Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
SAAT menuju ke sungai itu, saya memilih tersesat ketimbang bertanya. Sore itu, saya bertolak dari perpustakaan pusat Kota Frankfurt di kawasan Konstablerwache. Berbekal peta dan petunjuk rute kereta di stasiun, saya mengulik sendiri cara mencapai tepian Sungai Main. Ternyata, saya benar-benar tersesat. Setelah tiba di Stasiun Schweizer/Gartenstrase, langkah kaki ini malah menjauhi sungai. Meski begitu, saya tetap bisa menemukan hal menarik untuk dinikmati.
Dari penjual buah-buahan segar di pinggir jalan, hingga tanaman rambat yang menutupi sebuah gedung dengan warna khas musim gugur. Setelah merasa cukup banyak waktu yang terbuang, saya menyerah. Seseorang kemudian mengarahkan ke sungai yang saya tuju.
Menakjubkan
Sungai Main melintasi Kota Frankfurt dan Wurzburg. Sungai ini membentang sepanjang lebih dari 500 km. Ada satu kata yang menggambarkan impresi saya ketika tiba di sebuah pinggirannya: takjub! Bentangan lebar sungai begitu luas. Di kiri dan kanannya pun tampak jalur pejalan kaki, dan warna dedaunan yang bukan hanya hijau.
Saya bergegas menuju ke tengah jembatan Untermainbrucke, menengadah ke arah barat. Awan bergumpal, asap dari sebuah cerobong mengepul. Satu dua gedung bergaya modern menjulang, sedangkan bangunan berjendela banyak berarsitektur khas Eropa lebih mendominasi.
Warna dedaunan berselang-seling, sebuah perahu motor memecah riak tenang sang sungai. Saat berbalik arah, saya memandang Kaiserdom St Bartholomeus. Bangunan yang juga dikenal sebagai Frankfurt Chatedral itu menjulang sedikit tertutup jembatan Eiserner Steg. Kala senja tiba nanti, saya akan mengunjungi keduanya.
Saat sore masih terang, saya menuruni jembatan, menepi menuju sebuah bangku kosong. Membelakangi taman dengan bebek di rerumputan hijau, saya menaruh semua barang bawaan dan duduk.
Tak jauh dari sana, kapal motor Meral Event yang menjual donner khas turki tertambat. Dua orang pengunjung menyunggingkan senyum ke arah saya, menyatakan ‘halo’ dalam bahasa universal.
Cukup lama saya menghabiskan waktu di sana. Sesekali beberapa orang warga yang sedang joging melintas. Mereka cuek, saya menggambar sketsa hingga langit membiru pekat. Tiba-tiba sebuah lengkingan terdengar lantang. Suaranya menggema hingga seluruh penjuru kota. Keras sekali.
Saya tak menyangka sebelumnya, ternyata di seberang sana ada sebuah kereta uap siap melaju. Desis khas itu beberapa kali berbunyi, diiringi kepulan asap putih dan derap khas suara laju kereta. Seraya rangkaian gerbong itu berlalu, saya menuju lokasi lain.
Sahabat Indonesia
Relasi Frankfurt dan Indonesia memang istimewa. Saat Museumsufer Fest, festival museum di tepi Sungai Main digelar, Indonesia dan budayanya dirayakan. Begitu gelaran itu berakhir, giliran Indonesia jadi tamu kehormatan Frankfurt Book Fair, festival buku terbesar sedunia pada 19-23 Oktober 2015. Poster promosi tentang Indonesia tersebar di sejumlah sudut kota, bahkan gerobak penjual satai pun ada.
Saya melanjutkan perjalanan menyusuri pinggiran Sungai Main ke arah timur. Saya kemudian tiba di pangkal jembatan Eiserner Steg. Coba tebak, apa yang akan Anda dapati di atas jembatan yang rampung dibangun tahun 1868 ini?
Jembatan gembok
Gembok. Ya, kunci gembok. Lengkap bertuliskan nama pasangan yang memasangkannya. Rupanya jembatan ini berfungsi serupa seperti jembatan Pont des Arts di Paris, Prancis. Bedanya, gembok jembatan cinta di Kota Mode itu sudah dipindahkan sejak pertengahan 2015 lalu. Memanfaatkan ruang kosong di antara pagar jembatan, sepasang kekasih memasangkan gembok mereka. Setelahnya, pasangan yang nampaknya berasal dari Jepang itu berfoto.
Frankfurter Stadt Hall
Pelesir di tepian sungai hari itu menuntun saya ke simbol utama kota Frankfurt: kawasan Altstadt atau kota tua. Di sana, terdapat balai kota Frankfurt alias Frankfurter Stadt Hall alias Romer. Sebelum beralih menjadi kantor wali kota selama 600 tahun lebih, hingga 1405, gedung ini berfungsi sebagai vila.
Ketika saya menghampiri gedung itu, ada suara merdu yang muncul dari dalam. Ketika saya hampiri, rupanya ada sebuah pertunjukan seni di dalam sana. Tepat di hadapan Romer, ada sebuah alun-alun. Di bagian tengahnya ada sebuah patung berhias air mancur. Namanya Fountain of Justice. Patung berbahan perunggu itu dibuat 1887.
Kalau sudah ada di kawasan kota tua itu, jangan lupa pula untuk kunjungi sebuah gedung bernama Kunstverein, galeri yang selalu memamerkan karya seni kontemporer. Ketika itu, karya instalasi buatan Joko Avianto menghiasi pintu masuknya. Selain Joko, sejumlah perupa asal Indonesia juga sedang memamerkan kreasi mereka.
Dari sana, saya kemudian menyisir pinggiran Jalan Braubachstrase. Di tepian jalan itu ada Fotografie Forum Frankfurt. Dari luar sebuah foto ikonik terpampang besar: ‘ciuman salam’ antara pemimpin Uni Soviet Leonid Berzhnev dan pimpinan partai Jerman Timur Erich Honecker.
Gereja Katedral Frankfurt
Saya pun tiba di ujung perjalanan. Gereja megah yang saya lihat dari jembatan sore tadi kini sudah ada tepat di hadapan muka. Gereja Katedral Frankfurt ini juga dikenal dengan nama Dom. Kini, Dom tidak lagi berfungsi sebagai tempat ibadah, tapi sebagai museum. Yang dipamerkan di dalamnya ialah temuan seputar gedung yang berdiri sejak 1356 itu.
Seusai menikmati Dom, saya bergegas menuju statsiun kereta bawah tanah. Hari yang kaya cerita! (M-1)
miweekend@mediaindonesia.com
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved