Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
LEHERNYA tinggi seukuran genggaman tangan. Bentuk itu menjadikannya gampang dipegang erat. Tubuhnya serupa bulat bumi. Ia mampu menyimpan air. Ia pun punya dinding yang tipis sehingga ringan dijinjing. Kendi dilengkapi cerat kerucut dipasang miring pada pinggulnya.
Kendi tegar berdiri menapak pada alasnya yang datar. Bentuknya sederhana pada awal kemunculannya. Namun, seiring dengan waktu berjalan, ia pun berubah. Ia tidak lagi seperti dulu. Ia mengikuti alur pikir manusia yang senantiasa berkembang. Bahkan saat ini ia telah mengalami perluasan fungsi. Dari hanya tempat menyimpan air minum, ia menjelma menjadi penanda peradaban.
Kemunculannya hanya punya satu lubang. Tempat masuk dan keluar tidak dibedakan. Sungguh sederhana. Namun, siapa sangka bentuk sederhana itu nyatanya punya andil besar? Ia menyelamatkan manusia dari wabah kehausan.
Bermula dari rasa haus dan hasrat mereguk air esensi dari kehidupan, setangkup telapak tangan tak cukup menadah air pelepas dahaga itu. Lalu muncullah kendi. Setidaknya itulah narasi yang terbaca dari pameran Kendi Kundi Kuno Kini di Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta. Pameran ini berlangsung pada 25 Mei-12 Juni 2016.
Sesuai dengan tajuk, ada empat objek yang hendak dipamerkan dalam helatan ini, yakni kendi, kundi, kuno, dan kini.
Adalah Kundi, sang perupa tanah, reka wadah air begitu rupa. Di tangannya ketut-ketul tanah itu menjadi sosok wadah bernama kendi, wadah air jinjing.
Kuno mewakili zaman sebelum sekarang. Pada pameran ini, ditampilkan bentuk dasar kendi yang masih sangat sederhana. Bangun dasar kendi serupa anatomi tubuh. Barang itu punya kepala tengadah, lubang mulut sempit, dan berfungsi sebagai tempat mengisi air.
Berbagai macam bentuk kendi kuno dipamerkan. Beberapa ada yang berasal dari zaman Majapahit abad 12-13 Masehi. Beberapa lagi kendi yang ditemukan dari kapal karam pada Situs Batu Hitam di Perairan Belitung. Di situ ditemukan kendi yang diproduksi pada masa Dinasti Tang abad 9 Masehi.
Kendi yang ditemukan di Situs Gilimanuk, Bali, sebagai bekal kubur, tanpa cerat leher serupa kendi Buni. Badannya setengah bulat dasar cembung. Kendi Situs di Liang Bua dan Melolo Nusa Tenggara Timur juga tanpa cerat leher tinggi profil gelombang. Badannya setengah bulat dasar cembung. Pantai Selatan Gunung Wingko, leher tinggi, badan setengah bulat profil gelombang. Situs tempat penemuan kendi-kendi ini diperkirakan berasal dari abad pertama sampai 200 Masehi.
Sarat nilai estetis
Kata kini merujuk pada masa kekinian atau tempo sekarang ketika kendi tidak lagi hanya diperuntukkan sebagai tempat air minum.
Bahkan, kendi berkembang menjadi bentuk yang sarat nilai estetis. Tidak pula hanya sebagai tempat air. Benda itu berfungsi pula sebagai ragam hias lemari kaca. Pengisi etalase hiasan rumah. Atau bisa juga menjadi karya estetis.
Pada pameran ini juga ditampilkan beberapa karya kendi kontemporer dengan konsep yang unik. Karya Ignatius Tommy Febrian, misalnya. Karya dengan judul K K 1 memakai konsep desain bentuk kendi keramik yang tidak efisien untuk menampung dan menuang air ataupun karya seniman lain dengan konsep yang unik pula.
Pada akhirnya, kendi telah membuktikan dirinya sebagai salah satu penyerta dalam peradaban manusia. Ia tak hanya benda mati. Ia mewakili sebuah pola pikir yang selalu berkembang dan berkembang, seperti diungkap kurator pameran Sony C Wibisono.
Menurut Sony, pameran Kendi memuat nilai lebih ketika tak semata pentas benda. Kundi hadir bersama tanah dan per lariknya, bersaksi tentang ketahanan sebuah tradisi.
"Banyak hal bisa dipelajari dari sana. Kepiawaian, ketekunan, ketelitian, kerja keras, kesederhanaan, tentu keteguhan untuk terus melarik. Pentas karya komunitas artisan Kendi memberikan harapan lestarinya rupa," ujarnya. (Abdillah M Marzuqi/M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved