Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
BUTUH niat yang lumayan bulat untuk bisa menuju Pulau Komodo. Dari Jakarta, saya transit di Denpasar, Bali, sebelum melanjutkan terbang dengan pesawat Avions de Transport Regional (ATR) menuju Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Pulau Komodo kemudian bisa dicapai dengan naik feri selama 2,5 hingga 4 jam atau kapal cepat selama 2 jam. Opsi lainnya, menumpang kapal sewaan yang sudah menyediakan paket wisata, lengkap dengan kamar tidur berpendingin ruangan serta makanan.
Namun, perjalanan panjang itu terbayar oleh suguhan alam yang bisa dijumpai di kawasan yang menyandang sebutan sebagai New Seven Wonders dari UNESCO itu.
Pulau-pulau yang disebut Bukit Teletubbies, film anak-anak dengan latar perbukitan yang jelita, bisa dijumpai di sana. Jika sedang beruntung, ikan lumba-lumba sering dijumpai mengiringi laju kapal. (M-1)
Dua buaya di Rinca
Tujuan utama, berjumpa komodo, membuat kapal kami mengarah ke Pulau Rinca, salah satu dari dua pulau yang dihuninya, selain Pulau Komodo. Kedua pulau itu masuk kawasan Taman Nasional Pulau Komodo.
Dari Labuan Bajo, jarak tempuh untuk menuju Pulau Rinca lebih pendek. Tiba di sana, saya menjumpai dermaga kecil bernama Loh Buaya tempat bersemayamnya buaya.
Menurut ranger guard, sebutan untuk petugas yang mendampingi pelancong, di Pulau Rinca terdapat dua jenis buaya, yakni buaya laut atau aligator serta buaya darat yaitu komodo. Komodo di Pulau Rinca itu juga disebut lebih liar. Rombongan pun ditawari untuk memilih tipe perjalanan, long track, middle track, atau short track.
Tiap perjalanan berbeda jarak tempuhnya. Long track memakan waktu 3 hingga 4 jam, middle track 2 jam, dan short track hanya 30 menit sampai 1 jam.
Memilih yang short track, rombongan menyusuri hutan untuk menjumpai sang naga, sebutan lain untuk komodo. Perjumpaan pertama kami dengan hewan pelintas waktu itu terjadi di bawah sebuah gubuk panggung yang dijadikan pos bagi ranger guard.
Sang naga sedang bemalas-malasan di sana. Namun, patut diingat, hewan itu sangat agresif. Jika mendengar suara yang sedikit berisik, ia akan cepat menghampiri. Maka jika ingin mengabadikan sosoknya, usahakan kamera tak mengeluarkan suara.
Perempuan yang sedang datang bulan pun sebaiknya ekstra waspada. Sebab, lanjut sang ranger guard, penciuman komodo sangat tajam terutama jika mencium bau darah.
Swafoto di Pohon Galau
Selepas menyusuri semak-semak hutan Pulau Rinca, kami diarahkan untuk menaiki Bukit Teletubbies yang sebelumnya saya lihat dari kejauhan. Tak terlalu tinggi, sekitar 300 meter saja. Namun, cuaca terik membuat napas berhela kencang.
Namun, semua itu akan terbayar ketika sudah sampai di puncak. Pemandangan yang tersaji luar biasa. Anda bisa melihat bukit hijau itu kontras dengan laut yang membiru.
Ikon lainnya dari Pulau Rinca, pohon yang berdiri ‘sendirian’. Pohon itu berdiri di atas semak belukar di atas bukit. Sebagian rantingnya kering dan sebagian rantingnya berdaun. Ranger guard menyebutnya ‘Pohon Sendiri’ atau ‘Pohon Galau’. Lokasi tepat buat yang tengah merasa sendiri atau galau buat berswafoto!
Pantai Pink nan romantis
Target berikutnya, Pulau Komodo yang berjarak 1,5 jam waktu tempuh. Jika di Pulau Rinca tidak ada penduduk, di Pulau Komodo pelancong bisa menemui komodo hidup berdampingan dengan manusia.
Legenda menyebutkan masyarakat di sana dengan komodo berasal dari keturunan yang sama dan bersaudara, dilahirkan dari seorang perempuan yang mempunyai anak kembar, satu berwujud manusia satu berwujud komodo.
Pantai di Pulau Komodo tak kalah indahnya, salah satu yang paling dibanggakan warga di sana ialah Pink Beach atau Pantai Pink. Ya, dari jauh, pasirnya memang bersemu merah muda. Saat digenggam pun, ternyata memang ada butiran-butiran pasir yang berwarna merah muda.
Pantai dengan rona romantis itu berjarak tempuh 15 menit menggunakan kapal cepat.
Snorkeling di Bidadari
Saatnya mengeksplorasi bawah laut! Kami pun menuju Pulau Bidadari untuk snorkeling. Terumbu karang di sana masih terjaga baik. Terumbu karang yang indah dan ikan-ikan berwarna-warni membawa saya masuk ke dunia tanpa cela. Semuanya indah dan penuh warna di sana!
Pasir pantai di Pulau Bidadari itu pun sama seperti di Pink Beach, warnanya merah muda.
Ikan besar di Pantai Pede
Meninggalkan kawasan Pulau Komodo dan Rinca, kisah tentang alam yang jelita terus berlanjut hingga saya kembali ke Labuan Bajo. Saya menikmati matahari tenggelam di Pantai Pede. Pesisir perkampungan nelayan itu meriah dengan kapal-kapal bersandar di pinggirnya.
Saya sempat melihat tangkapan mereka, ikan-ikan berukuran hingga 1 meter yang dijual di Pasar Ikan Kampung Ujung. Jelang magrib, ketika langit menjadi oranye, panorama sang surya terbenam berpadu dengan seluet kapal.
Cahaya di Gua Batu Cermin
Masih di Labuan Bajo, saya tak melewatkan tawaran menyambangi Gua Batu Batu Cermin dengan batu-batu stalagmit dan stalagtit yang selalu memantulkan cahaya ketika cahaya matahari masuk melalui celah-celah kecilnya.
Pemandu yang mendampingi saya berkisah gua itu dulu ialah dasar lautan. Ia menghubungkan dugaannya itu dengan batu stalagtit yang menyerupai tempurung seekor penyu. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved