Sebuah Pesan tentang Keberanian

MI
14/2/2016 17:00
Sebuah Pesan tentang Keberanian
(MI/Abdullah Marzuqi)

JANUARI lalu, Jakarta dikejutkan aksi teror. Sebuah bom meledak di pusat kota, tepatnya di Jl MH Thamrin, Sarinah. Lokasinya dekat banyak objek vital kenegaraan. Sebut saja Monumen Nasional dan Istana Negara. Ledakan itu lalu dikenang sebagai bom Thamrin.

Sehari sesudah ledakan, Aisul Yanto bergegas menuju lokasi. Hari menjelang sore, sekitar pukul 14.00 WIB, tapi waktu itulah yang diharapkan Aisul. Ia tak lupa menenteng senjata, yakni kanvas, kuas, cat, dan penyangga kanvas. Siang itu, Aisul bertegak di Jl KH Wahid Hasyim, tepat di atas pembatas jalan yang membelah dua tempat makan asing (Starbucks dan Mc Donald Sarinah). Aisul menegakkan penyangga kanvas dan peralatan lukisnya. Melalui lukisan, ia hendak menangkap momentum sekaligus merespons peristiwa besar dalam sejarah Indonesia. Sebagai pelukis, ia juga menangkap itu sebagai bagian dari sejarah kesenimanan dan kekaryaannya. Baginya, merespons kejadian kurang lebih bisa dimaknai dengan melukis di lokasi.

"Supaya kita tidak terteror dengan radikalisme dan kita tidak boleh takut," tegas Aisul.

Lukisan itu berjudul #Pray 4 Jakarta-Indonesia. Di tengah kemacetan Jakarta, di antara pikuk jam pulang kantor, Aisul melukis di bawah kawalan polisi. Lukisan itulah yang kemudian diikutkannya dalam pameran bertajuk #JakARTa brani! (baca: Jakarta Berani) yang dihelat pada 3-10 Januari 2016 di Balai Budaya Jakarta.

Diawali dengan tanda pagar, judul pameran sengaja ditulis dengan warna putih. Huruf 'J' dibuat kapital pada kata Jakarta, sedangkan huruf tengah kata Jakarta, yakni ART, ditulis kapital dengan warna merah seolah meneguhkan kata art dalam kata Jakarta. Selipan art dalam Jakarta atau art merupakan bagian tak terpisah dari Jakarta.

Suku kata kedua 'brani!' ditulis dengan meniadakan huruf e dari kata asal 'berani'. Kata itu diucap dengan cepat dalam tempo singkat untuk merespons kejadian darurat. Pada bagian akhir, tanda seru bercokol kuat. Bisa mudah dipahami pesan serius bahwa berani ialah sikap yang harus diambil pascaledakan di MH Thamrin.

Aisul tak sendiri dalam pameran itu, tapi bareng 17 pelukis lain. Tak kurang dari 38 lukisan dipamerkan. Tak ada batasan. Para pelukis boleh menyetor dua lukisan, tiga, atau lebih. Aisul menyumbang tiga karya, yakni Pray 4 Jakarta-Indonesia, Energi Cinta #2, dan Energi Cinta #3. Ketiganya berupa karya abstrak. Menurutnya, karya bukan untuk dimengerti, melainkan dinikmati.

Mereka bersama merespons sebuah kota tempat berkelindan warga Jakarta. Sebuah kota tempat mereka hidup dan menghidupi sekaligus menghidupkan. Diterangkan dalam pengantar pameran oleh Aisul, dua kata 'Jakarta dan Berani' punya makna positif sekaligus sosiologis. Makna tersebut memuat pesan tentang keberanian. Berani dalam banyak hal positif, seperti terbuka menerima sesuatu yang berbeda, berani menolak yang tak nalar, berani menebar rasa damai, dan berani berkegiatan kreatif dalam situasi apa pun. Semua itu demi satu tujuan.

"Untuk memberikan rasa keselarasan dan kesadaran menjunjung martabat mulia kemanusiaan," begitu menurut Aisul. Sebab, menurutnya, seni dan kemanusiaan sejatinya berada pada paparan tak berbatas. Ia tak mementingkan diri atau kelompok. Sebaliknya, ia menyuarakan kejujuran, kemanusiaan, dan keilahian. Itu sesuai dengan sifat dasar seni dan kemanusiaan yang selalu memberikan kesadaran baru, pencerahan dalam keselarasan kehidupan, serta meniadakan sekat-sekat pemisah.

Pelukis yang turut berpamer ialah Adi Kaniko, Afriani, Aidil Usman, Aisul Yanto, Cak Kandar, Edi Markas, Idris Brandy, MS Untung, Mozley A Kusnandar, Puguh Tjahjono, Ridwan Manantik, Rosaline Simon, Sekar Taji, Sohieb, Sri Warso Wahono, Sudarsono, dan Tedy Irop.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya