Terinspirasi Manusia Besi

MI/DZULFIKRI PUTRA MALAWI
31/1/2016 04:27
Terinspirasi Manusia Besi
(MI/ADAM DWI)

SUATU hari pada 2008, Bryan Lie, 30, mendapat hadiah figur mainan Iron Man dari sang istri.

Replika tokoh superhero itu lantas menginspirasinya untuk membuat usaha mainan tersebut dengan karakter ciptaan sendiri.

"Saat itu saya sadar ternyata mainan figur ini tidak hanya dikonsumsi anak-anak saja. Saya melihat potensi pasarnya besar dan di Indonesia belum ada yang buat. Sementara, di luar negeri sudah menjadi sebuah industri sendiri dengan sistem yang berjalan," ujarnya, saat ditemui di di kantornya, di kawasan Kemayoran, Jakarta, Rabu (27/1).

Kalau dibandingkan dengan mainan figur milik Marvel atau sekelasnya, mainan yang dibuat Bryan memiliki kualitas yang sama persis.

Memang Bryan membuat mainan figur tersebut dari pabrik di Tiongkok, tempat para mainan figur perusahaan komik besar juga membuat di negara itu.

Namun, bedanya Bryan merancang sendiri karakter ciptaannya.

Enam buah mainan figur milik Bryan bahkan sudah dipasarkan ke berbagai negara di Asia, Amerika, dan Eropa.

Kata Bryan, setiap karakter yang diciptakan dibuat sebanyak 500 buah.

Angka itu guna menjadikan mainan figur berlabel Glitch ini menjadi terbatas dengan nomor seri.

Sebelum produknya menjadi industri massal, Bryan membuat mainan sendiri di rumah produksinya di Jakarta.

"Waktu itu tahun 2011 saya buat Foxbox studio, hanya bikin 10 buah prototipe dan jual di forum-forum pecinta mainan dan komik. Responsnya bagus dan saya perbanyak jadi 100 buah sampai akhirnya menjadi Glitch Network tahun 2014, berkembang 500 buah," ungkap pria lulusan Academy of Art, San Francisco, dan kolektor mainan figur ini.

Sampai saat ini, sebanyak 90% mainan produksinya dipasarkan keluar negeri melalui distributor yang tersebar di Jepang, Singapura, Malaysia, Hong Kong, Thailand, dan Tiongkok.

Langkah ini terpaksa ditempuh karena harga jual yang dibanderol tidak masuk ke daya beli konsumen lokal.

Satu mainan berkisar US$160-US$250.

Hingga kini, omzet penghasilannya dari tiap karakter berkisar US$52.000.

Bryan merintis usaha ini bersama sang istri yang berlatar belakang fesyen desainer di akademi yang sama.

"Tidak sulit untuk menciptakan fesyennya, saya hanya memberi saran-saran dari desain yang dibuat Bryan. Hal yang sulit justru saat produksinya karena harus detail banget dan pakaiannya harus fit di badan mainan. Materialnya susah dicari seperti kancing kecil kami harus cari di Tiongkok," paparnya.

'Negeri Tirai Bambu' memang menjadi negara pilihan Bryan untuk berproduksi lantaran semua bahan yang dibutuhkan tersedia di sana.

Menurut penuturan Bryan, dia pernah tertipu lima kali selama dua tahun saat berburu bahan baku di berbagai kota di sana.

Untungnya berkat keaktifan dirinya mengikuti pameran internasional, ia berhasil mendapatkan pabrik yang sesuai.

Namun demikian, tidak semua produk dibuat di Tiongkok.

Ada beberapa produk eksklusif yang dibuat sendiri di Indonesia dengan jumlah yang sangat terbatas.

Selain itu, untuk pakaian juga. Prototipe yang sudah jadi akan diperbanyak di Tiongkok dengan baju-baju yang tinggal dikenakan.

Hingga saat ini, badan usaha PT Surya Perkasa November Abadi milik Bryan sudah mempekerjakan lebih dari 50 karyawan.

Sebanyak 60%-nya ialah para artis yang menciptakan karakter-karakter untuk mainan dan komik.

Salah satunya Ijur, "Ada kebanggaan tersendiri setelah karakter yang dibuat jadi mainan," ujar pria berusia 29 tahun ini.

Konten kreatif

Seri mainan figur pertama yang dibuat Bryan ialah God Complex.

Beberapa figur yang dibuat mewakili karakter para dewa yang diambil dari mitologi Yunani, Jepang, dan Mesir yang dikemas sedemikian rupa menjadi modern dan kontemporer.

Karakter-karakter itu dibangun berdasarkan cerita yang dibuat dirinya. Ia memang ingin mengangkat problem yang mirip dengan kehidupan sehari-hari agar kelak ceritanya mudah dicerna.

Sebelum mengeluarkan komiknya, Bryan memasarkan karakter-karakter yang ada di dalamnya terlebih dahulu.

Ini hanya soal cara berpromo agar produk buatannya bisa menembus pasar pecinta mainan dan komik.

Dalam perjalanannya, lini usaha milik Bryan berkembang menjadi perusahaan konten kreatif yang tidak hanya membuat maianan figur saja.

"Saya tidak mau ini menjadi mainan saja tapi ada cerita dan konsep di dalamnya. Akhirnya ia bertemu dengan Sunny Gho dan teman-temannya yang bosan mengerjakan order Marvel. Mereka ingin membuat karya sendiri. Akhirnya kami berkolaborasi membentuk Glitch Network," jelasnya.

Selain itu, Bryan juga banyak kerja sama dengan artis di berbagai kota seperti di Bandung yang dikerjakan oleh Yoga/Machine 56, dua buah mainan figur karyanya akan segera dipasarkan.

Lalu, ada juga mainan Dissonance hasil kerja sama dengan artis Amerika.

"Jadi, tidak hanya Marvel yang pakai tenaga kita. Kita juga bisa pakai tenaga dari negara mereka (Amerika)," cetusnya. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya