JAM sudah menunjukkan pukul 12.00 WIB. Terik matahari yang sedang panas-panasnya membuat sebagian orang urung bepergian ke luar rumah. Namun tidak dengan Irawati Diah Astuti. Ia malah bersemangat mengajak putrinya, Nadira Puri Arundati, pergi ke stasiun kereta dekat rumahnya. Seperti tak memperhatikan kondisi panas menyengat, Nadira sigap mengikuti langkah sang ibu bersiap dan pergi ke stasiun.
Tujuan mereka ialah Stasiun Kota. Begitu sampai, Ira menawarkan untuk melanjutkan perjalanan ke stasiun lain, pilihannya Bogor dan Kampus Universitas Indonesia (UI). Karena jatuh cinta dengan almamater sang ibu, Nadira pun memilih untuk mengunjungi kampus kuning tersebut. Ia melihat kandang rusa dan berkeliling dengan bus kuning sembari mendengarkan sang ibu yang bercerita tentang kampusnya itu.
"Liburan bertepatan dengan puasa, pasti bingung kalau mau ajak pergi-pergi. Kalau ke pusat perbelanjaan, ya, cuma liat-liat kalau capek enggak bisa duduk di tempat makan. Biar perjalanan enggak garing ya saya ajak anak naik kereta commuter line, sudah lama juga Nadiri ingin naik kereta," ujar Irawati sembari tertawa di Jakarta, Kamis(2/7).
Pergi siang hari menjadi siasat dirinya agar terhindar dari kepadatan penumpang dan kembali menjelang waktu berbuka. Ira ingin mengenalkan transportasi umum kepada anak. Bepergian keliling kota dengan transportasi umum juga menjadi cara dirinya untuk menjaga ibadah puasa sang anak. Jika diam saja di rumah, Nadira akan menghitung waktu berbuka dalam rentang waktu 30 menit. Di hari kedua mereka kembali menjajal perjalanan dengan tujuan stasiun Bogor. Tak hanya berdua, Ira turut mengajak keponakan dan sang mama.
Hanya, pemandangan perjalanan ke Stasiun Kota dan Bogor sangatlah berbeda. Meskipun begitu, Nadira tetap asyik dan antusias memandang jendela, melihat-lihat tempat sepanjang perjalanan. "Kalau ke stasiun kota, kita ada di atas, gedung-gedungnya ada di bawah. Waktu ke Stasiun Bogor, Nadira cuma beli roti unyil, padahal mau jalan-jalan," tukas bocah perempuan kelas 1 SD itu.
Lebih tingkatkan agama Jika Nadira pergi berkeliling kota, berkenalan dengan transportasi umum, Erlangga Noor Rizqi, 8, dan Keisya Shabrina Azzahra, 9, menikmati waktu berlibur dengan kegiatan keagamaan. Saat siang hari, Erlangga yang sedang berlibur dari rutinitas sekolah menghabiskan waktu di rumah, membaca buku, hingga membuat kreasi kendaraan bus dari beragam bahan seperti kardus dan kertas. Bermain sepeda juga menjadi salah satu kegiatan dirinya menikmati waktu libur sembari menunggu berbuka puasa.
Anggraini Wulandari, 35, selalu mengusahakan untuk pulang kantor lebih awal agar dapat berbuka dengan putranya yang dilanjutkan dengan salat Tarawih di masjid dan membaca Alquran bersama. Tak hanya itu, setiap Jumat sore, Anggraini selalu memantau media sosial, berharap ada kegiatan asyik dan berilmu yang bisa ia dan Erlangga ikuti. Seperti minggu lalu, ia mengikuti acara Obrolin Buku Yuk (OBY), kegiatan yang berkaitan dengan buku memang sangat disukai Anggra dan Erlangga.
"Saya selalu usahakan mencari kegiatan yang memiliki pesan dan positif, terlebih lagi ini bulan Ramadan, saya upayakan untuk belajar ilmu agama bareng Erlangga karena sudah harus dipupuk sejak kecil. Enggak berani ikutin ke acara pesantren kilat karena belum tahu penyelenggaranya," tukas Anggra saat ditemui di Korean Culture dan sedang memilah buku untuk putranya.
Sementara itu, Keisya Shabrina Azzahra selalu bersemangat menjelang Ramadan. Ia senang sekali karena kegiatan Akademi Ramadan di perumahannya akan segera berlangsung. Seperti akademi pada umumnya, mereka ditempatkan dalam satu rumah warga yang telah disepakati, belajar salat Tarawih berjemaah, dan diberi materi tematik dengan cara yang menyenangkan. Layaknya ceramah pada salat Tarawih, materi tersebut juga ditujukan sebagai pengganti ceramah dengan cara yang disukai anak-anak.
Ita Puspitasari, 33, ibu Keisya, pernah menjadi ketua panitia acara Akademi Ramadan. Ketika itu, ia dan panitia lain menetapkan tema pejuang Islam sebagai bahasan materi. Anak-anak diajak mengenal nama dan karakter para pejuang Islam, contohnya Salman Al Farisi. Mereka kemudian diminta berkreasi yang berkaitan dengan pejuang tersebut, yaitu membuat benteng sebagai prakarya. Akademi yang berlangsung selama dua minggu itu hanya dilakukan selama 2 jam dimulai pukul 18.30.
"Cepetan dong mami kita pulang, mau ikut akademi," tutur Ita menirukan protes Keisya lantaran liburan di Bandung dianggap memangkas waktunya berkegiatan akademi.
Seusai akademi, anak-anak diberi hadiah berupa makanan ataupun alat tulis. Setelah kegiatan selama dua minggu, peserta akan diwisuda dengan pemberian sertifikat. "Meskipun teman-temannya tidak ikut, Keisya tetap rajin datang. Saya hanya mengenalkan, selebihnya Keisya yang memilih untuk ikut kegiatan tersebut. Ingin Keisya lebih dalam lagi mengetahui agama Islam, kemarin ini pulang bawa prakarya kartu ucapan Lebaran," ungkap Ita. Pendidikan karakter Jalin kedekatan menjadi alasan lain Anggraini mengajak serta sang anak dalam berbagai kegiatan yang sesuai dengan usianya. Ia ingin bisa menikmati waktu yang tersisa dari bekerja untuk lebih dekat dengan Erlangga sehingga Anggra mengetahui secara persis karakter putranya yang gemar berlatih basket. Sementara itu, untuk hobi membaca, Anggra kerap mencarikan buku-buku yang didominasi gambar, kemudian mengajak diskusi putranya tersebut. "Persiapkan dia untuk mandiri, dengan mengajarkan berbagai hal positif dan tetap menjalin kedekatan," ujar Anggra.
Menikmati perjalanan di kereta dimanfaatkan Ira untuk mengajak anaknya belajar berhitung. Nadhira kerap menanyakan kapan sampai tujuan, Ira pun memberi tahu bagan stasiun yang terdapat di dinding kereta. "Ya, kasih tahu sekarang sedang di stasiun mana, kita akan turun di stasiun apa, dan di antaranya ada stasiun apa saja. Nanti Nadhira akan menghitung berapa stasiun lagi yang dilewatkan, terus begitu hingga sampai," kekeh Ira.
Sementara itu, Ita merasakan ada pendidikan karakter yang didapat dari kegiatan Akademi Ramadan, yang tidak didapat di sekolah formal. Pelajaran berwirausaha diajarkan kepada anak-anak di wilayah perumahannya. Pada acara Bisnis ala Rasulullah, misalnya, anak-anak membuat beragam prakarya seperti aksesori gelang. Prakarya tersebut akan dijual pada bazar yang diselenggarakan pihak yayasan masjid sehingga anak mendapat pelajaran bagaimana menciptakan kreasi agar bisa menghasilkan pendapatan. (M-4)