantai. Ia menjual buku-buku baru. Koleksinya lumayan lengkap. Di lantai bawah terpampang buku-buku sejarah, politik, cultural studies, true crime, dan fiksi. Di lantai atas berjajar buku-buku hobi, seperti memasak, berkebun, dan fotografi. Karena buku-buku baru, harganya normal, mungkin terbilang mahal.
Saya membeli dua buku, yakni The Ice Child seharga AU$29,99 dan Inequality seharga AU$28,95. Ketika membayar itulah saya iseng bertanya kepada kasir ihwal asal muasal nama Better Read than Dead. Saya lantas beranjak menuju Gould’s Book Arcade yang terletak di 32 King Street. Itu artinya Gould’s Book berada satu jalan dengan Better Read than Dead. Namun, baru sekitar 50 meter melangkah di trotoar King Street yang lapang, saya menemukan Elizabeth’s Book dan menyinggahinya. Elizabeth’s Book khusus menjual buku bekas. Koleksinya sangat lengkap, mulai fiksi, sejarah, politik, militer, cerita kriminal, hobi, sampai buku-buku tentang homoseksualitas. Rare books alias buku-buku langka bisa kita jumpai di sini. Toko buku ini juga menerima bungkus kado untuk buku-buku yang akan dihadiahkan kepada orang-orang tercinta. Karena bekas, harga buku di Elizabeth’s Book relatif murah. Saya membeli buku Target of Communication seharga AU$19,95. Sekadar iseng, ketika membayar, saya bertanya kepada kasir untuk memastikan apakah toko buku ini hanya menjual buku bekas. “Ya, kami cuma menjual buku bekas,” kata kasir.

Bekas berkelas di Gould’s Book Arcade
Dari Elizabeth’s Book saya menumpang bus beberapa blok untuk sampai di Gould’s Book Arcade. Toko buku ini sangat luas, terdiri atas dua lantai. Ia menjual buku-buku bekas, majalah-majalah bekas, jurnal-jurnal lama, serta musik rekam­an dan video lawas. Koleksi bukunya jutaan. Ini surga bagi pemburu second hand books. Saya membeli dua buku, yakni Sosial Inequality seharga AU$9,90 dan Pluralism seharga AU$12,95. Dari Gould’s Book Arcade, saya kembali ke hotel. Setelah makan siang, saya melanjutkan perburuan buku ke Gleebooks. Dari hotel, saya ke menumpang trem di depan Central Station dan turun di Stasiun Gleeb. Gleebooks beralamat di 49 Gleeb Point Rd. Dari stasiun Gleeb, saya menem­puh jalan mendaki, melewati perumahan dengan deretan rumah mungil bertingkat dua, untuk mencapai Gleeb Point Road. Sesampai di Gleeb Point Road, saya mendapati bangunan atau rumah di sana bernomor besar, nomor 300-an, sementara Gleebooks bernomor 49.

Terkecoh Gleebooks
Saya berpikir untuk naik bus kota menuju Gleebooks. Saya pun mencari halte. Namun, sebelum mencapai halte, saya menemukan Gleebooks. Meski sangsi bahwa itulah toko buku yang saya maksud, saya menyinggahinya. Gleebooks yang saya jumpai ini kecil saja bentuknya, berupa ruko satu lantai, beralamat di 191 Gleeb Point Rd. Ia menjual buku-buku bekas. Koleksi di toko buku yang beroperasi sejak 1975 lumayan lengkap. Saya membeli tiga buku, yakni Media and Society seharga AU$10, Covering Violence seharga AU$15, dan Television seharga AU$14. Dari Gleebooks, saya bermaksud kembali ke hotel menumpang bus kota bernomor 371. Namun, ketika bus melaju beberapa ratus meter di Gleeb Point Rd, dari dalam bus mata saya tertumbuk pada toko buku bertuliskan Gleebooks. Inilah baru toko buku yang sesungguhnya saya tuju. Alamatnya memang di 49 Gleeb Point Td seperti yang tertera di buku Pocket Sydney. Saya akhirnya berhenti di halte berikutnya dan berjalan kaki menuju Gleebooks. Gleebooks berupa ruko dua lantai. Di bagian luar berjajar dua rak buku bekas, kebanyakan fiksi. Di bagian dalam dijual buku-buku baru. Rak buku di bagian dalam terbilang tinggi sehingga bila kita hendak mengambil buku di bagian atas rak, kita harus menggunakan tangga yang memang tersedia di sana. Di lantai bawah terpajang buku fiksi, politik, sejarah, sains, agama, dan filsafat. Di Lantai bawah terpampang buku-buku hobi. Lantai atas sering dipakai untuk diskusi atau peluncuran buku. Ketika saya menengok lantai atas sedang berlangsung persiapan diskusi buku. Saya tidak membeli buku di sini. Dari Gleebooks saya kembali ke hotel menumpang bus bernomor 371. Di dalam bus saya membayangkan toko buku, misalnya, pusat buku bekas di Blok M Square di Jakarta atau pasar buku Shopping di Yogyakarta, tercantum dalam buku panduan sebagai lokasi tujuan wisata. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya