SHORE, band asal Jakarta kini sedang bersemangat memproduksi lagi album pertamanya, Nu School Jamaican Sound. Album itu dikemas bersama dengan album yang keluar akhir tahun lalu Tak Ingin Kalah Lagi. Bukan dalam bentuk CD, keduanya dibuat dalam kaset. Sebanyak 20 buah double cassette telah ludes dalam waktu singkat. "Sekarang sudah habis terjual dan mau produksi lagi, paling banyak 20 lagi untuk barang koleksi saja. Karena direct selling (penjualan langsung) jadi tidak pakai bayar cukai," papar sang manajer, Alfian.
Shore hanya satu dari sekian banyak musikus yang mencoba beralih dari keping cakram dan digital. Ini disambut antusias penikmat musik. Seperti pada Selasa (5/5) di Jakarta, ratusan keping piringan hitam (vinyl) Pure Saturday diserbu pembeli. Pada 18-19 April lalu, sebuah gelaran tahunan untuk memperingati karya musik dalam bentuk fisik bernama Record Store Day di gelar di kawasan Blok M, Jakarta. Perhelatan ini merupakan adopsi dari kegiatan serupa di Amerika pada awal 2000-an.
Sebanyak 44 album dalam berbagai format, terutama kaset dan piringan hitam dari musisi Indonesia, dirilis bersamaan hari itu. Meningkat jauh dari tahun lalu yang hanya ada 10 musikus merilis album mereka. Selain menghindari pembajakan, rupanya peralihan bentuk rekaman ini juga untuk memenuhi selera konsumen yang, terutama menginginkan keunikan desain sampul album.
"Penikmat musik tidak hanya menikmati musiknya, tetapi juga menganggap sampul album ini sebagai karya seni tersendiri yang juga memuat informasi pembuatan album, ucapan terima kasih, judul lagu, lirik, dan juga desain sampul itu sendiri," tutur pengamat musik, Stanley Tulung. Bukan sekadar nostalgia, kembalinya bentuk rekaman fisik ini bisa melahirkan ceruk baru yang sama-sama menguntungkan musisi dan pecinta musik.