Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
GERIMIS yang turun sejak malam hingga pagi hari membuat matahari seperti tak beranjak. Langit yang cukup gelap pada Jumat (12/2) itu tetap tak menyurutkan para perajin batik di Desa Maos Kidul, Kecamatan Maos, Cilacap, Jawa Tengah (Jateng), untuk beraktivitas.
Ada empat ibu yang usianya telah lebih dari 50 tahun dengan tekun menyelesaikan membatik pada kain di depannya. Mereka melingkari wajan yang berisi malam. Lalu canting yang digenggamnya dicelupkan pada malam cair yang panas, kemudian menggoreskan pada kain tersebut.
Para ibu setengah baya itu bekerja di Sanggar Batik Rajamas yang digawangi oleh pasangan istri suami, Euis Rohaini dan Tonik Sudarmaji. Euis menyulap rumah tinggalnya sebagai tempat usaha. Di teras sebagai tempat para ibu yang membatik tulis. Samping teras merupakan etalase kain dan baju batik, sedangkan di bagian belakang rumah ialah tempat mewarnai.
"Dari tempat inilah kami merintis pengembangan Batik Maos sejak 2007 silam. Dulu Batik Maos sempat mengalami kejayaan tahun 1950 hingga 1970. Tetapi karena kalah bersaing, beberapa dekade redup. Kebetulan suami adalah cucu dari pewaris Batik Maos. Kami berdua sepakat memulai menghidupkan lagi pada 2007 silam. Alhamdulillah sampai sekarang berjalan dan berkembang," ujar Euis saat ditemui Media Indonesia Jumat (12/2).
Saat ditemui, Euis tengah menyiapkan selendang batik dengan pewarna alami dari kulit mahoni bercorak Parang Barong. Kebetulan mulai Maret, Euis dan suaminya kami mendapat kepercayaan dari maskapai nasional Garuda Indonesia untuk memasok selendang batik. Setiap bulannya ada 250 potong bercorak Parang Barong dan Kembang Amring Ceker Ayam. "Kain yang kami pasok untuk Garuda Indonesia memang eksklusif karena batik tulis dan menggunakan pewarna alami sebab untuk menembus pasar itu tidak main-main. Karena sebelumnya ada setidaknya 100 perajin yang ikut serta dan dikurasi desainer terkenal. Kami bersyukur karena kain yang kami produksi terpilih dan pada Maret mendatang mulai memasok," jelasnya.
Sebelumnya, kata Euis, dia juga memasarkan ke Jakarta, Surabaya, Bandung, bahkan hingga ke Australia. "Kami mendapat kontrak dengan dinas dan instansi di beberapa kota. Tetapi, kalau dengan instansi, biasanya batik cap, sedangkan untuk ke kota-kota besar dan luar negeri biasanya yang buatan tangan atau batik tulisnya. "Menurut Euis, memang kalau untuk batik tulis sangat segmented pasarnya. Harganya pun bisa sampai Rp2,5 juta hingga Rp3,5 juta. "Meski begitu kami juga tetap menyediakan batik cap dengan harga Rp70 ribu per potong," ujar Euis.
Teknologi informasi
Meski bergelut pada kerajinan tradisi, Euis tidak dapat melepaskan diri dari teknologi informasi. Sebab, kata dia, pemanfaatan merupakan hal yang vital dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan saat ini. Euis pun memanfaatkan media sosial seperti Whatsapp (WA), BBM, Facebook dan lainnya agar memudahkan berinteraksi dengan konsumen. "Termasuk bagaimana mendiskusikan corak dan model yang cocok dengan mereka," katanya.
Ia mencontohkan untuk menentukan corak yang dimaui pelanggan, Euis akan mengirimkan foto-foto produksinya. Hal itu akan lebih memudahkan karena pelanggan tidak perlu jauh-jauh datang sehingga mereka dapat berkonsultasi dan corak seperti apa yang diinginkan. Mereka juga tak perlu jauh-jauh datang ke sini, bisa menghemat waktu. Yang penting sudah terjalin kepercayaan," ujar Euis.
Bahkan, sewaktu mendapat kesempatan dari pemerintah untuk studi banding ke Adelaide, Australia, dan mengikuti kursus di Flinders University, Euis juga mulai menawarkan hasil produknya ke orang-orang di sana. "Pada Agustus hingga Desember 2015 sewaktu di Australia itulah saya menawarkan produk-produk batik ke orang-orang di sana. Lagi-lagi, teknologi informasi sangat membantu. Saya meminta suami yang berada di Maos untuk mengirimkan model dan corak batik yang kami produksi. Tentu saja hanya via WA. Mereka sangat tertarik dengan koleksi kami dan membelinya," elasnya.
Hingga kini, lanjut Euis, upaya untuk menjalin komunikasi dengan kolega-kolega di luar dan di dalam negeri, lebih banyak dengan memakai jasa teknologi. "Saya ini kerap keluar, berkeliling untuk pameran di sana-sini. Maka sering sekali, di perjalanan juga kerja membuat penawaran dan surat serta mengirimkan contoh produk dalam bentuk foto. Manajemen pemasaran dan pengenalan produk dengan menggunakan teknologi informasi saat ini tidak mungkin ditinggalkan. Apalagi, sekarang sudah menghadapi MEA (pasar bebas ASEAN).
Jaga orisinalitas
Untuk dapat terus bertahan dan mengembangkan usahanya, Euis memiliki sejumlah jurus. Di antaranya ialah inovasi dan menjaga orisinalitas. "Satu hal yang perlu dijaga adalah jangan menjiplak karya orang lain. Ini prinsip karena hal tersebut akan menjaga orisinalitas karya kita. Selain itu, tentu inovasi yang terus dilakukan," jelasnya.
Menjaga keaslian karya itu sangat penting karena di sanalah ada ciri khas sehingga begitu melihat karya, orang akan langsung ingat pada pembuat dan asal produknya. "Jadi kekhasan sebuah karya menjadi amat penting karena dengan brandiing yang ada, orang langsung mengetahui dari mana asalnya, bahkan kualitasnya seperti apa. Kalau sudah dipercaya, konsumen tidak ragu lagi dengan produk kita," kata Euis.
Selain menjaga kualitas batik yang diproduksi, Euis juga menawarkan batik ramah lingkungan. Mengapa ramah lingkungan? Karena bahan pewarna yang digunakan ialah pewarna alami. Pewarna alami yang digunakan berasal dari kulit kayu-kayu tertentu seperti kulit kayu mahoni, indigofera (tanaman nila), jelawe, mangrove, dan sebagainya. "Ini (batik ramah lingkungan) yang laku di pasar internasional," tandasnya. (M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved