SUDAH hampir satu tahun, Rakamulya, 9, meminta diberikan uang saku. Sebelumnya, bocah yang duduk di kelas 3 sekolah dasar (SD) itu tak pernah membawa uang saat sekolah, hanya bekal makanan dari rumah. Kedua orangtuanya menyambut gembira keinginan sang anak, tetapi tidak mau dengan mudah meloloskan permintaan tersebut. Diskusi dan bertanya pada teman lain menjadi pilihan Inga Nuh, 35, dan suami untuk tidak salah mengabulkan keinginan sang anak.
Inga berinisiatif meminta Raka membuat rencana keuangan dengan mencantumkan harga makanan dan minuman yang dijajakan di sekolahnya. Raka semangat mencari tahu harga segala jenis makanan dan minuman yang disukainya, termasuk uang saku yang dibawa teman-temannya. Inga tidak mau Raka berlebih atau kekurangan dalam hal uang saku. Satu kotak risol isi dua dijual seharga Rp7 ribu dan minuman Milo Rp10 ribu per gelas.
"Pertama, saya kasih Rp10 ribu per hari, Raka bilang enggak cukup. Saat saya tahu harga jajanan di sekolahnya ternyata benar tidak cukup he he. Harga detail jajanan dan uang saku teman jadi bahan presentasi Raka kepada kami untuk apa ia perlu uang saku, dan nantinya dipakai untuk apa saja. Karena setelah habis, kami akan meminta pertanggungjawaban pengeluaran uang saku," ujar Inga saat ditemui di wilayah perkantoran Sudirman, Jakarta, Kamis (30/4).
Sejak melakukan presentasi, Raka dibekali uang saku Rp100 ribu per minggu. Namun, Inga juga mengingatkan Raka bersedekah dan menabung. Alhasil Raka menghitung dan membagi uang yang diperlukan setiap harinya. Senin-Kamis ia bisa jajan dengan jumlah uang Rp20 ribu, sedangkan Jumat, uang jajannya hanya Rp10 ribu, sisanya Rp5 ribu untuk amal di masjid dan Rp5 ribu ditabung di celengan rumah. Sementara jika ada pameran di sekolahnya, Raka akan membawa uang lebih dengan konsekuensi tidak ada uang tambahan jika uangnya habis sebelum waktunya. Lain Raka, lain pula sang adik, Attararya, 4, dengan keinginan yang sangat beragam. Ingin membeli lego, action figur, dan mainan lainnya karena itu Inga dan suami enggan memasuki toko mainan saat sedang berjalan-jalan di pusat perbelanjaan. Melihat sang kakak memiliki tabungan, ia pun menginginkan hal sama. "Attar mau punya tabungan untuk beli mainan dan pergi ke Paris, tetapi Attar kan belum punya uang," ujar Inga menirukan pernyataan putra bungsunya.
Inga menjanjikan sejumlah uang yang disebut gaji jika Attar membantunya sekali seminggu. Inga ingin menerapkan pemikiran tidak mudah mendapatkan uang dan harus dipikirkan saat penggunaannya.
"Ya, jajan kalau lagi pergi bersama-sama di mal saja. Attar mengantar dan menemani saya belanja, membacakan harga barang yang kami butuhkan, memang ia belum bisa menyebut seratus ribu, ia masih mengeja per angka," tutur Inga menceritakan pengajaran pengelolaan uang kepada anak. Belanja, imbuh Inga, menjadi media bagi putra bungsunya belajar setiap barang ada nilai tersendiri sehingga harus jeli dan harus sesuai dengan rencana awal. Mengendalikan diri Fadila Nurul Lina, 27, mengaku sejak kecil sudah dicekoki peribahasa hemat pangkal kaya oleh sang ibu, Sri, 52, yang menghadiahkannya celengan. Sri meminta putri sulungnya itu mengisi celengan dari hasil uang sakunya, ketika itu menabung masih dipahami perempuan yang akrab disapa Fafa, sebagai tindakan untuk meÂngumpulkan sisa uang jajan. Ketika sudah merasa celengannya penuh, Fafa segera membongkar untuk dibelikan apa yang ia inginkan.
Begitu menginjak sekolah menengah pertama (SMP), Fafa bukan lagi mengumpulkan uang sisa, tetapi menyisihkan uang saku. Ia harus mengelola uang yang diberikan untuk rentang waktu 1-2 minggu.
"Kalau habis ya enggak boleh minta lagi, nunggu sampai nanti waktunya dikasih lagi ha ha ha. Kadang uang jajan per hari itu ditentukan, misal dikasih Rp50 ribu, ya habisnya 10 hari," tukasnya terbahak. Kini perempuan yang bekerja di bidang perbankan merasakan manfaat dari ajaran untuk mengelola uang sejak kecil, ia jadi merasa lebih bisa mengendalikan diri jika menginginkan sesuatu. Ketika kondisi keuangan sudah menipis, ia akan sangat berhati-hati untuk membeli barang-barang.
Sementara itu, Raka dan Attar memiliki kebiasaan tidak meminta kedua orangtuanya membelikan apa yang mereka inginkan. Dengan sadar, mereka akan menabung lebih dulu demi mencapai keinginan. Inga dan suami menginginkan anak mereka melek finansial sejak kecil, harus paham kalau mereka mencari uang untuk biaya pendidikan dan kesehatan anak. Kalau Raka tidak memberikan rencana keuangan dan laporan pengeluaran, tidak akan mendapat uang saku.
Namun, tegas Inga, putra sulungnya tersebut memang tidak memiliki banyak keinginan seperti sang adik. Inga paham, jika Raka tidak memberikan kedua hal itu, ia sedang tidak membutuhkan apa pun. Kali ini, Raka sedang ingin pergi ke Bali dan membelikan neneknya tiket untuk ikut, ia pun segera melaporkan rencana keuangan kepada Inga dan suami.
"Kadang suami itu enggak tegaan, suka meminta saya untuk memberikan saja apa yang diminta anak ha ha ha. Raka lagi giat meminta uang saku, untuk beli tiket ke Bali sama neneknya. Ya, manfaatnya mereka jadi memiliki rencana keuangan, mengelola tak hanya menabung, tetapi juga membagi jumlah uang sesuai kebutuhan riil. Kalau Attar sekarang jadi jarang tantrum, dia sudah paham, Attar cuma lihat, kan nabung dulu kalau ingin beli," papar Inga sembari menirukan ucapan putra bungsunya.
Inga tak mendapati kedua putranya menjadi pelit karena pengajaran keuangan yang diberikan, Attar justru menjadi lebih teliti saat membeli, menanyakan kegunaan mainan tersebut, apakah ada diskon yang diberikan, dan menghitung apakah uangnya cukup untuk membeli. (M-4)