Takjil

Riko Alfonso Staf Bahasa Media Indonesia
05/7/2015 00:00
Takjil
(Antara/Hafidz Novalsyah)
KEDATANGAN Ramadan setiap tahunnya selalu mendapat sambutan luar biasa dari kaum muslim di dunia, termasuk di Nusantara. Berbagai cara dilakukan kaum muslim untuk menunjukkan sukacita mereka dalam menyambut dan mengisi kegiatan di bulan suci itu. Dari salat tarawih berjemaah di masjid, membaca dan mengkhatamkan Alquran, bersedekah, memberikan makanan untuk berbuka, hingga mengadakan perlombaan hafi z cilik kerap dilakukan kaum muslim untuk memeriahkansuasana beribadah di bulan ini.

Selain berbagai kegiatan tersebut, saat menjalani puasa Ramadan, salah satu hal yang paling disukai kaum muslim Nusantara ialah suasana ketika berbuka puasa. Di waktu itulah kebersamaan di antara sesama kaum muslim begitu terasa hangat.

Selain kehangatan dan kebersamaan itu, tentu saja daya tarik acara buka puasa bersama itu ialah berbagai makanan dan minuman yang disuguhkan. Berbagai makanan dan minuman beraneka rasa tersaji untuk melepaskan rasa lapar dan dahaga kaum muslim yang berpuasa. Kaum muslim Indonesia sering mengistilahkan makanan untuk berbuka puasa itu dengan sebutan takjil.

Karena kuatnya magnet acara berbuka puasa pada masyarakat muslim, banyak pula perusahaan, hotel, atau pusat perbelanjaan yang menggunakan momen itu sebagai upaya menarik masyarakat untuk meramaikan acara yang mereka adakan. Tak lupa pula mereka menjanjikan pembagian 'takjil gratis' agar masyarakat lebih bersemangat mengikuti acara tersebut.

Saya pernah melihat di sebuah koran Ibu Kota, terdapat iklan tentang acara yang diadakan sebuah pusat perbelanjaan modern untuk memeriahkan Ramadan ini. Di iklan tersebut, selain menjanjikan kemeriahan dari artis-artis Ibu Kota, pusat perbelanjaan itu menjanjikan 'takjil gratis' untuk 40 ribu pengunjung pertama. Luar biasa. Itu tentu bisa menarik banyak orang untuk mengunjungi acara tersebut.

Namun, saya tidak akan mengomentari lebih jauh fenomena kebersamaan di waktu berbuka puasa itu. Saya hanya tergelitik dengan kata takjil yang sering disebutkan masyarakat luas sebagai istilah untuk makanan dan minum an untuk berbuka puasa.

Menurut bahasa asalnya, Arab, asal kata takjil ialah 'ajjala- yu'ajjilu-ta'jilan yang berarti 'menyegerakan' atau 'cepat-cepat'. Jadi, dalam konteks puasa Ramadan, takjil memiliki arti usaha menyegerakan berbuka puasa, tidak menunda-nunda jika sudah waktunya berbuka. Menyegerakan berbuka juga termasuk yang disunahkan Nabi SAW.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata takjil juga diartikan sebagai 'mempercepat (dalam berbuka puasa)'.

Nah, dengan merujuk bahasa asalnya, yakni bahasa Arab, dan KBBI, kita bisa melihat ternyata pemahaman masyarakat akan kata takjil selama ini salah kaprah. Takjil itu ternyata bukanlah kata benda yang bermakna makanan dan minuman untuk berbuka. Takjil itu kata kerja (verba), yakni 'bersegera dalam berbuka puasa'. Karena itu, jika ingin merujuk makanan untuk berbuka puasa, tentu lebih elok kita menggunakan istilah makanan-minuman takjil atau kudapan takjil.

Jadi, jangan lagi ditulis atau diucapkan, misalnya, 'takjil gratis untuk 40 ribu pengunjung pertama', tetapi 'gratis makanan takjil untuk 40 ribu pengunjung pertama'.







Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya