Atasi dan Waspada

MI
17/1/2016 13:21
Atasi dan Waspada
(Dok.Pribadi)

TAK lekang dari ingatan Sucipto, 9 September 2004, ketika ia memacu motornya dari Pancoran guna mengantarkan paket ke Sabang.

Kala melintasi Plaza 89, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, ia tertegun karena ada bunyi ledakan keras disusul kepulan asap putih di seberangnya, dari depan Kedutaan Besar Australia. Beberapa detik ia tidak bisa merasakan apa pun. Ia kehilangan kesadaran meski berada di atas motor. Ia tersadar kala mendengar bunyi klakson keras dari belakangnya.

"Saya terkaget karena klakson bus umum yang hampir menabrak saya," ucap Sucipto dengan pandangan mata nanar menatap dinding kantornya di Wisma Korindo, Pancoran, Jumat (15/1).

Meski sempat menghentikan motor dan beristirahat karena telinganya berdengung keras, Sucipto kembali memacu kuda besinya. Baru setelah usai merampungkan pekerjaan, ia merasa kepalanya sakit. Beberapa hari ia bertahan untuk tidak berobat.

Beruntung, muncul instruksi dari Gubernur DKI Jakarta agar korban bom Kuningan masuk rumah sakit. Segera, Sucipto memeriksakan dirinya. Petaka dimulai. Sucipto mengalami kerusakan gendang telinga dan saraf di sekitar kepala. Akibatnya, ia kerap sakit kepala dan pingsan bila beraktivitas berlebihan.

Meski begitu, ia masih bersyukur kondisinya lebih baik ketimbang korban lainnya. "Saya bersyukur masih diberi kesehatan," ujar Sucipto lirih.

Selama dua minggu menginap di RS Metropolitan Medical Centre (MMC), ia sering berkomunikasi dengan sesama korban. Dari intensitas pertemuan itu, akhirnya terinisiasi Forum Kuningan. Melalui forum itu, mereka saling menguatkan dan menjalin kekeluargaan guna mengatasi trauma.

"Memberikan sosialisasi berguna untuk menguatkan diri," tegas pria yang didapuk sebagai Ketua Yayasan Penyintas Indonesia yang menaungi korban bom di Indonesia. Di wadah itu, para korban bom terorisme saling membantu sosialisasi, kesehatan, ekonomi, dan pendidikan.

Sementara itu, terkait teror di Jalan MH Thamrin yang terjadi Kamis (14/1), Direktur utama PT Sarinah Ira Puspadewi memutuskan menggelar pengajian bagi karyawannya. Aktivitas itu bertujuan menenangkan pekerja yang mengalami dan menyaksikan kejadian secara langsung.

"Saling sharing untuk menenangkan," ujar Ira di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (15/1).

Atasi ketakutan

Ancaman teror bisa terjadi kapan saja. Pengamat sosial Devie Rahmawati memberikan beberapa kiat untuk mengurangi ketakutan yang berlebihan.

Hal pertama yang dilakukan ialah waspada. Serangan teroris bisa terjadi kapan saja dan di mana saja sehingga penting kita menghubungi orang terdekat, polisi, dan rumah sakit bila terjadi insiden.

Kedua, bangun kepekaan sosial. Kalau ada hal yang mencurigakan, segera informasikan kepada yang berwajib. "Era modern saat ini masyarakat menjadi cenderung tak peduli (individualistis). Namun, perlu diingatkan agar tetap peduli kepada sesama, bukan saling curiga hanya menjaga waspada," ujarnya.

Ketiga, cari informasi dari sumber yang tepercaya. "Jangan mudah termakan isu sesaat, cek kebenarannya melalui sumber yang dipercaya," tegasnya.(Zuq/Wnd/Bow/M-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya