Tingkatkan Keselamatan Berwisata

Hera Khaerani
08/5/2016 06:15
Tingkatkan Keselamatan Berwisata
(MI/Arya Manggala)

TANAH yang tampak memerah di jalan setapak mendorong saya melambatkan langkah. Jumat (25/3) itu merupakan kali pertama saya menginjakkan kaki ke Taman Hutan Raya Banten di Kecamatan Carita, Provinsi Banten. Tanah merah di atas batu dan rerumputan, jelas menunjukkan longsor belum lama terjadi. Di beberapa bagian, langkah kaki yang tak hati-hati bisa berisiko mengantarkan pengunjung menggelosor ke jurang.

Rute yang sempat membuat ngeri itu tampak berbeda ketika saya mengunjungi lagi lokasi itu Sabtu (30/4) pagi. Titik-titik yang berisiko longsor atau curam dihalangi pagar besi berwarna hijau. Dengan berpegangan pada besi itu, kami makin mantap melangkah tanpa risau.

Kepala Balai Tahura Banten Asep Mulya yang dihubungi Kamis (28/4) mengakui baru-baru ini pihaknya memasang pagar besi untuk meningkatkan standar keselamatan berwisata di kawasan itu. Bahkan, demi penataan fisik, Tahura Banten ditutup dari kunjungan wisatawan sejak 1 April 2016 dan baru dibuka setelah Lebaran. Padahal kawasan seluas 1.590 hektare (ha) itu hingga akhir Maret dikunjungi 2.073 wisatawan. Kawasan itu meliputi Cadas Ngampar, Curug Gendang, dan Curug Puteri yang menawarkan wisata air terjun menyegarkan. “Jalannya agak bahaya karena single track, rawan jatuh, banyak longsor,” jelas Asep.

Di sisi lain, untuk mencegah wisatawan melompat dari puncak Curug Gendang yang ketinggiannya sekitar 7 meter, bagian atas air terjun itu dipagari. Sekalipun sudah ada larangan, ada saja pe­ngunjung yang nekat terjun bebas.

Masalah keamanan saat wisata menjadi penting. Seperti yang baru terjadi di Kepulauan Seribu, kemarin. Kapal nelayan yang membawa tujuh wisatawan untuk memancing tenggelam dan menewaskan lima orang (Doni Marsel, 23, Gioksun, 47, Fahrul Majid, 35, Sonson, 45, dan Oki, 56). Sang nakhoda, Abdul Wahab, 37, selamat setelah berenang ke salah satu pulau. Kristian, 32, juga selamat karena berpegangan pada sebuah balok kayu. Satu korban lain belum ditemukan, yakni Giokliong, 58.

Berdasarkan keterangan Kepala Polres Kepulauan Seribu Ajun Komisaris Besar Jhon Weynart Hutagalung, mereka menyewa kapal nelayan sejak Jumat (6/5). Mereka baru sadar bahwa kapal tenggelam pada Sabtu pukul 02.00 WIB. Kapal itu diduga mengalami kebocoran.

Dikatakan Jhon, tidak ada pelampung di kapal nelayan itu. “Itu kapal nelayan, ukurannya kecil. Korban mau meman­cing dengan bujet murah,” katanya.


Goodwill

Kepala biro Hukum dan Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata, M Iqbal Alamsyah, yang dihubungi Media Indonesia, Senin (2/5), mengamini bahwa keamanan dan keselamatan merupakan aspek penting di sektor pariwisata. Kendati demikian, pihaknya berharap banyak kepada pihak kepolisian dan instansi-instansi terkait di daerah untuk meningkatkan standar keamanan dan keselamatan. Dia mencontohkan, dalam wisata bawah laut operator wisata mesti menegakkan standar keselamatan pada kegiatan penyelaman.

Pada akhirnya, semua berpulang pada goodwill pemerintah daerah yang menjadi destinasi wisata, juga pemangku kepentingan lainnya.

Tahura Banten bisa menjadi contoh nyata. Asep Mulya menceritakan, ketika pertama kali ditugaskan di sana, ia sama sekali tidak melihat ada perlengkapan keselamatan di lokasi-lokasi wisata. Ia lantas memutuskan menyediakan pelampung, ban, dan tambang untuk membantu pengunjung. Empat bulan terakhir, kegiatan wisata di Curug Puteri melibatkan pemandu yang terdiri dari pemuda-pemuda setempat.

Menariknya, pelampung, ban, dan tali tambang yang tersedia berasal dari kocek pribadi kepala balainya yang baru. “Saya kebetulan lumayan suka jalan-jalan dan cukup tahu standar keselamatan. Namun, karena saat awal ditugaskan itu tidak ada anggarannya, makanya saya swadaya saja. Untuk perlengkapan keselamatan standar begitu sebenarnya tidak dibutuhkan terlalu banyak. Saya waktu itu menghabiskan sekitar Rp5 juta,” ungkapnya.

Tentunya standar keselamatan di setiap daerah akan berbeda. Di Kota Sawahlunto, Sumatra Barat, contohnya, wisatawan yang hendak masuk ke lorong Mah Soero wajib menggunakan helm dan sepatu bot. Selain itu, untuk menjamin tersedianya udara segar, pada lorong sepanjang 186 meter itu dipasangi blower.

Lain lagi di Kabupaten Badung, Bali. Pada 2011, Dinas Pariwisata Kabupaten Badung pernah mengeluarkan sertifikat standardisasi dan keselamatan jasa akomodasi hotel-hotel melati. Tujuannya mematik hotel meningkatkan keamanan. Wisatawan bisa memilih hotel berdasarkan peringkatnya, semakin tinggi berarti tingkat keselamatannya baik. Hotel tentu tak mau diberi peringkat buruk karena berisiko kehilangan pelanggan.

Pada intinya, ada banyak cara untuk meningkatkan tingkat keselamatan berwisata. Namun, semuanya bisa dimulai kalau ada kehendak dan inisiatif yang baik. (Beo/M-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya