Mendidik dengan Sabar, bukan Kasar

MI/SITI RETNO WULANDARI
24/5/2015 00:00
Mendidik dengan Sabar, bukan Kasar
(THINK STOCK)
KESAL dan ingin marah dengan tingkah laku anak pasti pernah dirasakan setiap orangtua. Ragam cara pun menjadi pilihan orangtua untuk mendidik agar anak paham akan kesalahannya.

Brigita Headline De Nai, 3, sering kali susah jika diminta makan oleh sang ibu, Ari Supriyanti Rikin. Tak hanya itu, Brigita juga terkadang sulit diatur. Namun, Ari tak lantas membentak Brigita, ia memilih untuk diam sejenak meredam emosi. Ari tahu, jika saat itu juga ia melampiaskan emosinya, sudah pasti Brigita akan merasa trauma melihat kemarahan orangtuanya.

Pernah juga, Ari keceplosan memarahi Brigita, tak lama ia lantas meminta maaf dan memeluk putrinya. Ketika melakukan kesalahan, Ari lebih memilih untuk menasihati ketimbang memberi hukuman.

"Solusi lain terkadang aku mengumpamakan di perutku ada bayi yang sedang dikandung, Brigita ingin punya adik. Jadi, aku selalu katakan padanya, untuk menjadi kakak, harus bisa memberikan contoh baik," kata Ari ketika ditanya tentang pola asuh yang diterapkan pada anak, Rabu (20/5).

Vina Fanesa, 27, tak suka melihat putrinya yang berumur 2 tahun 4 bulan, Phoebe Viane, suka memegang kaki saat makan. Perempuan yang akrab disapa Nesa itu tak suka karena hal itu akan mengotori tangan sang putri. Ia pun akan mengingatkan Phoebe agar tidak melakukan hal tersebut serta menjelaskan alasannya.

Setelah tiga kali omongannya tidak dihiraukan, ia akan memanggil nama sang anak dengan suara berat dan agak ditekan. Kalau masih tidak berhasil, ia pun meminta sang putri untuk menghadap tembok selama 5 menit.

Sebatas hal itu saja yang dilakukan Nesa dalam mendidik anak agar terbiasa hidup dengan perilaku yang baik. Nesa pun mengaku sangat menghindari cara-cara kasar. Orangtua, imbuh dia, seharusnya bisa sabar menghadapi beragam sikap anak.

"Kalau tidak menghadap tembok, dia akan melihat ke sana kemari. Harus diajarkan untuk ikut berpikir, apa yang dilakukan adalah hal yang tidak baik. Namun, cara yang baik mendidik anak itu tidak bisa disamakan, tergantung pola asuh sejak lahir dan juga usia sang anak," jelas perempuan yang berprofesi sebagai guru taman kanak-kanak itu.

Ia selalu mengajari anak agar makan dengan rapi di meja makan, mencuci tangan, dan berdoa sebelum memulai makan. Nesa pun mengakui, putrinya termasuk tipikal anak yang cukup keras, tetapi hingga kini, dengan apa yang ia terapkan, hal itu bisa membuat sang anak paham akan kesalahan yang diperbuat. Ia pun tidak mau memilih hukuman sebagai cara untuk mendidik agar anak mengetahui kesalahan yang diperbuat. Cukup dengan perkataan dan kesabaran, anak pun akan mengerti dan menuruti omongan kedua orangtuanya. "Bukan harus keras dan kasar, yang terpenting sabar dan tegas," ungkapnya.

Konsekuensi
Cara yang dilakukan Ari dan Nesa terhadap kedua anaknya ialah sebagai bentuk aturan. Bila sang anak melanggar akan dikenai konsekuensi.

Aturan yang jelas disertai dengan konsekuensi menjadi pilihan Erlinda, Komisioner Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), untuk mendidik anak-anaknya. Tentu, kedua hal tersebut harus dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pihak terkait. Beberapa contoh yang ia terapkan di rumah ialah mengerjakan ibadah salat lima waktu, berdoa sebelum makan, dan aturan-aturan agama lainnya.

Jika bermalas-malasan untuk menjalani aturan, anak harus menerima konsekuensi yang sudah lebih dulu disepakati. Hal yang menjadi kesenangan anak ialah hal yang akan menjadi sasaran konsekuensi.

"Kalau tidak mengikuti aturan, biasanya anak-anak tidak boleh bermain di akhir pekan atau tidak mendapat makanan yang sangat disukai. Ajari mereka paham akan konsekuensi," kata Erlinda kepada Media Indonesia, Kamis (21/5). (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya