Mata Najwa Menjadi Mantra di Layar Kaca

31/5/2015 00:00
Mata Najwa Menjadi Mantra di Layar Kaca
(Dok. Mata Najwa)
RIBUAN orang berbondong-bondong dan berdesak-desakkan menonton konser musik merupakan pemandangan yang jamak. Namun, bagaimana bila ribuan orang datang dan rela mengantre tertib demi menyaksikan talkshow politik?

Kita rupanya sudah masuk ke babak baru talkshow Indonesia. Dalam program televisi Mata Najwa, baik yang di dalam studio maupun di luar studio, antusiasme penonton untuk menyaksikan acara itu secara langsung tidak pernah surut.

Dari yang tadinya merasa 'ini bukan bagian gue untuk mikir', lama-lama ikut berpartisipasi. Mereka mau ikut turun tangan, menyumbang mimpi, diskusi tentang situasi negeri, dan mau melakukan sesuatu.

"Pada akhirnya, kami percaya bahwa buah terbesar dari program televisi yang bertujuan mengajak orang peduli, turun tangan, dan terlibat ialah ketika suara-suara yang tercipta itu membawa dampak dan pengaruh, sekecil apa pun, untuk kebesaran dan kemajuan peradaban negeri," ujar Najwa Shihab, sang pembawa acara yang namanya disematkan dalam program talkshow tersebut. 

Padahal, publik tengah gerah. Para politikus, pejabat, dan figur publik tampil bak selebriti. Mereka menjanjikan sesuatu yang mereka sendiri belum pernah kerjakan. Politik yang sebelumnya diasosiasikan sebagai perbincangan serius dan menjemukan, lewat Mata Najwa, hal itu diubah menjadi asyik seperti menonton pertunjukan musik.    

Lihat saja, dalam tayangan perdananya, Rabu, 25 November 2009, Mata Najwa memilih menarik diri dari pemberitaan yang sedang ramai diberitakan. Saat itu skandal Bank Century sedang hangat-hangatnya. Ada pula isu kekerasan dalam rumah tangga yang dialami Manohara Odelia Pinot, yang terkesan menjurus fitnah karena minimnya konfirmasi dari sang suami yang seorang pangeran di negeri Jiran. Selain itu, ada pula kasus penyergapan teroris di Temanggung, Jawa Tengah.

Autokritik
Dalam operasi pemberantasan teroris di Temanggung, media keliru menyebut terduga gembong teroris Noordin M Top telah tewas ditembak, padahal nyatanya tidak. Semakin lama peristiwa itu berlangsung, berita yang dihadirkan malah makin salah dan tanpa ralat. Najwa pun memilih mengawali program talkshow itu dengan judul Dunia dalam Kotak Ajaib, sebagai autokritik terhadap media massa dan tanggung jawab jurnalis kepada publik.

Lalu, dalam episode keduanya yang berjudul Centurygate for Dummies, Najwa menghadirkan Jusuf Kalla--saat itu mantan wakil presiden--dan wartawan investigasi berbekal dokumen kasus Bank Century, Dandhy Dwi Laksono. Tayangan filler atau tayangan singkat berbentuk animasi/motion graphics dalam acara tersebut membantu masyarakat awam lebih mudah untuk memahami kasus Bank Century yang sarat bahasa teknis perbankan.

Karakter talkshow Mata Najwa semakin kentara ketika menyajikan acara yang kental dengan pendekatan sejarah. Hal itu rupanya sengaja dipilih untuk kreatif bereksplorasi, menerjemahkan cara beda menikmati berita, dan jauh dari politik yang berisik. Episode Hikayat Bola yang tayang pada 19 Januari 2011, misalnya, pro dan kontra soal persepakbolaan Tanah Air dihadirkan dengan pendekatan yang berbeda. Episode itu mengisahkan sejarah panjang betapa timnas Indonesia pernah menjadi salah satu yang terkuat di Asia dan perkembangan sepak bola di Indonesia saat itu merupakan bentuk perlawan­an terhadap jajahan Belanda.
 
Episode-episode terbaik dari Mata Najwa dirangkum dan diulas dalam buku Mata Najwa, Mantra Layar Kaca yang ditulis Fenty Effendy. Buku itu terbit tahun ini setelah lima tahun catatan perjalanan Mata Najwa, tayang tiap minggu di Metro TV, sukses meraih sejumlah penghargaan, salah satunya ialah Talkshow of The Year Rolling Stone Editor Choice Awards 2014. (Her/M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya