Sehari di Tiga Pulau

29/5/2016 13:19
Sehari di Tiga Pulau
(MI/Iis Zatnika)

Dua jam berlayar dari Pantai Pede, kami tiba di pelabuhan yang didekasikan khusus untuk pelancong. Pulau Rinca ini menjadi salah satu dari empat pulau yang dihuni komodo, selain Pulau Komodo, Gili Motang, serta Nusa Kode.

Sebanyak 2.875 ekor komodo, kata Haryadi, ranger alias jagawana yang menemani perjalanan kami, hidup di Pulau ini. "Hati-hati jangan keluar dari rombongan, ya.
Walaupun kelihatannya tubuhnya berat dan gerakannya lambat, komodo atau ora dalam bahasa lokal, perilakunya tak bisa diduga. Ia bisa menyerang tiba-tiba dan walaupun ia makan cukup sebulan sekali, bisa saja ia ikut memangsa buruan komodo lain," ujar Haryadi yang berjalan dengan tongkat bercabang yang akan diarahkan ke leher komodo manakala sang naga itu bersikap agresif.

Kendati begitu, Haryadi meyakinkan hingga kini rantai makanan di Rinca masih terjaga baik. Makanan komodo, yakni kerbau, rusa, monyet, dan babi liar, masih mencukupi, terlihat dari jejak mereka di sabana hingga hutan. "Menurut Yayasan Komodo Survival Program yang melakukan riset setiap tahun, masih aman sih," kata Haryadi.

Tak perlu berjalan jauh, 5 menit saja dari pelabuhan, kami berjumpa sang naga di bawah rumah panggung yang dijadikan dapur bersama para ranger. Bau ikan goreng yang dimasak setiap hari selalu sukses memikat sedikitnya sepuluh komodo berkumpul.

Menjelang siang, satu per satu binatang soliter itu kembali ke sabana dan hutan, untuk berburu, menggigit dengan giginya yang kecil tetapi tajam atau mengikuti sang mangsa yang telah terluka hingga kemudian ia santap ketika telah lumpuh atau mati. "Air liurnya yang penuh bakteri dan masih sulit dicari penawarnya. Mitosnya, luka gigitan memang bisa sembuh, tapi di dalam tubuh, bakteri dan racun itu terus bekerja dan membuat kesehatan kita berkurang drastis."

Aneka pilihan trek
Kami memilih trek singkat yang berdurasi sejam dengan variasi trek sabana dan hutan, sedangkan sebagian besar pelancong bule memilih trek panjang yang durasinya hingga 4 jam. "Selain ingin lihat komodo di alam liarnya, mereka ingin puasa menikmati pemandangan," ujar Haryadi yang tak lupa menunjukkan tempat bertelur dan ranting yang ditempati dua bayi komodo yang selama empat tahun akan tinggal di atas pohon sebelum turun ke tanah.

Ketika kapal kami menjauhi Rinca, bergantian dengan perahu pelancong lain, sebagian besar berisi pelancong mancanegara, sosok komodo dengan aura kebuasan masa lalu kembali menguatkan keyakinan, Indonesia sungguh diberkahi.

Karang di kelor
Acara selanjutnya tentu saja snorkeling! Pulau Kelor, yang berjarak tempuh satu jam dari Rinca, menjadi destinasi yang paling direkomendasikan buat mereka yang tak punya waktu banyak untuk menjelajah alam bawah laut di sekitar Labuan Bajo. Karang-karangnya mungkin tak terlampau beragam jika dibandingkan dengan spot lainnya, tetapi kekayaan ikannya cukup terpuji.

Lokal lebih asyik
Tak ada yang lebih seru bila dibandingkan dengan menyelami kehidupan warga lokal saat kita melancong. Di Labuan Bajo, ujung Pulau Flores, tempat pelelangan ikan (TPI) di dekat kawasan wisata kuliner Kampung Ujung menjadi destinasi terbaik untuk menyaksikan ikan-ikan yang kita temui saat snorkeling telah diolah menjadi ikan kering berkat keterampilan para nelayan.

Jenisnya mulai kencara bangkok, ­sembrea, hingga ekor kuning. Harganya Rp25 ribu hingga Rp45 ribu per kilogram. Di awal ­tahun, kita juga bisa menjumpai gurita kering di sini.

Lalu, mintalah ojek atau kendaraan yang mengantar kita menuju Pasar Batu Cermin. Di sana, kita akan berjumpa dengan penjual cabai rawit berukuran hanya 1,5 cm dengan tingkat kepedasan luar biasa, beras merah yang dibawa ibu petaninya langsung dari Bajawa atau Ruteng, biji kopi yang belum dipanggang hingga asam jawa yang sudah dibentuk kepalan.

Berkelana di ujung barat Pulau Flores, dengan waktu yang tak melimpah, ternyata kami tetap bisa pulang membawa serta kenangan indah tentang jelitanya wilayah timur Nusantara. Di sepotong pulau yang namanya terinpirasi oleh bunga bermekaran ini saja, keindahan alam dan tradisi lokal sudah berlimpah. Flores memang harus kembali masuk agenda perjalanan berikutnya. (Zat/M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya