Menebar Kepedasan masakan Indonesia Australia

Emir Chairullah Laporan dari Brisbane
12/6/2016 00:50
Menebar Kepedasan masakan Indonesia Australia
(DOK MY KITCHEN)

MASAKAN Indonesia semakin mendunia berkat duo bersaudara Tasia Seger, 24, dan Gracia Seger, 26. Kedua perempuan yang menetap di Melbourne, Australia, itu berhasil menjuarai kontes masak My Kitchen Rules musim ketujuh yang dipandu chef Manu Feidel dan Pete Evans yang ditayangkan di stasiun televisi 7 Network. Melalui menu masakan pedasnya, kedua anak muda berdarah Indonesia itu berhasil mengalahkan pasangan Carmine dan Lauren dari Adelaide. Bahkan tiga dari enam juri, termasuk Manu dan Pete, memberikan angka sempurna 10 untuk berbagai masakan yang disajikan keduanya.

Kontes MKR merupakan salah satu program televisi populer di Australia dan pada grand final lalu, acara tersebut diperkirakan ditonton sekitar 2 juta pemirsa. Salah seorang juri, Colin Fassnidge yang terkenal sangat kritis, bahkan menyatakan kekagumannya pada saus lezat racikan Tasia dan Gracia. “Kalian tidak perlu memenangi hadiah A$250 ribu untuk membuka pabrik saus. Kalian bakal kebanjiran pesanan, saya pasti akan membeli saus kalian,” kata Colin saat memberi nilai kepada keduanya di acara grand final tersebut.

Sementara itu, untuk menu masakannya, keduanya dianggap mampu meracik hidangan yang unik dengan bumbu yang sederhana seperti iga atau tulang rusuk ayam dengan saus kecap manis dan cabai. “Kalian sangat pintar menggunakan bumbu-bumbu dan rasanya seimbang, manis, agak asam, dan sedikit pedas,” kata juri Liz Egan. Simak, ya, kisahnya!

Gimana rasanya bisa menang kontes masak ini?
Kami merasa ini merupakan prestasi paling hebat yang pernah kami dapat. Yang membuat istimewa, kita melakukannya bersama.

Apa nih agenda kalian sesudah menang?
Hadiah yang kami dapat, uang tunai A$250 ribu (Rp2,5 miliar), akan digunakan untuk membuka bisnis kuliner dengan memproduksi saus pedas andalan kami. Kami berencana membuka bisnis masakan Indonesia, terutama berbagai jenis saus aneka rasa.

Ceritakan dong proses meraih gelar juara ini?
Sebelum babak fi nal, kami mencetak angka tertinggi sepanjang sejarah acara ini, yaitu 85 dari nilai sempurna 100. Sementara itu, di grand fi nal, angka yang diraih 57 dari nilai sempurna 60 dengan tantangan lima jenis masakan. Kami memasak kerang yang dihidangkan di atas daun sirih, ayam goreng cabai kecap, sambal balado udang telur puyuh, bebek krispi sambal hijau, dan hidangan penutup es krim pandan.

Ceritakan dong diri kalian sebelum ikut kontes ini?
Kami sebelumnya bekerja paruh waktu pascamenyelesaikan pendidikan tinggi. Ayah kami geolog sehingga kami punya hobi travelling. Kami besar di tiga negara, Indonesia, India, dan Australia. Oh ya, walau kakak beradik, kami bersaing satu sama lain.

Apa sih kepuasan terbesar buat kalian dengan kemenangan ini?
Kami berhasil membuktikan masakan pedas yang selama ini ditakuti orang ‘bule’, ternyata bisa berkompetisi di level internasional.

Ceritakan juga dong, perjuangan kalian untuk mengikuti kontes ini?
Kami mendaftarkan diri untuk ikut kontes masak ini sejak tahun lalu. Kami memang senang masak di rumah. Apalagi tahun lalu merupakan waktu yang tepat untuk ikut acara ini karena kami baru lulus dari kuliah master di The University of Melbourne pada Maret 2015 ini.

Menu andalan kalian?
Awalnya kami mencoba menyajikan menu masakan Indonesia yang dimodifi kasi bergaya kebarat-baratan (Western). Namun, kedua juri utama, Manu dan Pete, tidak terlalu suka dengan menu tersebut. Mereka menganjurkan agar kami berdua masak seperti yang dimakan sehari-hari di rumah. Akhirnya kita memutuskan masak ala Indonesia yang terkenal pedas, tetapi diseimbangkan dengan rasa lainnya.

Mengapa memilih mengangkat masakan Indonesia?
Selama ini masakan Indonesia kurang begitu diapresiasi masyarakat Australia karena dianggap terlalu tradisional. Padahal, masakan Indonesia bisa dimo dernisasi tanpa harus mengubah rasa khasnya. Masakan Indonesia kan terkenal pedas, ya pertahankan itu. Namun, kita juga harus adaptasi bentuk makanannya sesuai selera masyarakat di sini seperti daging, baik sapi, ayam, maupun bebek, yang tidak terlalu matang.

Kalian sering bertengkar dan mengundang tawa penonton ya?
Kami sering mengeluarkan celetukan dalam bahasa Indonesia yang membuat peserta lain tertawa. Melalui adu mulut, kami berkomunikasi. Kami sering beradu pendapat soal banyak hal, bahkan hingga berantem. Namun, setelah itu, kita baik-baik saja. Kami sudah menetap di Australia selama 12 tahun ini. Kemenangan ini sekaligus menjadi promosi bagi makanan ala Indonesia di sini. Kemenangan juga meyakinkan kami bahwa makanan yang selama ini menurut orang Indonesia enak akan dianggap enak pula oleh bule-bule di sini. Yang penting kami tahu cara memasaknya. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya