Industri Kreatif di Balik Dinding Kaca

M-2
24/4/2016 08:01
Industri Kreatif di Balik Dinding Kaca
(MI/Atet Dwi Pramadia)

PANGGUNG itu bergeming. Lantunan tembang terpantul begitu saja saat menghantam dinding kaca. Bait demi bait terasa akrab di telinga. Lirik lagu sempat populer beberapa waktu lalu. Awalnya lagu itu memang dibawakan dengan irama campursari.

"Ning stasiun Balapan. Kuto Solo sing dadi kenangan. Koe karo aku."

Begitu bait itu dilantunkan. Namun, saat itu justru bukan dengan irama campursari, melainkan dengan sentuhan musik reggae.

Bait demi bait berlalu. Kelompok musik itu tetap asyik dengan alat masing-masing. Siapa sangka mereka yang bermain dengan demikian indah itu ialah para narapidana. Ya, mereka berasal dari LP Narkotika Jakarta.

Saat itu mereka tengah tampil di sudut ruangan Gedung Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersamaan dengan Iman Cahyadi yang sedang berdemo hias kue. Lalu bagaimana aktivitas mereka sebenarnya di dalam LP? Apakah mereka juga bermain sama baiknya? Apakah Iman juga masih bisa membuat kue dalam LP?

Saat tiba di dalam LP Narkotika Jakarta, Media Indonesia disambut dengan bunyian musik. Alunan musik reggae terdengar dari sejak masih di pelataran. Saat tiba di dalam, ternyata ada panggung sederhana tempat narapidana unjuk kebolehan dalam olah seni musik.

Setidaknya ada dua kelompok musik yang dibentuk dalam LP itu, yakni D'Sustik dan The Tattos. The Tattos bernama demikian karena vokalis mereka penuh tato, sedangkan D'Sustik merujuk pada penamaan LP khusus narkotika tempat mereka dibina.

Melalui tangan mereka, lahir paduan harmonis antara musik reggae dan marawis. Jadilah reggae marawis. Bahkan, mereka pun sempat melakukan rekaman dan hasilnya diunggah di media sosial dengan judul Negara dalam Negara dan Sang Pemenang.

Berlanjut ke ruang terpisah yang ternyata ialah ruang karya para narapidana. Di dalamnya terdapat banyak ruang kegiatan untuk mewadahi aktivitas warga binaan. Ada workshop perkayuan, potong rambut, jahit, dan dapur. Satu lagi yang menjadi andalan ialah Kayna Bakery & Cake (karya narapidana).

Di balik dinding kaca, dalam ruangan sekira 10 x 15 Meter, 11 orang asyik dengan kegiatan masing-masing. Beberapa sedang mengoven roti. Beberapa lagi tampak mencetak adonan, sedangkan beberapa lagi tampak menaburkan keju di atas roti.

Di antara LP lainnya, LP Narkotika Jakarta memang terkenal dengan produk kue. Hasil produksinya meliputi roti tawar, bakelen, roti burger, dan roti keju. Hasil produksi mencapai 2.500-3.000 kue per hari.

Iman Cahyadi ialah salah satu pembuat roti andalan meski ia tidak tercatat pernah berkarier di bidang cake & bakery. Desember 2014, bulan yang akan terus berkukuh di benak Iman, menjadi titik balik dari kehidupan yang pernah dijalaninya. Ia digerebek polisi saat melakukan transaksi narkoba. Setengah tak percaya, Iman merasa bumi terbalik.

Pada Mei 2015, Iman baru masuk ke LP Narkotika. Namun, ia mengaku tidak lagi mengalami goncangan berarti saat masuk ke LP. Ia langsung masuk ke kelompok bakery. Iman punya keinginan untuk mengembangkan dasar yang dia punya sebelumnya sebagai koki masakan Italia. "Saya sudah punya basis kuliner. Saya pengen kembangan," ucapnya.

Menimba ilmu

Baginya, kesempatan yang diberikan kepadanya harus bisa ia manfaatkan. Ketika berada dalam masa pembinaan, ia ingin mereguk semua ilmu yang ada di sana sehingga setelah keluar ia bisa menjadi pribadi baru dengan keahlian yang baru pula. Tentu nantinya bakal menambah nilai tawarnya saat berhadapan dengan dunia luar. "Agar harga jual saya meningkat," imbuhnya.

Iman punya mimpi besar ketika nanti bebas. Ia ingin bekerja sesuai dengan keahliannya. Itu hanya langkah awal. Iman punya keinginan lebih besar, yakni membuka lapangan pekerjaan di bidang makanan.

Ia ingin mengikuti jejak salah satu warga binaan bernama Zainal Abidin. Mantan napi LP Narkotika Jakarta itu telah bekerja di toko roti Holland Bakery. Di sana ia menjadi instruktur untuk karyawan lain dalam membuat roti dan menghias kue.

Keahlian Zainal didapat karena mengikuti program pelatihan tata boga selama menjalani masa tahanan. Padahal, Zainal bukan berasal dari latar belakang kuliner, melainkan penjaga konter ponsel.

Narkoba telah menjadi musuh nomor satu di negeri ini. Namun, bagaimana dengan para pengguna yang telah bertobat? Masihkah mereka menjadi musuh yang harus dijauhi dan dikucilkan?



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya