Sensasi Pedas si Cabai Lombok

Siti Retno Wulandari
31/1/2016 18:00
Sensasi Pedas si Cabai Lombok
(MI/Siti Retno Wulandari)

ADA yang berencana berlibur ke Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB)? Pastikan Anda mampir ke Rumah Makan Nasi Balap Puyuh sesaat setelah mendarat di Bandara Internasional Lombok Praya.

Rumah makan yang berada di seberang bandara itu tidak pernah sepi pengunjung. Apalagi, para pecinta kuliner pedas.

Anto, 22, salah satu pelayan rumah makan itu memberikan sejumlah masukan menu unggulan yang kerap dipesan pengunjung. Tak lama nasi balap puyung, sambal matah, dan tumis kangkung yang menjadi pilihan kami pun tiba.

Terlihat tidak ada yang spesial, hanya satu porsi nasi dilengkapi dengan sepotong ayam khas Lombok, kering kentang, sambal, kedelai goreng, dan suwiran daging ayam dengan kelapa parut. Justru keistimewaan makanan itu terletak pada sambal yang memiliki tingkat kepedasan maksimal.

Suwiran ayam dan kelapa parut menjadi pilihan pertama dicicipi, rasanya manis dan renyah. Selanjutnya ayam goreng dengan cocolan sambal. Satu suapan pertama, terasa biasanya saja, tapi pedasnya pas dan tidak membuat mulut komat-kamit.

"Wah, kok makin pedas sih ini. Mantap. Daging ayamnya juga enak. Beda dengan daging ayam yang ada di Jakarta," kata Vikri, salah satu rekan yang ikut mencicipi makanan khas itu.

Ukuran ayamnya memang lebih kecil, tapi tekstur dagingnya cukup lembut dan tidak terlalu banyak sehingga pas dimakan dalam satu porsi.

Anto menceritakan banyak wisatawan mancanegara yang datang untuk makan siang. Mereka selalu berkomentar baru kali ini senang dengan rasa pedas. Itu berbeda karena tidak membuat perut melilit.

Rahasianya ialah cabai kecil khas Lombok menjadi pilihan bahan baku untuk sambal. Cabai itu dikeringkan terlebih dahulu sebelum diulek bersama bawang putih dan terasi. Tampilan sederhana dengan rasa yang menggelegar itu menjadi penggugah selera makan setiap orang yang berkunjung ke sana.

Belum juga selesai rasa heran kami akan pedas yang membuat keringat bercucuran, pesanan sambal matah datang. Sambal matah yang tersaji berbeda dengan di Bali. Perbedaan yang paling mencolok ialah irisan kacang panjang segar yang dicampur irisan bawang merah, bawang putih, dan tomat.

"Beras bisa habis hingga 3 kuintal per hari. Kalau ayamnya bisa sampai 500 ekor. Nasi balap puyung ini juga banyak sekali dipesan hingga Malaysia dan Singapura. Kami bungkus daun dan masukan ke dalam kotak. Bertahan satu hari," tukas Anto sembari mengantar minuman panas yang kami pesan untuk meredakan rasa pedas. Harga satu porsi nasi balap puyung Rp16 ribu tanpa tambahan sambal matah ataupun sayur kangkung.

Renyahnya kangkung lombok
Sayur kangkung yang kami pesan tidak seperti tumis kangkung pada umumnya. Sajiannya hanya sayur yang direbus seperti kangkung dan taoge, kemudian diberi taburan kelapa parut, sambal, dan kacang goreng. Rasanya lebih segar dan enak karena sama sekali tidak bercampur minyak.

Kangkungnya pun terasa lebih renyah ketimbang kangkung di tempat lain.

"Kangkung di Lombok kan ditanamnya dengan media air, bukan tanah seperti kebanyakan. Karena itu, rasanya lebih renyah dan segar," ujar Anto.

Rumah makan Nasi Balap Puyung selalu buka mulai pukul 06.00-22.00 Wita. Nama puyung diambil dari nama kampung tempat lahirnya makanan ini.

Sate rembiga
Selain nasi balap puyung, Anda patut mencoba makanan khas Lombok lainnya. Salah satunya menu olahan daging kuda. Biasanya daging tersebut diolah menjadi makanan berkuah yang disebut bebalung ataupun satai.

Di tempat makan Rembiga I Ibu Sinnaseh, selalu tampak seorang petugas yang mengipasi arang menjadi bara api guna membakar daging kuda. Kegiatannya mengipasi hampir tidak berhenti guna memenuhi permintaan tamu yang berdatangan.

Bumbu kacang menjadi pilihan. Hanya, bumbu yang diberikan tidak berlebihan dan seperti menjadi kuah. Bumbu itu menyatu dengan setiap tusuk satai. Kali ini tidak pedas, tapi cenderung manis dengan potongan daging yang empuk.

"Ini enggak semuanya daging kuda. Paling hanya dimasukkan satu atau dua potong daging kuda. Sisanya daging sapi, tetapi terasa tidak ada bedanya lo. Cocok buat camilan," ujar Zul yang mengantar saya pergi mencicipi satai khas Lombok itu.(M-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya