Jalan Sunyi Sri Warso

MI/IWAN J KURNIAWAN
24/5/2015 00:00
Jalan Sunyi Sri Warso
(MI/IWAN J KURNIAWAN)
LELAKI bertubuh bangsai dan sedikit pendiam itu hanya tersenyum ranum. Ia tampak memelototi lukisannya sendiri berjudul Oleh-Oleh Banggar (acrylic on canvas, 100x100 cm). Ada semacam kemarahan sehingga ia tuangkan unek-uneknya lewat lukisan tersebut.

Adalah Sri Warso Wahono, yang selalu merasa jemu dengan situasi. Kejemuannya cukup beralasan karena menyangkut kehidupan berbangsa, terutama persoalan korupsi yang kian dan marak terjadi di negeri ini.

Lukisan Oleh-Oleh Banggar merupakan satire atas kasus Angelina Sondakh yang terlibat korupsi saat masih aktif di DPR. "Kesal sekali karena anggota DPR yang rakyat percaya pun kedapatan memakan uang rakyat sendiri. Sejarah mencatat, seorang perempuan berparas anggun itu harus mendekam di penjara karena korupsi," ujar Warso, di sela-sela pameran tunggalnya bertajuk Jakarta 18, di Balai Budaya, Menteng, Jakarta Pusat, pertengahan pekan ini.

Hajatan kali ini menjadi penting bagi Warso. Selama 53 tahun menjadi pelukis, akhirnya ia bisa merayakan pameran yang ke-18. Ia kian mengukuhkan dirinya sebagai salah satu pelukis ternama di jagat seni rupa Indonesia.

Bila di Bandung ada pelukis kawakan kelahiran Meulaboh, Aceh, AD Pirous, dan di Yogyakarta ada pelukis Joko Pekik yang selalu menjadi perbincangan banyak orang, di Jakarta juga ada orang pelukis unik. Ya, tak lain ialah Warso.

Unsur deformasi masih cukup kuat dalam karya Warso yang dipamerkan kali ini. Karyanya lekat dengan pergelutan batin. Kadang bermain di ranah abstrak, tetapi pada karya lain, ia masih berpaku pada tradisi. "Saya ngelukis saat kasus Angelina sedang hangat-hangatnya pada 2012. Saya simpan di rumah dan baru dibawa ke pameran ini. Kasus Banggar (Badan Anggaran) kan sangat menggempar. Apalagi, melibatkan perempuan cantik," cetus Warso.

Sebagai saksi zaman, Warso piawai menghadirkan kejadian sosial politik. Ia pun apik menangkap pelbagai kekarut-marutan politik. Itu bisa kita temukan pada serial rampogan. Secara etimologi, kata tersebut berasal dari bahasa Jawa, yaitu 'rayahan' atau 'rebutan'.

Karya rampogan itu bisa kita lihat pada lukisannya yang berjudul Alap-alapan Jokowi-JK (200x300 cm, 2014). Karya itu kuat dengan unsur realisme sosial karena Warso melihat momen bersejarah saat Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla diarak menggunakan kereta kencana dari Bundaran HI menuju ke Istana Presiden.

"Saat itu saya menunggu di depan Museum Nasional. Momen penting itulah yang saya tuangkan lewat karya ini. Di sini ada euforia. Rakyat mengelu-elukan pemimpin untuk mendukung revolusi mental," jelas dia.

Ibarat wayang
Budayawan Arswendo Atmowiloto turut hadir membuka pameran yang berlangsung pada 12-21 Mei lalu. Ia berceloteh tentang dunia imaji yang Warso hadirkan kali ini. Arswendo pun mengibaratkan kehadiran dirinya di Balai Budaya, yang kerap atapnya bocor di saat hujan, seperti bertandang ke pertunjukan wayang kulit.

Rampogan yang Warso hadirkan sesungguhnya ialah salah satu wayang yang aneh. Konon wayang rampogan diciptakan Kiai Sunan Bonang. Rampogan pun bisa berisi prajurit serta kuda lengkap dengan senjatanya. Rampogan lebih kolektif, lebih massal, dan pemunculannya pun pada jam pertunjukan tertentu.

"Lukisan Warso ialah pentas wayang kulit semalam suntuk. Yang diringkas dalam salah satu unsurnya yaitu rampogan. Lukisannya bukan pula omongan batu akik atau artis yang berpenghasilan Rp80 juta per short time, melainkan diungkapkan lewat idiom seni lukis," ucap Wendo, sapaan akrab Arswendo.

Warso memang bukan perupa kemarin sore. Dia kenyang makan asam garam dalam jagat seni rupa nasional ataupun internasional. Dia, misalnya, pernah menghadiri Biennale Dunia ke-20 di Sao Paulo, Brasil, pada 1989. Dia kini sudah memilih jalan sunyi sebagai seniman. Permenungan atas hidup sejatinya akan membawa Warso, yang pada 17 Juni nanti genap berusia 67 tahun, diuji zaman. (M-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya