RIUH tawa dan tepuk tangan meramaikan diskusi tentang kesehatan reproduksi di SMAN 1 Babakan Madang, Sentul, Kamis (11/6). Para peserta yang terdiri atas siswa dan siswi kelas X hingga XII antusias berdiskusi melalui media permainan ular tangga. Mereka dibagi menjadi empat kelompok dengan jumlah peserta yang sama. Tiap-tiap kelompok memiliki pion yang akan dijalankan seusai melempar satu buah mata dadu.
Pertanyaan dipegang oleh konselor yang berasal dari Pusat Informasi Konseling (PIK) Remaja Ceria Sentul, M Sadam. Mereka kerap kali tertawa dan tersipu malu sebelum mengutarakan pendapatnya tentang organ reproduksi, kesehatan, dan dampak jika tidak bisa menjaga dengan baik. Luvita Hanifa, 17, mengaku tidak pernah mendapat penjelasan selengkap hari itu.
Ia kerap bertanya perihal rasa sakit ketika mengalami menstruasi, tetapi sang ibu tak menjelaskan secara detail mengapa hal tersebut bisa terjadi, termasuk aktivitas seksual jika dilakukan sejak usia dini. "Selama masih bisa beraktivitas ya enggak apa-apa kata ibu. Sejak kecil enggak pernah dapat obrolan seputar organ reproduksi dan cara menjaganya. Kalau sekarang jadi benar-benar mengerti, ternyata ada ya dampak dari aktivitas seksual jika dilakukan dini, kanker serviks salah satunya," ungkap Luvita seusai melakukan diskusi yang banyak membuka pikirannya.
Seharusnya, pembicaraan tentang organ reproduksi ataupun aktivitas seksual jangan menjadi hal tabu. Sebab, Tujuannya semata-mata untuk memberikan ilmu kepada remaja untuk bersikap baik pada si organ. Pertanyaan tak hanya diberikan konselor. Siswa pun bisa dengan leluasa bertanya meskipun sungkan dan kerap meminta maaf ketika menyebut alat vitalnya masing-masing.
Supendi, 17, siswa kelas XI IPA itu, tertawa sebelum menyelesaikan pendapatnya. "Duh gimana ya ngomongnya, ya pokoknya kalau sesama teman lelaki sering cerita atau bertanya, tetapi kalau sama keluarga mah enggak, malu he he," ujar Supendi sembari menunduk dan tersipu.
Ajari sejak dini Aah Solihah, salah satu konselor yang masih duduk di kelas XI itu mengaku tak pernah dikenalkan organ reproduksi hingga mendetail oleh kedua orangtuanya. Bahasan tersebut hingga kini dianggap masih kaku, sedangkan di lingkungan luas kerap terjadi kasus yang diakibatkan pengetahuan seksual yang minim. Aah yang mendapat kesempatan untuk belajar banyak tentang kesehatan reproduksi segera menurunkannya kepada sang adik yang masih kecil.
"Aku kenalkan kepada adik, bagaimana menjaga kebersihan, bagian mana yang tidak boleh diperlihatkan. Meskipun masih kecil, ya sudah boleh dikenalkan supaya bisa menjaga," tukas Aah. Konselor lainnya, Sadam, juga mengaku khawatir dengan perkembangan anak dan remaja saat ini. Karena itu, ia mau berbagi ilmu, tetapi terkadang masih kerap kali ditakuti kalangan masyarakat tempat tinggalnya.
Kelompoknya ditakuti karena dianggap akan mengajarkan hal-hal yang melenceng dari norma masyarakat. Dengan berbekal pembinaan di bawah camat dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sadam dan teman-teman justru semakin aktif untuk menjelaskan tujuan mereka. "Ya kalau di kampung masih seperti ini, dirasa menjerumuskan tetapi tidak pernah ditolak. Kami selalu jelaskan apa yang akan disampaikan melalui permainan dan alat peraga apron yang bergambar organ reproduksi perempuan dan laki-laki," imbuh Sadam. Sosialisasi tersebut merupakan agenda rutin, yakni diadakan satu tahun sekali ke beberapa sekolah dan lingkungan masyarakat.