Tarian Lembut yang Menjaga Daya

Fario Untung Tanu
19/6/2016 07:01
Tarian Lembut yang Menjaga Daya
(MI/Arya Manggala)

Meski tampak lambat dan lembut, tari Jawa cukup efektif untuk membantu menjaga fisik dan daya ingat, termasuk bagi mereka para senior.

KELAS kebugaran dengan gerakan dan alat ala sirkus ialah salah satu yang dikenal dari Balance Studio di Kemang, Jakarta. Selain aerial yoga, ada pula kelas dengan hula hoop yang digantung dari langit-langit. Tidak mengherankan kelas-kelas ini cukup banyak digemari para perempuan muda Ibu Kota. Namun pada Minggu (12/6), studio tersebut juga didatangi perempuan-perempuan paruh baya. Selain mengenakan jarik (kain batik), mereka juga mengenakan selendang batik.

Nyatanya di antara kelas-kelas yoga maupun seni sirkus, studio itu juga membuka kelas tari Jawa. Kelas ini dimasukkan kelompok kelas kardio bersama dengan zumba. Tidak berapa lama alunan musik Jawa yang lembut terdengar di salah satu ruangan. Sekitar delapan perempuan berjarik itu kemudian segera membentuk formasi dan menghadap kaca.

Dengan luwes kemudian mereka mengikuti arahan seorang guru berkaus kuning. Lutut sedikit menekuk dan badan sedikit condong ke depan meski punggung tetap lurus. Sementara itu, telapak tangan menekuk lentik.

Gerakan-gerakan itu pula yang tampak serius dilakukan Dyah Puspita. "Saya terakhir menari itu mungkin waktu masih sekolah. Tapi karena memang dari dulu suka tari, jadi saya memutuskan untuk mencoba lagi masuk sanggar Tari Jawa sekarang ini," tutur perempuan berusia 52 tahun itu kepada Media Indonesia.

Meski ia sudah punya pengalaman menari, menekuni dunia itu lagi di usia yang tidak lagi muda mendatangkan tantangan tersendiri. Pasalnya, meski tampak lambat dan lembut, tari Jawa juga membutuhkan ketahanan fisik dan daya ingat.

Dalam satu lagu Jawa yang berdurasi 10-15 menit ada ratusan gerakan yang harus diingat. Tempo lagu yang lambat membuat perpindahan gerakan-gerakan itu juga lambat.

Ini tidak ringan karena tubuh harus bertahan di posisi yang sama cukup lama, terlebih kebanyakan posisi itu dilakukan dengan lutut dan tubuh atas yang agak menekuk. Karena itu, otot-otot kaki, paha, hingga pinggang pun otomatis akan terlatih.

Tantangan dari tari Jawa juga dirasakan Laksmi Savitri. Bahkan perempuan berusia 53 tahun ini menilai tari Jawa lebih sulit daripada tari Bali. "Saya dulu lama di tari Bali. Namun, tari Jawa itu jauh lebih sulit karena gerakannya lambat, tingkat gerakan dengan detail yang tinggi dan banyak jenis gerakan," jelas perempuan yang sudah lama menekuni tari itu.

Tuntutan detail dalam tari Jawa bahkan bukan hanya pada gerakan tubuh utama, melainkan juga hingga lentiknya posisi tangan, entakan kaki, gerakan kepala, hingga permainan kain.

"Semuanya penting," tambah Laksmi.

Salah satu pakem tari Jawa yang menurut Laksmi tersulit ialah lagu Serimpi Gandakusuma. Dalam lagu berdurasi sekitar 17 menit, Laksmi bersama teman-teman itu harus menghafalkan ratusan gaya, setiap gaya mengharuskan seluruh bagian tubuh berubah. "Memang yang Serimpi ini paling sulit. Karena dari 20 murid, hanya 8 murid yang sudah bisa ke tingkat level ini," sambungnya. Formasi tari Serimpi Gandakusuma membutuhkan empat perempuan. Keempat perempuan itu melambangkan unsur dunia, yaitu grama (api), angin (udara), toya (air), dan bumi (tanah).

Keempat penari itu juga harus bergerak dengan kompak sejiwa agar tarian menjadi indah. Hal inilah yang membuat tarian itu kian menantang.

Sambil menari, tiap orang juga harus memperhatikan gerakan rekan-rekannya. Dari sini pula, para perempuan ini merasakan benar manfaat tari Jawa untuk menjaga daya ingat mereka.

Pementasan

Kelas tari jawa di Balance Studio ini sesungguhnya bentuk kegiatan dari komunitas Sanggar Tari Sekar Tanjung. Komunitas ini beranggotakan sekitar 30 anggota dengan pelatih Rury Avianti.

Selama delapan bulan berdiri, mereka bukan sekadar berlatih, melainkan juga menjalani ujian dan pementasan. "Di sini layaknya sekolah. Setiap penari nanti akan mengikuti ujian, mendapat penilaian untuk mengetahui jika penari itu lulus atau tidak ke jenjang selanjutnya," ungkap Rury.

Wanita 39 tahun itu menjelaskan ada beberapa hal yang diujikan kepada setiap penari. Di antaranya irama, keluwesan, serta penghafalan dari setiap penari untuk satu lagu yang nantinya akan diujikan. Untuk penilaian pun, Rury menggunakan penilai dari luar sanggar.

"Untuk penilaian ujian itu kita lakukan setiap enam sampai tujuh bulan. Dan pengujinya juga bukan saya, dari penari profesional," jelas Rury.

Oleh karena itu, Rury membedakan penempatan kelas berdasarkan perkembangan seorang penari. Hal tersebut juga dilakukan untuk menentukan penempatan penari dalam pementasan.

"Karena selain penilaian setiap periode, kita juga sering ada undangan pementasan. Karena kalau pementasan itu tidak mungkin pemilihannya di-random, tapi harus sesuai kelasnya," sambungnya. Meski mereka menghadapi ujian dan pementasan, suasana guyub dan akrab tetap terasa di komunitas ini. Bersama, mereka menikmati tari Jawa sekaligus beragam manfaatnya bagi fisik dan daya ingat. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya