Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
DI atas dipan, sesosok tubuh terbujur berselimut kain. Dua telapak kakinya menyembul dari balik selimut. Dari balik selimut juga masih mudah didapati bagian tengah tubuh yang menyembul ke atas. Mudah dipahami sembulan tersebut berasal dari perut buncit. Selagi sosok itu terbujur, ada dua wanita berdiri di samping kanan dipan. Berdua menepati sikap tubuh hampir sama. Kedua ujung tangan menjulur bebas di depan badan. Satu wanita dengan kedua telapak tangan ditemukan. Seperti posisi ‘istirahat di tempat’ dalam pelajaran barisberbaris, tapi tangan beralih ke arah depan tubuh. Mereka berdiri dengan kepala yang nyaris tertunduk. Masih ada sesosok wanita lagi yang berada di samping kiri dipan. Figur perempuan berkemban itu duduk bersimpuh. Persis berdekatan dengan kepala sang sosok yang terbujur kaku. Ketiga perempuan tersebut menyiratkan kesedihan atas kondisi sosok yang terbujur di depan mereka.
Kesan sedih lebih kuat dicitrakan sosok pria yang juga berdiri di samping dipan. Wajahnya yang muram dan sedih seolah menguatkan pesan bahwa mereka memang tengah bersedih. Kontras dengan kesan kesedihan yang ditunjukkan pria tersebut, beberapa wanita terlihat menari, seolah tidak terjadi apa pun. Sosok yang terbujur itu ialah Semar. Tak diragukan lagi. Bentuk tu buhnya menguatkan kesan itu. Semar sering digambarkan sebagai sosok dengan perut besar membuncit. Cerita adegan tersebut dimaktub indah dalam sebidang kanvas berukuran 200 cm x 145 cm. Lukisan berjudul Pergi ialah salah satu karya Valentinus Atmo Sudiro yang dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia pada 15–28 April 2016.
Pameran ini bertajuk Samar Samar Semar Sudiro. Helatan ini sebelumnya juga diadakan di Bentara Budaya Yogyakarta pada 2015. Melalui lukisan Pergi, Sudiro hendak bercerita tentang perginya sosok Semar. Padahal, Semar ialah sosok yang bijaksana, penuntun, dan pengayom. Menggiring kepergiannya, banyak yang bersedih, tapi tak kurang pula yang tak pe duli. “Ada yang sedih, ada yang ti dak,” tegas Sudiro. Karya berjudul Pergi (2016) ialah salah satu dari tiga karya yang di buat dalam kurun berdekatan. Dua karya yang lain ialah Banyu Penguripan (2016) dan Ontran-Ontran (2016). Karya Banyu Penguripan (2016) menggambarkan pergelaran wayang. Ada gambar mantan Presiden Soekarno dan Semar. Pergelaran wayang dapat dimaknai sebagai tontonan sekaligus tuntunan, sedangkan karya Ontran-Ontran (2016) melukiskan huru-hara yang terjadi di sekitaran patung Semar. Ontran-ontran bermakna kehebohan atau keonaran.
Konsistensi Sudiro
Dalam berbagai cerita, Semar digambarkan sebagai tokoh yang selalu mengingatkan sesamanya untuk selalu kembali kepada kebenaran. Itulah mengapa kuncung pada bagian kepala dan telunjuk kanan mengarah ke atas. Pada pameran kali ini, turut berpamer banyak karya yang terdiri dari 32 karya lukis cat minyak, 7 karya batik, 4 karya lukis cat air, 2 buah patung perunggu, dan 20 buah patung fi berglass. Mengenai Sudiro, seniman ini ter catat pernah terlibat dalam pro yek pembangunan Monumen Na sional (Monas) di Jakarta, sekitar 1964–1965. Semar memang sudah lazim dijadikan objek oleh para seniman lu kis, salah satunya Sudiro. Namun, ada yang unik dalam karya Sudiro. Ia merepresentasikan Semar dalam berbagai latar, bergantung pada refl eksinya soal kehidupan yang selalu berubah. Seperti dalam lukisan Eling (2015). Semar dilukis dengan latar perkotaan lengkap dengan gedung pencakar langit dan Monas. Patung Semar berada di atas gapura yang biasa menjadi simbol pintu masuk, sedangkan di bawah gapura tersebut, ada mobil yang berlalu-lalang. Konsistensi Sudiro dengan Semar disebut oleh M Dwi Marwanto dalam pengantarnya. “Tidak banyak perupa yang secara konsisten bertahan melukis fi gur Semar. Apalagi saat ini, ketika simbol-simbol etnik mulai kehilangan tempat di hati masyarakat tradisionalnya sendiri. Sudiro terus bertahan.” Satu lagi yang menjadikan pameran ini menarik dengan tajuk Samar Samar Semar Sudiro ialah sajak yang ditulis Sindhunata terpampang jelas di dinding sebelum pintu masuk ruang pamer. Salah satu bait berbunyi;“Dia yang membawa fajar adalah Semar yang keluar dari samar. Tak mungkin orang memadamkan terangnya kecuali dengan membenamkan diri ke dalam gelap yang makin gelap, dan merelakan diri mereka terlelap dalam kuasa jahat. Orang-orang itu benar-benar ingi n Semar mati. Supaya padamlah terangnya yang menyilaukan kegelapan mereka.” (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved