Ketika Pemerintah belum Hadir, Kami Ada

Her/M-1
28/2/2016 10:27
Ketika Pemerintah belum Hadir, Kami Ada
(komunita.id)

TIDAK semua Kopaja ugal-ugalan di jalan dan meninggalkan kepulan asap hitam pekat di belakangnya. Ada juga yang kehadirannya berupaya mengurangi populasi anak yang mencari nafkah di jalanan. Tentu bukan kendaraan umum Kopaja yang dimaksud, melainkan Koppaja alias Komunitas Peduli Pendidikan Anak Jalanan.

Keduanya dibaca serupa, tetapi merujuk kepada hal yang berbeda. Komunitas itu berisi orang-orang yang mengajar dan mengamalkan ilmu mereka secara tulus kepada anak-anak jalanan, sembari memberi movitasi agar anak-anak itu mau sekolah kembali.

Selain koppaja, banyak komunitas yang terbentuk karena didorong hasrat untuk berkontribusi. Blood for Life, salah satunya, terbentuk pada Maret 2009, awalnya beranggotakan 44 orang, kini tak kurang 98 ribu donor yang siaga manakala darah mereka dibutuhkan.

"Kita mengisi apa yang dulu tidak cukup dipenuhi sendiri oleh Palang Merah Indonesia. Sekarang paling lama hanya butuh 2 jam untuk orang cari donor, padahal dulu bisa berminggu-minggu," sebut Valencia Mieke Randa, sang pendiri, ketika dijumpai dalam peluncuran Komunita.id.

Itulah yang bisa ditawarkan komunitas, aksi nyata yang berkontribusi mengisi kekosongan peran pemerintah.

Berbagi di ruang publik
Nah, bagaimana dengan komunitas yang terkesan hanya mengedepankan kesenangan, budaya konsumtif, dan pengidolaan terhadap hal atau orang tertentu? Apa kontribusi mereka?

Jangan sepelekan peran mereka! Banyak juga komunitas penyuka otomotif atau fans klub artis yang rajin mengadakan kegiatan sosial dengan berdonasi. Semakin banyak kegiatan positif semacam itu dilakukan di masyarakat, makin banyak pula yang terlibat dalam upaya mengatasi masalah sosial.

Sebagian orang memerlukan kawan untuk termotivasi melakukan kebaikan. Karena itu, komunitas bisa menjadi wadah motivasi. Di sisi lain, ketika bersama-sama, langkah kebaikan pun lebih banyak dan bermakna.

Alasan Asep bertemu
Betul, perkara angka juga menjadi kekuatan dari komunitas yang menjadikannya layak diperhitungkan dalam kehidupan bernegara. Lihat saja Paguyuban Asep Dunia yang ketika mengadakan Konperensi Asep-Asep (KAA) pada tengah tahun lalu, dihadiri lebih dari 350 orang. Apa gunanya mengumpulkan orang dengan nama yang sama? Nyatanya banyak. Karena ketika mereka dilibatkan dalam kampanye sosial, berarti lebih banyak orang yang menyerukan hal sama. Belum lagi bertemunya orang dari latar belakang berbeda, kolaborasi bisa sangat kaya.

Dengan luas negara ini dan penyebaran penduduknya, disparitas bisa dibilang hal yang wajar terjadi. Itu bukan berarti kita memberi pembenaran terhadap pengabaian pemerintah. Namun, menghadirkan solusi lebih bermanfaat ketimbang hanya berkoar-koar marah dan mengkritik pemerintah. "Komunitas harus jadi solusi. Ibarat puzzle, kita ini satu keping solusi untuk mengatasi persoalan bangsa. Jangan lagi menuntut pemerintah, justru ngasih contoh ke pemerintah bagaimana caranya," usul Asep Kambali.

Nah, mau jadi bagian dari solusi? Mungkin ini saatnya untuk mencari komunitas yang sesuai dengan idealisme, minat, atau hobi Anda, lantas mengisi waktu dengan bermanfaat bersama orang-orang lainnya. (Her/M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya