PESAWAT angkasa luar Amerika Serikat (AS) Messenger secara mengejutkan menemukan es dan bahan kimia lainnya di Planet Merkurius. Messenger--kependekan dari Mercury Surface, Space Environment, Geochemistry, and Ranging--mengelilingi planet terdalam tata surya selama lebih dari empat tahun.
Para ilmuwan NASA, Kamis (16/4), mengatakan Messenger kehabisan bahan bakar dan kehilangan ketinggian.
Pesawat akan meluncur dengan kecepatan tinggi dan diperkirakan jatuh di dekat kutub utara planet itu pada 30 April.
"Messenger akan melewati bagian belakang planet dan tidak terlihat dari Bumi, dan tidak akan muncul lagi," ujar Daniel O'Shaughnessy, insinyur dari Laboratorium Fisika Terapan John Hopkins University yang mengoperasikan pesawat ruang angkasa.
Dampak jatuh pesawat dengan kecepatan 14.040 kilometer per jam itu akan meninggalkan kawah sedalam 52 meter dengan diameter 16 meter.
Temuan terbesar Messenger yang akan membuatnya dikenang ialah adanya kalium dan belerang--volatil yang seharusnya menguap di bawah kondisi terik matahari--di Merkurius.
Merkurius hanya berjarak 36 juta mil dari matahari.
Namun, Messenger membuktikan ada es dan bahan lain di planet itu.
Bahkan mungkin ada bahan berbasis karbon di lantai kawah, tempat sinar matahari tak terjangkau.
Suhu di Merkurius bisa mencapai 800 derajat fahrenheit atau 427 derajat celsius.
Akan tetapi, di sekitar kutub utara planet itu, di daerah permanen yang terlindung dari panas matahari, pesawat ruang angkasa Messenger milik NASA menemukan campuran air beku dan kemungkinan materi organik.
Bukti es yang besar terlihat di lintang 85 derajat utara sebelum kutub utara planet Merkurius, dengan lapisan yang lebih kecil, tersebar sejauh 65 derajat utara.
Gregory Neumann, ilmuwan instrumen Messenger NASA di Goddard Space Flight Center di Maryland, AS, mengatakan penemuan tersebut menyebabkan NASA akan mengarahkan pengamatan pesawat ruang angkasa Messenger terhadap daerah itu dalam beberapa bulan mendatang.
Lebih tepatnya, saat sudut yang memungkinkan pencahayaan dari matahari menghasilkan gambar yang lebih baik.
"Ada misi yang sedang berlangsung, saat pesawat ruang angkasa memungkinkan untuk melihat lebih jauh ke utara," kata Neumann, penulis utama dari salah satu tiga studi Merkurius di jurnal Science edisi 29 November 2012.
Para peneliti juga percaya kutub selatan Merkurius memiliki es.
Namun, orbit Messenger tidak memungkinkan untuk memperoleh penglihatan yang lebih luas dari wilayah tersebut.
Messenger terbang spiral lebih dekat ke Merkurius pada 2014 dan 2015, mengingat pesawat itu kehabisan bahan bakar dan terganggu oleh gravitasi matahari dan Merkurius. Pesawat ruang angkasa itu akan memudahkan peneliti melihat lebih dekat es itu dan jumlahnya.
Spekulasi es Spekulasi tentang es di Merkurius muncul lebih dari 20 tahun lalu.
Pada 1991, astronom menembakkan sinyal radar ke Merkurius dan menerima hasil yang kemungkinan menunjukkan ada es di kedua kutub.
Hal itu diperkuat saat dilakukan pengukuran pada 1999, yang menggunakan sorotan radio teleskop Arecibo Observatorymicrowave di Puerto Riko yang lebih kuat.
Radar kembali menyoroti kutub melalui New Mexico Array Very Large, sebuah kompleks observatorium astronomi radio yang menunjukkan daerah putih yang diduga peneliti adalah es.
Sebuah pemandangan yang lebih dekat, tentunya memerlukan sebuah pesawat ruang angkasa. Pesawat ruang angkasa Messenger kemudian menetap ke orbit Merkurius pada Maret 2011, setelah beberapa flybys (sejenis misi penerbangan pesawat ruang angkasa) diluncurkan.
Selanjutnya, NASA menggunakan laser pengukur tinggi untuk menyelidiki kutub di planet itu.
Namun, kekuatan cahaya laser tersebut lemah, hanya cukup kuat untuk membedakan daerah es terang dari sekitar regolith (lapisan longgar material heterogen meliputi batuan padat) Merkurius.
Saat itu, Neumann mengatakan, "Hasilnya membuat penasaran." Ada beberapa titik terang dalam kawah.
Materi organik Neuman ingat anggota tim John Cavanaugh cukup yakin dengan apa yang mereka temukan.
Cavanaugh telah menjadi bagian dari tim Lunar Reconnaissance Orbiter (LSO) NASA dan ia telah melihat pola aneh yang sama di bulan milik Bumi saat LRO menemukan es di kutub bulan Bumi pada 2009.
Pemanasan cahaya di Merkurius akan mencampur hampir semua es dengan sekitar regolith.
Ada kemungkinan pula material organik yang menempel ke planet berkat komet dan asteroid yang kaya es."Jadi, apa yang Anda lihat adalah fakta bahwa air es tidak dapat bertahan tanpa batas di lokasi tersebut karena suhu tampaknya melonjak," kata Neumann.
Messenger menggunakan neutron spektrometer untuk mengukur zat cair, yang merupakan komponen besar di es. Akan tetapi, profil temperatur tiba-tiba menunjukkan kondisi gelap, material mudah menguap yang bercampur dengan es.
Kondisi itu sama dengan iklim tempat material organik bertahan hidup.
"Ini sangat menarik. Anda mencari bahan-bahan yang cerah dan Anda melihat hal-hal gelap. Astaga, ini sesuatu yang baru," kata Neumann.
Material organik merupakan 'unsur kehidupan' meskipun material tersebut tidak selalu mengarah kepada adanya bukti kehidupan itu sendiri.
Sementara itu, beberapa ilmuwan berpikir komet yang memuat material organik mencetuskan teori terbentuknya kehidupan di Bumi.