Cita Rasa Baru Kera Sakti Jepang

Abdillah Marzuqi
20/3/2016 00:00
Cita Rasa Baru Kera Sakti Jepang
(Dok. Teater Salihara)

PANGGUNG itu sederhana. Ruang peran hanya berupa hamparan tanpa level peninggi. Tak tampak pula banyak properti panggung. Semacam jarak aman, ada ruang imajiner sekitar 1 meter di sisi depan panggung. Jarak tersebut menjadi pembatas antara ruang penonton dan pemain.

Di belakang panggung beberapa kain putih digantung menjulur dari atas ke bawah.

Dua kain berada paling depan. Masing-masing berposisi lekat pada tepian panggung yang berseberangan. Lapisan berikutnya juga ada dua kain, tetapi posisinya agak ke tengah panggung. Lapisan berikutnya mengikuti pola sebelumnya, sisi kanan-kiri dan mengerucut ke tengah panggung. Berlapis kain sampai bertemu pada sisi belakang panggung. Itulah setting panggung dalam pentas Kera Sakti karya kelompok teater asal Jepang, Ryuzanji Company. Pementasan dihelat di Teater Salihara, Jakarta, pada 11-
12 Maret 2016. Menurut rencana, lakon ini juga bakal dipentaskan di beberapa kota, yakni Yogyakarta, Magelang, dan Bali.

Latar bergambar garis melengkung bertumpuk. Kain latar tersebut tidak mati. Ada proyektor yang ditembakkan. Latar bisa berubah kesan menjadi gurun, gua, gunung, dan padang pasir. Senyawa antara lampu panggung, latar, dan multimedia menjadikan setiap adegan terasa begitu hidup.

''Seekor kera terpenjara dalam gua. Di tempat tinggi sunyi tempat hukuman para dewa. Loncat ke sana ke sini bertindak sesuka hati.''

Bait lagu pembuka serial televisi tersebut tidak berubah makna dalam pentas ini. Goku memakan buah keabadian. Ia tidak akan pernah mati walaupun tubuhnya dipotong-potong atau dibakar. Goku tetap liar dan menantang siapa pun, termasuk para dewa. Goku mengamuk di surga dan dikutuk para makhluk surgawi menjadi sebongkah batu selama 500 tahun.

Pentas ini memang diadaptasi dari kisah Perjalanan ke Barat karya Wu Cheng'en pada Dinasti Ming. Detail cerita pun tak banyak berubah. Kera Sakti yang terpenjara dalam gua diselamatkan manusia mirip tuyul yang sedang melakukan perjalanan ke Barat untuk mencari kitab suci.

Bersama Hakkai (Cut Pat Kay) dan Sagojo (Sha Wujing), mereka menempuh perjalanan. Goku dihadang banyak hambatan. Termasuk ketika menuju ke gunung, ia harus berhadapan dengan gunung api yang mengamuk. Goku berjuang mendapatkan kipas lipat untuk memadamkan amukan api itu.

Tidak membosankan
Meski cerita sama, khawatir akan bosan lebih baik ditiadakan dari benak. Selama 2 jam durasi pertunjukan, cerita itu diolah dengan teknik sajian ala seni panggung kontemporer.

Pentas ini memakai bahasa Jepang. Namun, juga tersedia subtitle yang terpampang di sebelah atas latar panggung. Mirip menonton televisi berbahasa asing, tetapi subtitle beralih ke atas.

''Jika kamu harus hidup sendirian, mengapa tidak hidup dalam sebuah cerita yang tidak pernah berakhir?'' Itulah pesan Goku (Sun Go Kung) yang tertulis dalam selebaran (flyer/pamflet) pengantar acara.

Frasa 'cerita yang tidak pernah berakhir' ialah kunci untuk memahami pentas ini. Selama pentas selama sekitar 2 jam, banyak adegan yang berulang berkali-kali. Dari mulai Goku berada di dalam gua, sampai ketika Goku berusaha mendapatkan kipas sakti untuk melintas gunung api.

Berulang tapi tak membosankan. Setiap adegan selalu punya detail berbeda. Itu juga yang menjadikan pentas ini sangat layak untuk diapresiasi. Bahkan adegan dan dialog yang mengesankan proses latihan juga sering kali muncul. Seperti ketika produser Show Ryuzanji yang tiba-tiba masuk panggung dan meminta pemain melanjutkan cerita tanpa berbelit-belit.

Tawa terbahak penonton hampir selalu terdengar sepanjang pertunjukan. Banyak detail adegan yang mampu mengocok isi perut. Salah satunya ialah ketika produser dipukul Goku sebab dianggap membosankan. Atau ketika Sagojo dan Chohakkai mengucap 'astagfirullah' dengan logat Jepang yang kental ketika melihat siluman.

''Beginilah cinta deritanya tiada akhir,'' begitu kutipan terkenal dari Cut Pat Kay dalam serial televisi. Berbeda agak jauh dengan sosok berwujud siluman babi dalam pentas ini. Soal cinta bahkan tidak dibahas sama sekali. Lebih kental ialah pertanyaan mengenai siapa diri dan ke mana tujuan. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya