Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
AGAK temaram di sudut ruang, lima orang mengambil posisi di depan lesung, masing-masing membawa pemukul kayu. Mereka tidak hendak menumbuk padi.Tugas mereka mengiringkan musik untuk sebuah pentas teater.
Bunyian yang muncul pun berasal dari satu alat, yakni lesung.
Ketebalan lesung yang berbeda pada tiap bagian ternyata ialah sumber harmoni bunyi ketika suara tabuhan lesung dipadu dengan kendang. Sesekali juga bersenyawa dengan rebab.
Setiap seorang punya tampah. Ada lima tampah di panggung. Ukurannya tak besar, juga tak kecil, cukup untuk sekadar duduk bersila di atasnya.
Seorang dari lima aktor itu berbusana agak lain. Ia menggunakan busana berwarna terang dipadu dengan selendang. Rupanya wanita dengan warna terang ialah tokoh utama bernama Tyas, sedangkan keempat aktor lain berpakaian serbahitam, dengan selendang yang juga berwarna temaram.
Keempatnya mengelilingi Tyas. Mereka bergerak teatrikal. Mereka memadu bahasa tubuh dengan menggapai, meringsut, dan menatih. Itulah adegan pembuka pentas Teater Djarum dalam lakon Petuah Tampah pada Minggu (8/5) di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta.
Pertunjukan ini didukung 13 pemain. Mereka menggabungkan unsur gerak dan dialog serta perlambangan atas simbolisasi yang ditawarkan. Termasuk adegan pembuka yang ternyata mengambil bentuk dari filosofi masyarakat Jawa, sedulur papat limo pancer. Tyas sebagai pancer (pusat), sedangkan empat aktor lain sebagai sedulur (sahabat).
Pada awal adegan, Tyas berdialog dengan sedulur tentang pencarian tuhan. Namun, pada adegan selanjutnya, sedulur malah lebih cenderung mementingkan materi.
“Kalau di Jawa ada sedulur papat limo pancer. Seiring bertambahnya usia, awalnya mereka mencari tuhan, kemudian beralih menjadi duniawi,” terang Asa Jatmiko.
Sarat filosofi Pertunjukan ini didukung 13 pemain, yang menggabungkan unsur gerak dan dialog, serta perlambangan atas simbolisasi yang ditawarkan. Bukan tanpa landasan Teater Djarum sengaja mengangkat tampah sebagai ekspresi seni pertunjukan.
Bagi mereka, tampah punya kandungan nilai luhur.
Tampah merupakan alat tradisional yang berfungsi utama untuk memilah dan memilih padi. Selain itu, tampah juga sering dipergunakan untuk fungsi-fungsi lain, misalnya, tempat nasi tumpeng untuk syukuran dan tempat bumbubumbu dapur. Dalam tradisi Jawa, tampah juga memiliki arti filosofi, yakni nampa atau menerima.
Asa Jatmiko pun mengolah pengalaman pribadinya menjadi bagian pertunjukan. Terdapat adegan tentang peristiwa anak hilang. Kemudian para warga mencari si anak hilang sembari menabuh tampah keliling kampung.
Anak yang hilang akhirnya ditemukan tengah kebingungan terduduk di batang sebuah pohon besar. Menurut kepercayaan warga kampung, anak tersebut diajak bermain makhluk halus (digondhol wewe gombel). “Itu nyata, anaknya malah ditemukan di atas batang pohon besar,” terang Asa.
Tampah dalam pentas ini dimaknai memiliki alur ‘ke dalam’ dan ‘ke luar’. Dalam pemaknaan ‘ke dalam’, Teater Djarum menawarkan kembali perenungan akan tumbuh kembangnya kepribadian anak manusia di dalam kehidupan yang bagaikan siklus atau cakra manggilingan (roda yang berputar), berdenyut, berkesinambungan, dan terus hidup.
Sementara itu, tampah dalam pemaknaan ‘keluar’ bagi masyarakat merupakan media sosialisasi, bertegur sapa, serta terjalinnya upaya saling membutuhkan dan saling menopang. Tampah menjadi alat yang mempertemukan secara langsung pribadi dengan banyak pribadi.
“Melalui lakon ini, kami ingin menyampaikan pesan jangan sampai kita kehilangan jati diri kita di zaman modern yang penuh dengan kemajuan teknologi ini.
Kemajuan teknologi memang tak terbantahkan, tapi bukan berarti kita melupakan nilai-nilai luhur yang menjadi pedoman kita dalam menjalani kehidupan,” ujar Asa yang berproses selama tiga bulan untuk pentas ini. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved