Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
GATHOTKACA gamang. Ia merasa belum saatnya mengemban amanah sebagai komandan Bhayangkara Negara Amarta. Bukan karena persoalan kapabilitas dan integritas, melainkan masih ada senior-seniornya yang ia hormati dan ia nilai lebih pantas menduduki jabatan tersebut. Dalam tradisi Korps Bhayangkara Amarta, senior dan junior memang masih menjadi bagian pertimbangan dalam penentuan seorang pemimpin.
Jauh hari, ketika sowan ke bapaknya, Werkudara, di Kesatrian Jodipati, Gathotkaca matur (bicara) soal itu. Ia memohon untuk tidak dicalonkan menjadi pemimpin Bhayangkara. Gathotkaca masih ingin tetap menjadi bawahan karena tahu diri bahwa dirinya masih junior.
Werkudara pun telah menyampaikan keengganan putranya untuk tidak dicalonkan sebagai komandan Bhayangkara kepada Raja Amarta Puntadewa. Akan tetapi, Puntadewa telah menjatuhkan pilihan. Dengan hak prerogatifnya, sulung Pandawa itu mengangkat Gathotkaca sebagai komandan Bhayangkara.
Tentu, keputusan itu didasarkan atas berbagai pertimbangan. Paling tidak, secara politis, ini pilihan yang paling minim resistensinya. Pilihan itu juga direstui paranpara Pandawa, Sri Bethara Kresna.
Berdasarkan jejak prestasinya, Gathotkaca memang cukup mumpuni untuk memimpin Korps Bhayangkara. Tidak diragukan. Selain memiliki kesaktian yang andal dan banyak jasa, kesatria trah Pringgondani itu berkepribadian jujur, teguh, dan seorang patriot tulen.
Memenuhi kualifikasi
Semasa kecil Gathotkaca bernama Tetuka. Ia anak Werkudara yang lahir dari rahim Arimbi, putri Raja Pringgondani Prabu Tremboko. Tetuka memiliki dua bersaudara lain ibu, yakni Antareja dan Antasena.
Berdasarkan riwayat hidupnya, sejak lahir hingga dewasa, Gathotkaca melakoni berbagai peristiwa wingit. Misalnya, kala bayi tali pusarnya hanya bisa dipotong dengan pusaka kadewatan berupa warangka (sarung) kuntawijayadanu. Ajaibnya, setelah pusar pagas, warangka menyatu dalam raganya. Ini pertanda awal bahwa sang jabang bayi bakal menjadi orang yang nggegirisi (hebat).
Lalu, ketika masih jabang itu, Tetuka menjadi jagonya dewa. Ia mendapat mandat membersihkan terorisme yang merebak di Kahyangan Jonggring Saloka. Gembong terorisnya ialah Raja Gilingwesi Prabu Kala Pracona yang diembani patihnya, Ditya Kala Sakipu. Pracona beserta bala tentara berduwak (yaksa) meneror Kahyangan karena ambisinya memperistri Bethari Prabasini ditolak dewa. Bahkan, karena itu pula, Pracona malah ingin menguasai Kahyangan.
Pada momen itulah Tetuka kembali mengalami proses gaib. Ia menjalani ‘pendewasaan’ di Kawah Candradimuka. Ia lulus dan lahir sebagai kesatria muda nan perkasa yang memiliki kedigdayaan linuwih. Raja Kahyangan Bethara Manikmaya kemudian memberi nama Gathotkaca.
Dengan segenap kemampuannya, Gathotkaca bekerja keras memberantas terorisme di Kahyangan. Ia akhirnya mampu mengembalikan ketenteraman Kahyangan dengan membinasakan Pracona dan para anak buahnya.
Atas keberhasilannya, Gathotkaca mendapat sejumlah anugerah dari dewa di antaranya berupa Kutang Antakusuma dan Caping Basunanda. Dengan dua ajian itu, Gathotkaca bisa terbang hingga lapisan tertinggi atmosfer serta tidak bisa kehujanan dan atau kepanasan.
Dalam perjalanan hidupnya, Gathotkaca tidak henti bergeladi perang dan menimba ilmu demi melengkapi kesaktiannya. Ia juga dikisahkan berguru kepada Resi Seta dan kemudian mendapatkan Aji Narantaka. Kesaktiannya, bila digunakan mampu menghancurkan gunung dan membuat laut kering.
Menurut seni pedalangan, masih banyak kesaktian dan ajian yang menyatu dalam jiwa dan raga sang Gathotkaca berkat kegenturannya mesu budi. Misalnya, ajian Esmu Gunting. Ini ajian yang berupa, keterampilan membunuh musuh dengan cara memutus leher.
Gathotkaca juga memiliki ajian Brajamusti dan Brajadenta. Kedua ajian itu asalnya ialah pamannya sendiri dari pihak ibu. Setelah gugur, ‘roh’ Brajamusti dan Brajadenda menyatu dalam kedua telapak tangan Gathotkaca. Kesaktiannya, apa pun yang kena tempeleng dan bogem mentahnya bakal hancur lebur.
Dalam perspektif kepahlawanan, banyaknya ajian yang tersemat dalam jiwa raganya itu seperti bintang jasa atas bukti kapabilitas, pengabdian, dan keberhasilan mengemban tugas. Pada bagian lain, Gathotkaca juga menggambarkan sebagai kesatria tanpa cacat.
Dengan kualifikasi yang dinilai lebih daripada cukup itu, Gathotkaca akan mampu memimpin Korps Bhayangkara. Baik secara internal--yang terdiri dari putra-putra Pandawa--maupun eksternal, menegakkan hukum dan mengawal keamanan Amarta.
Representasi rakyat
Namun, dari lubuk hati yang paling dalam, Gathotkaca masih tetap merasa belum sreg. Menurut hematnya, ada dua seniornya yang layak menjadi pemimpin Bhayangkara. Mereka ialah Pancawala, putra tunggal Puntadewa, dan kakak kandung Gathotkaca sendiri, Antareja.
Dalam kegamangan itu, tiba-tiba muncul kehendak hati Gathotkaca untuk sowan kepada Semar di Dusun Klampisireng. Ia ingin meminta nasihat dari sang pamong Pandawa itu. Apa yang mesti ia lakukan terkait dengan tugas negara yang tidak bisa ia hindari tersebut.
Gathotkaca memandang Semar sebagai representasi rakyat. Kemudian, dari perspektif spiritual, Semar merupakan dewa mangejawantah. Jadi, apa yang dikatakan Semar menjadi ‘wasiat’ yang akan menjadi pegangan.
Pada suatu hari, ketika Gathotkaca benar-benar sowan ke Klampisireng. Di ruang tengah rumah, sang tuan rumah memberikan wejangan, seperti yang dikehendaki tamunya yang sesungguhnya momongannya sendiri itu.
Semar menasihati Gathotkaca untuk tidak ragu mengemban tugas baru sebagai komandan Bhayangkara karena sesungguhnya ‘Wahyu Bhayangkara’ telah menyatu dalam jiwanya. Tugas kesatria hanya melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, tulus, ikhlas, lurus, teguh, dan jujur. Bila demikian adanya, rakyat otomatis akan berada di belakangnya.
Pascadari Klampisireng, Gathotkaca merasa mantab. Kepemimpinannya memang sempat mendapat cobaan dari seniornya. Antareja sempat mbalela. Namun, Antareja segera eling bahwa pengabdian kepada bangsa dan negara tidak mesti harus menjadi komandan.
Dikisahkan, Gathotkaca terbukti mampu melaksanakan tugasnya sebagai komandan Bhayangkara dengan baik. Ia menjadi contoh pemimpin dan patriot sejati yang menjunjung tinggi sesanti sepi ing pamrih rame ing gawe. (M-4)
sarwono@mediaindonesia.com
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved