Cinta Antik Mien Uno

Rizky Noor Alam
31/5/2015 00:00
Cinta Antik Mien Uno
(MI/Atet Dwi Pramadia)
MEJA ruang keluarga di kediaman Mien Uno tidak mungkin luput dari pandangan. Bagian atas meja kayu berukir itu penuh dengan puluhan asbak.

Salah satu asbak bergambar Istana Inggris dan para pengawal Ratu Inggris. Bagian di bawahnya bertuliskan 'Buckingham Palace'. Asbak itu bersanding dengan asbak bertuliskan 'Police Department City of New York' dan asbak 'Madrid'. Tidak hanya dari luar negeri, ada pula asbak 'Rinjani Mountain, Lombok'.

Meski tidak merokok, perempuan bernama lengkap Rahmini Rahman Uno itu memang gemar mengoleksi asbak. Orang-orang terkasihnya, seperti sang anak--pengusaha Sandiaga Uno--pun terbiasa mengoleh-olehkan asbak jika bepergian.

"Asbak koleksi saya sudah berjumlah kurang lebih 400 buah dan berasal dari berbagai negara yang merupakan cermin­an perjalanan hidup saya," tutur Mien kepada Media Indonesia, Senin (25/5).

Selain asbak, guci menjadi kecintaan pakar etika dan pendidik itu. Masih di meja itu, ada dua guci setinggi sekitar 40 cm berwarna cokelat kehijauan. Guci itu sangat istimewa karena usianya diperkirakan mencapai tiga abad.

Lebih banyak lagi guci ia tempatkan di sebuah lemari kayu di ruang duduk lain. Tidak hanya berbentuk mangkuk atau gentong, ada pula guci berbentuk hewan.

Koleksi-koleksi itu diungkapkan Mien berasal dari rentang abad ke-15 hingga abad ke-19, termasuk dari masa Dinasti Ching, Tiongkok.  

Mien mengaku kebiasaan mengoleksi berbagai benda sudah dimulai sejak kecil. Kebiasaan itu juga buah dari kesukaan kedua orangtuanya.

"Orangtua saya memang sangat menyukai barang-barang yang sudah berumur karena mereka juga guru jadi mereka bukan orang yang menyukai barang-barang yang wah, tapi lebih suka barang-barang yang sederhana yang mendekati kepribadian mereka," tutur perempuan berusia 74 tahun itu.

Karena itu, lanjut Mien, barang-barang yang ia koleksi pun bukan karena harga, melainkan karena sejarah atau keunikan yang menggambarkan negara asalnya.

Soal guci, Mien mengaku ketertarikannya pun makin kuat karena pengaruh temannya yang kolektor guci dan memiliki galeri. Dari teman itulah perempuan berusia 74 tahun itu makin memahami guci yang bernilai tinggi, termasuk dalam sisi historis.

Dengan barang-barang koleksi itulah Mien mengaku makin nyaman di rumah. "Barang-barang di sini semuanya dari berbagai negara. Ada yang dari Tiongkok, Arab, Turki, negara-negara Eropa, dan lain-lain. Namun, satu hal pasti saya suka barang-barang yang punya nilai historis. Barang-barang bersejarah itu yang membuat saya terasa nyaman di rumah dan merasa homie," tuturnya.

Furnitur kayu
Suasana kediaman seluas 900 meter persegi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu pun makin antik berkat furnitur dan ornamen dari kayu. Bahkan di pintu menuju ruang keluarga terdapat pintu setengah ala koboi. Pintu itu menjadi lapisan dalam dari pintu kayu besar yang berada di luar.

Meski mirip pintu bar, desain pintu setengah itu sama sekali tidak kebaratan. Justru mengingatkan pada pagar rumah tua di daerah Jawa, yakni dengan bilah-bilah kayu dan siluet puncak gunungan di bagian atasnya.

Material kayu juga banyak terlihat pada furnitur rumah. Sisi kanan kiri ruang tamu, misalnya, dilengkapi dengan kursi-kursi kayu dan beragam pajangan keramik serta cermin-cermin yang besar.

Seperti juga kecintaannya pada guci, Mien mengaku memilih furnitur dari kayu karena menggambarkan era tertentu. Di sisi lain, furnitur kayu dinilai pas dengan karakter dirinya yang tidak suka barang yang mewah atau modern. "Saya lebih menyukai barang dari kehidupan yang dulu," tutur perempuan yang juga banyak menulis buku itu.

Hal unik yang lainnya di kediaman itu ialah cermin-cermin yang terpasang di dinding sepanjang tangga menuju ke lantai 2. Mien yang hari itu berdandan apik untuk sesi foto mengaku memang suka becermin. Perempuan yang banyak dikagumi desainer muda itu pun dengan jujur mengaku sebagai perempuan yang senang berhias.

Di sisi lain, penggunaan banyak cermin juga memberi efek lebih luas dan terang pada rumahnya. Tidak mengherankan, meski banyak guci dan furnitur kayu, ruang-ruang di rumah itu tetap tidak terlihat sesak.

Meski menyukai kayu, di beberapa ruangan, Mien tetap memadukan dengan furnitur yang lebih modern. Misalnya, di ruang keluarga, tempat meja kayu disandingkan dengan sofa empuk.

Gaya klasik Barat juga terlihat di ruang makan. Di situ meja bundar berlapis taplak putih dipadukan dengan kursi kayu berlekuk klasik. Namun, warna-warna yang dipilih lebih feminin dan ringan, termasuk kertas pelapis dinding yang bermotif bunga.

"Saya mengombinasi dengan sofa modern agar tidak terlalu gelap. Selain itu, warna cat rumah juga putih karena saya suka warna yang terang sekaligus menyeimbangkan dengan warna furnitur yang gelap," tambah Mien.

Beranjak ke halaman, suasana rindang dan alami sangat terasa. Beraneka tanam­an dan kolam ikan menggenapkan kediaman itu layaknya oase di sibuknya Jakarta. (M-3)

miweekend@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya