Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Perselingkuhan Seksual

Ono Sarwono Penyuka wayang
17/1/2021 00:30
Perselingkuhan Seksual
Ono Sarwono Penyuka wayang(MI/Ebet)

NEGARA (aparat) lagi-lagi mengurusi perselingkuhan seksual seseorang yang sesungguhnya masalah privat. Undang-undanglah yang mengharuskan aparat turun tangan karena ‘urusan’ pribadi berkonten pornografi (video seks) itu telah berkelana ke ruang publik.

Sumber kasus itu ialah moralitas. Akibat kesembronoan mengelola, masalah syahwat dan keintiman pribadi menjadi urusan negara. Mbok ya energi negara ini jangan terlalu sering disibukkan mengurusi hal-hal begituan.

Dalam jagat wayang, ada kisah terkait dengan moralitas. Namun, negara tidak sampai mengurusnya karena sudah dibereskan dalam lingkup keluarga. Drama keaiban itu terjadi dalam keluarga Resi Jamadagni.


Hidup di pelosok

Alkisah, Prabu Jamadagni memutuskan turun takhta di Negara Kanyakawaya karena merasa tiada lagi kebanggaan dan kenikmatan sebagai raja. Ia ingin mencari ketenteraman hidup sejati seiring dengan usia yang terus merambat lanjut.

Jamadagni memilih menjadi brahmana di Pertapaan Dewasana. Istrinya, Dewi Renuka, dan kelima putranya, yakni Rumawan, Susena, Wasu, Wismawasu, dan Ramabargawa, diboyong pula. Mereka meninggalkan segala  kemewahan di istana dan hidup sederhana di pelosok.

Pertapaan Dewasana berada di dusun terpencil yang asri dengan aneka tanaman kembang dan tumbuhan rindang. Setiap hari dari pagi hingga sore tiada henti terdengar burung-burung mengoceh riang. Bila malam tiba, suasana terasa damai dan menenangkan kalbu.

Di sekitar pertapaan ada perladangan palawija. Tidak terlalu jauh ada sendang yang cukup lebar dikelilingi sejumlah pohon besar. Di tengah sendang ada sumber mata air yang bening. Renuka sesekali mengambil air minum di sana.

Pada suatu hari, Renuka melihat ada seorang pria muda tampan sedang mandi di sendang. Jantungnya langsung berdegup kencang dan tangannya tak kuasa lagi memegang kendi. Tubuhnya menjadi ‘adem-panas’ dengan mata tak berkedip menjelajahi tubuh lelaki tanpa busana itu. 

Tiba-tiba matanya tertangkap beradu pandang dengan lelaki tersebut. Renuka tampak malu dan menundukkan kepala tapi tak mampu berpaling, ia seolah tersihir. Apalagi ketika pria itu kemudian menebar senyum. Renuka benar-benar tak berdaya karenanya.

Sejak di pertapaan, Renuka kehilangan kehangatan ranjang. Suaminya lebih banyak menghabiskan waktu melakukan puja brata (semedi). Padahal, Renuka, meski sudah tidak muda lagi, libidonya tidak pernah layu. Parasnya masih cantik dan tubuhnya pun awet singset (langsing).

Oleh karena itu, berahinya langsung menggelegak ketika mendapati lelaki telanjang yang sedang ciblon (berenang) di sendang. Ketika pria itu mengajaknya ikut mandi bersama, Renuka tak kuasa mengendalikan diri dan menurut saja.

Saat berhadap-hadapan, Renuka merasa dunia milik berdua. Tidak ingat apa-apa, yang ada keindahan. Di tempat itulah kedua insan kemudian saresmi, melakukan perbuatan layaknya suami-istri. Sejuk air dan semilir angin semakin membuai mereka terbang tinggi.

Lelaki yang membuat Renuka ‘hilang ingatan’ itu bernama Citrarata, penguasa Kerajaaan Martikawata. Raja berwatak kesatria itu gemar berburu ke hutan. Di sendang itulah ia melepaskan lelah setelah menjelajahi belantara.


Menebus dosa

Renuka tiba-tiba sadar setelah puncak kenikmatan berlalu. Ia kemudian buruburu mengenakan pakaian dan kembali ke pertapaan. Hatinya gundah dengan apa yang telah terjadi. Ketakutan dan kesalahan menerkamnya dalam-dalam.

Sang suami telah menunggu. Ia bertanya dari mana dan apa yang baru saja terjadi. Renuka gugup dan tidak menjawab. Bibirnya terkatup rapat, matanya berlinang. Saat suami kembali bertanya, Renuka bersimpuh dan sesenggukan.

Jamadagni tahu istrinya berbuat serong dan harus menebus dosa. Ia perintahkan Rumawan menghukum ibunya. Namun, sambil menangis putra sulungnya itu memohon ampun karena tidak bersedia melaksanakan perintah sang ayah.

Tiga anak yang lain juga menolak perintahnya. Hanya Ramabargawa yang bersedia. Di tangan anak bungsunya itu, Renuka membayar kesalahannya. Jamadagni bertanya kepada Ramabargawa apa permintaannya setelah melaksanakan perintahnya. Ia meminta agar ibunya dihidupkan kembali, dosa dirinya kepada wanita yang telah melahirkannya diampuni, dan semua anggota keluarga bisa melupakan noda kelam yang telah terjadi.

Selain itu, Ramabargawa juga meminta agar memiliki kesaktian tiada tanding sehingga tidak ada seorang pun yang bisa mengalahkannya. Ini disebabkan ia ingin melampiaskan dendam kepada kesatria. Menurutnya, aib yang menerpa keluarganya merupakan perbuatan kesatria (Citrarata).

Semua permintaannya dipenuhi, hanya yang terakhir yang tidak sepenuhnya bisa diberikan. Ramabargawa diwarisi kemampuan nggegirisi (luar biasa), tetapi masih bisa dikalahkan titah titisan Bathara Wisnu.

Singkat cerita, pascaperistiwa memalukan itu, keluarga Jamadagni kembali merajut kebahagiaan hingga petaka terjadi. Pertapaan tiba-tiba diobrak-abrik gerombolan orang yang dipimpin kesatria bernama Hehaya.

Jamadagni gugur ketika mempertahankan diri. Ketika peristiwa itu terjadi, Ramabargawa sedang pergi meninggalkan rumah.

Peristiwa memilukan itu kian menguatkan kebencian Ramabargawa kepada kesatria. Ia bersumpah menghabisi setiap kesatria yang ia jumpai. Petualangan menggiriskan Ramabargawa baru terhenti ketika bertemu Ramawijaya, titisan Bathara Wisnu.


Menjaga moral

Kepergian Ramabargawa melanglang membasmi kesatria membuat Renuka gelisah. Apalagi, satu per satu empat anaknya meninggal dunia. Impitan kesedihan itu menggerogoti jiwa dan raga Renuka hingga akhirnya menyusul sang suami ke alam baka.

Hikmah kisah ini ialah impian Jamadagni dan keluarga hidup bahagia dalam kesederhanaan lenyap akibat adanya perselingkuhan. Pun, meski mereka melupakan aib, dampaknya tetap sulit dihindari.

Cerita ini juga mengandung pesan pentingnya menjaga moral. Luput mengendalikan akan menghadirkan bencana. Apalagi, kalau aparat sampai ikut mengurusi sehingga urusan yang sangat ‘intim’ menjadi konsumsi publik. (M-2)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya