Hidup Ikut Berubah

MI
07/2/2016 14:30
Hidup Ikut Berubah
(MI/Barry Fathahillah)

SEKITAR pukul 12.00 WIB, para penghuni Kampung 99 Pepohonan mulai beranjak ke sebuah ruangan terbuka beratap kayu. Di ruangan dengan meja dan bangku-bangku kayu panjang itu, seorang penghuni lain bernama Wiwin telah menyajikan lauk-pauk. Dalam suasana hangat, para penghuni itu bersantap bersama sebelum meneruskan pekerjaan masing-masing.

Kampung 99 Pepohonan yang berdiri sejak 2004 itu dihuni sekitar 30 orang. Beberapa dari mereka memiliki hubungan keluarga, tapi banyak pula yang tidak. Semuanya berkumpul karena sepaham dengan tekad sang inisiator hunian itu, Eddy Djamaluddin Suaidy, yang akrab disapa Abi.

"Ingin hidup sehat dan membina alam. Abi tahu kuncinya itu, (dengan) punya tempat sehat dan aktivitas yang menunjang konsep tersebut," jelas Eddy yang mengaku tergerak karena jenuh dengan lingkungan tidak sehat di perkotaan, Minggu (31/1).
Lahan seluas 500 meter persegi yang ia beli pada 1989, yang kini menjadi area hunian, telah berkembang menjadi 5 hektare. Lahan itu terbagi-bagi menjadi area untuk usaha, seperti kantor, restoran, dan dapur umum yang terdapat di bagian depan. Rumah tinggal berada di area yang lebih ke dalam dan seluruhnya berada di bawah satu atap yang memanjang. Rumah itu memiliki dua lantai dengan bagian- bagian terpisah.

Totalnya ada 18 rumah yang menyatu di bawah atap besar ini. Seperti juga bangunan lain di kompleks tersebut, seluruh rumah ini terbuat dari kayu.

Di dekat rumah terdapat pula ruang mencuci dan menyetrika yang dikelola beberapa penghuni. Seperti juga penghuni yang mengurus dapur umum, penghuni yang bekerja di laundry bertugas mengurus pembersihan pakaian seluruh anggota komunitas.

Selain area hunian, terdapat pula area usaha peternakan, perikanan, pengolahan daging sapi, serta produksi susu sapi dan kambing. Dari berbagai usaha itu pula, Kampung 99 Pepohonan menghidupi diri dan seluruh penguhuninya. Sebab itu, mereka yang ingin bergabung harus mau total hidup dan bekerja di sana. Ini berarti juga meninggalkan pekerjaan dan gaya hidup lama.

Ikhlas
"Enggak satu kali orang datang lalu langsung pindah kesini. Beberapa kali datang dan memastikan untuk ikhlas itu sulit lo," jelas Eddy. Meski keihklasan jadi prinsip hidup utama di sana, tiap anggota kampung juga mendapat penghasilan riil setiap bulan.

Di sisi lain, Eddy mengakui hingga kini telah ada 10 orang yang memilih pamit keluar. Namun, bagi Fatimah yang bertugas di restoran dan Emi Hermawati yang bertugas di bagian keuangan, hidup ikhlas itu masih membuat mereka betah hingga kini. Emi yang mantan karyawan perusahaan baja terbesar di Indonesia bergabung mengikuti ajakan suami.

"Awalnya canggung yah, bingung saja, tetapi lama-lama terbiasa. Dulu saya bertugas menanam dan menyiram pohon," cerita Emi.

Meski terlihat berbeda, Kampung 99 Pepohonan sama sekali tidak menutup diri dari lingkungan sekitar dan masyarakat luas. Bahkan, mereka memang membuka lahan itu untuk wisata umum.

Kini Kampung 99 Pepohonan telah hadir di 10 wilayah, termasuk Bayah, Cigeulis, dan Pacitan. Hunian di Bayah, Serang, yang memiliki luas 1,5 hektare kini ditinggali tiga kepala keluarga.

Bagi Eddy, apa yang mereka lakukan itu tetaplah wujud dari komunitas yang ingin membangun kampung. (Wnd/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya