Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PADA Mei 2015, sebuah band beraliran rock menggelar pentas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Cipinang, Jakarta. Aksi mereka sontak menjadi hiburan bagi ratusan warga binaan di sana yang dahaga keriaan. Mereka yang tampil sebagai penghibur itu ialah Kelompok Penerbang Roket (KPR). Di hadapan para warga binaan itu, band yang beranggotakan tiga anak muda tersebut sekaligus meluncurkan single berjudul Mati Muda.
Itu merupakan salah satu siasat KPR agar dikenal publik. Mereka cukup unik jika dibandingkan dengan band lainnya yang umumnya tampil di kafe atau mal saat meluncurkan single atau album. Sesuai dengan namanya, band yang digawangi John Paul Patton atau akrab dipanggil Coki (basis/vokalis), Rey Marshall (gitaris/vokalis latar), dan Viki Vikranta (drumer/vokalis latar) itu juga bercita-cita tinggi. Mereka ingin menjadi band nomor satu di Indonesia.
Ketiga anak muda itu dipertemukan Rizma Arizky yang kini jadi manajer mereka. "Rizma melihat gue punya passion besar di musik rock, khususnya rock 60 dan 70-an. Dia juga melihat itu di Rey dan Viki juga. Kami berkumpul dalam studionya Viki. Ya sudah, kita ngejam," kisah Coki, mengawali perbincangan di Kantor Media Indonesia, Selasa (19/1) lalu.
Satu minggu setelah bermain musik bersama, akhirnya mereka memutuskan untuk membuat band. Di sanalah terpikirkan untuk mencari nama. Akhirnya mereka memutuskan nama KPR, terinspirasi oleh kata 'roket' yang ada di lagu Mencarter Roket milik Duo Kribo (Achmad Albar dan Ucok AKA). Duo Kribo ialah salah satu musikus era 70-an yang mereka gemari, selain AKA dan Panbers. AKA (singkatan dari Apotik Kali Asin) merupakan band utama Ucok di luar proyek Duo Kribo, sedangkan Panbers (Panjaitan Bersaudara) merupakan band pop seangkatan Koes Plus dan The Mercy's di dekade 70-an.
Warna musik rock 70-an memang memiliki pengaruh yang besar terhadap KPR. Bagi Coki, musik rock era itu merupakan puncak kejayaan musik cadas dan menjadi budaya tersendiri. Suara yang berat tapi nada yang sederhana juga menarik minatnya dan ia coba kawinkan warna tersebut ke KPR. "Pada dasarnya, gue mengulik suara yang gue suka. Kalau kita dengar band rock lama (70-an), nada mereka sederhana dan tidak serumit sekarang sehingga alat-alat yang digunakan juga tidak rumit," ujar Coki.
Band ini tidak sedang mencari sensasi. Mereka punya misi menghadirkan karya yang berkualitas. "Kami memiliki visi, semangat, dan ambisi yang sama, yaitu menjadi band rock nomor satu di Indonesia. Otomatis dalam membuat karya juga semaksimal mungkin," lanjutnya.
Kerja keras mereka berbuah manis. Pada 7 Januari lalu, album pertama mereka yang berjudul Teriakan Bocah didaulat sebagai Album Indonesia Terbaik 2015 oleh salah satu majalah musik di Tanah Air. Sungguh hal yang di luar ekspektasi mereka. Penghargaan itu menjadi tantangan sekaligus menambah semangat para anggota band untuk lebih kaya dalam berkarya.
Saat membuat album Teriakan Bocah, mereka menghabiskan waktu selama dua tahun. Tahun pertama, kata Viki, dihabiskan untuk fokus membuat lagu. "Kami dikarantina. Tidak manggung, full di studio saja," kata dia.
Tahun pertama juga dipakai untuk menyatukan energi dan beradaptasi antaranggota. "Kami dulunya adalah frontman di band masing-masing dan semuanya egois. Kami mencari cara bagaimana menurunkan ego itu agar tidak bertengkar terus," lanjut Viki yang juga pernah menjadi pengiring biduan dan biduanita Tanah Air seperti Andre Hehanusa, Lala Karmelia, dan Tompi.
Dari semua lagu yang tercipta, band yang sudah tur ke Surabaya, Bali, Makassar, Manado, dan Bandung itu memilih tujuh lagu yang paling siap didengar untuk dimasukkan ke Teriakan Bocah. Menurut Rey, lagu-lagu yang belum masuk di album tersebut akan disimpan untuk pembuatan album selanjutnya. Menurut rencana, mereka akan mengeluarkan minialbum untuk menampung karya-karya yang belum dipublikasikan. "Kami ingin berbagi ke pendengar bahwa kami punya warna lain yang kami juga suka. Dan penasaran juga dengan responsnya," kata Coki.
Viki mengklaim lagu-lagu di minialbum itu masih jarang dibawakan band-band Indonesia. Bahkan, kata dia, itu sedikit lebih berat dan lebih liar daripada lagu-lagu yang terdapat di album Teriakan Bocah.
Selain Anjing Jalanan, Mati Muda, dan Di Mana Merdeka, salah satu contoh keliaran ide mereka tertuang dalam lagu Cekipe yang merupakan lagu pertama KPR. Lagu instrumental dengan durasi 6 menit itu bermula di saat mereka jamming bersama. "Kami akhirnya mendapatkan sebuah lagu yang keren sekali. Saking kerennya, kami bingung bagaimana mengisi vokalnya. Ya sudah, jadinya instrumental saja," seloroh Viki.
Tak hanya lagu, band ini juga amat telaten dalam mengonsep desain sampul album. Di album Teriakan Bocah, misalnya, mereka memasang gambar anak kecil berwajah Indonesia Timur yang sedang berteriak. Kata Coki, hal itu untuk menunjukkan Indonesia itu luas, tidak hanya terdiri dari Jawa dan Sumatera saja. "Indonesia bagian timur kadang-kadang terlupakan. Kami ingin memperlihatkan sisi lain dari Indonesia," tegasnya.
Tetap kontrol
Selain lagu dan sampul album, mereka sudah menyiapkan konsep yang tidak biasa, yaitu video 360 dengan enam layar yang dirilis akhir bulan ini. "Semua layar menampilkan gambar yang berbeda-beda. Kami serahkan penonton mau lihat yang mana," terang Rey yang karakter suara gitarnya terinspirasi oleh Jimi Hendrix, David Gilmour, dan Jimmy Page.
Tak hanya warna musik, aksi panggung KPR juga terinspirasi band-band era 70-an seperti Led Zeppelin dan The Who yang ekspresif dan liar.
Coki mengaku penampilan seperti itu bukan diatur, melainkan bentuk spontanitas. "Apa yang orang lihat atau dengar, pasti tanpa disadari akan keluar seperti itu. Menurut pengalaman kami, melihat aksi panggung band rock seperti Led Zeppelin atau menonton film dokumenter band rock, menurut kami itu yang benar. Ini sebuah hiburan yang total. Dinikmati saja," tuturnya.
Aksi panggung yang bebas itu bukan berarti tidak terkendali. Mereka kapok, apalagi pernah tampil sembari mabuk di sebuah bar di kawasan Jakarta Selatan beberapa tahun silam. Makanya mereka selalu ingat untuk mengontrol diri. "Jadi bebas tapi tetap melihat skala besar dari jauh. Kami tidak serampangan, kami masih mikir," tegasnya.
Memang seberapa liar sih aksi mereka? Saksikan ulasan lebih mendalam sambil menyaksikan penampilan KPR di Kotak Musik. Unduh sekarang juga aplikasinya di App Store dan Google Play Store, gratis! (Njr/M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved