Konferensi Asia Afrika setelah Enam Dekade

Lis Pratiwi, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
13/4/2015 00:00
Konferensi Asia Afrika setelah Enam Dekade
(Mahasiswa dari universitas di Jabodetabek mengikuti Seminar Peringatan KAA ke 60, di kampus UI--MI/Adam Dwi )
PERINGATAN Konferensi Asia Afrika ke-60 akan digelar pada 24 April. Namun, berjarak ratusan kilometer dari Bandung dan masih beberapa hari sebelum ajang itu digelar, kemeriahan sudah berlangsung di Balai Sidang Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, pada Selasa (7/4) pagi.

Ratusan pemuda itu berasal dari belasan universitas berbeda di Jabodetabek. Mereka adalah peserta forum sosialisasi peringatan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika (KAA) ke-60 dan peringatan New Asian-African Strategic Partnership (NAASP) ke-10.

KAA ialah konferensi negara-negara Asia dan Afrika untuk membangun kerja sama dan melawan kolonialisme yang dilakukan pada 1955. Sementara NAASP ialah rencana kerja sama yang dibentuk demi mengukuhkan kemitraan antarnegara di benua Asia dan Afrika. NAASP dibentuk pada 2005, saat peringatan 50 tahun KAA digelar.

Kini, di usia KAA ke-60, Indonesia kembali menjadi tuan rumah. Acara digelar tidak hanya di Bandung, tuan rumah KAA 60 tahun lalu, tetapi juga di Jakarta.

Tiga deklarasi
Pada peringatan KAA ke-60, pemerintah mengundang 109 perwakilan negara, 25 organisasi internasional, dan negara-negara lain sebagai pengamat. Jumlah ini jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan KAA pertama yang dihadiri 29 perwakilan negara.

Menurut Freddy H Tulung, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, KAA tahun ini akan menghasilkan tiga deklarasi. ''Sekarang kantor perwakilan tinggi Indonesia di New York sedang mempersiapkan pembicaraan dengan perwakilan 109 negara yang diundang. Topiknya ialah deklarasi yang amat mungkin akan disahkan saat acara puncak peringatan KAA nanti,'' katanya.

Tiga deklarasi tersebut, terdiri atas Bandung Message, bentuk solidaritas politik dan penguatan kerja sama dalam bidang ekonomi, keamanan, dan sosial budaya. Kedua, Declaration of Reinvigorating the New Asian-African Strategic Partnership (Review NAASP) yang mendorong kerja sama konkret di delapan area fokus.

Terakhir, Declaration on Palestine yang berisi dukungan secara konsisten terhadap pendirian negara Palestina dan hak-hak warga Palestina.

Freddy berharap agar generasi muda turut menjadi mesin penggerak untuk membantu menciptakan perdamaian dan kesejahteraan dunia seperti tujuan KAA.

''Penting bagi generasi muda menjalin kerja sama lintas negara dan memanfaatkan teknologi informasi. Anak muda Indonesia itu sebagian masih takut keluar. Padahal, dunia makin mengglobal. Anak muda tidak bisa hanya bermain di lokal saja, tetapi juga harus menjalin kerja sama internasional. Sayangnya, banyak pemuda yang tidak percaya diri,'' tambah Freddy.

Potensi versus fasilitas
Genta Zolanski, mahasiswa Universitas Indonesia, mengungkapkan anak muda Asia memiliki kecerdasan sebanding dengan generasi muda Eropa atau Amerika. Namun, kemampuan tersebut tidak diimbangi dengan fasilitas yang baik untuk mewadahi kreatifitas dan pengembangan diri.

''Itu sebabnya, anak muda yang pernah ikut pertukaran pelajar akan menemukan banyak hal baru di luar negeri yang bisa mengembangkan kepribadian, bakat, dan potensi. Mereka akan sadar bahwa mereka mempunyai nilai lebih,'' kata Genta.

Namun, kondisi di Asia, kata Genta, masih lebih baik jika dibandingkan dengan Afrika. Di sana, anak-anak muda tidak hanya berjuang melawan minimnya kapasitas dan wadah pengembangan diri, tetapi juga konflik wilayah, antarsuku, dan separatis.

''Saya melihat bahwa kita memiliki kemajuan edukasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan Afrika. Anak muda di Afrika harus berjuang bukan hanya di bidang pendidikan, melainkan juga konflik. Jadi, mereka harus memikirkan cara mendamaikan situasi lebih dulu dari pada pendidikan. Padahal, anak-anak di Afrika memiliki potensi sama,'' tambah mahasiswa yang pernah mengikuti pertukaran pelajar ke Korea Selatan ini.

Tantangan dan peluang
Tiga deklarasi yang akan disahkan dalam peringatan KAA ke-60 itu diharapkan memberi dampak nyata. Untuk itu, generasi muda diharapkan mengkritisi dan responsif terhadap hasil dan aplikasi deklarasi.

''Selain mengkritisi, anak muda seharusnya bisa berperan menginisiasi gerakan baru atau meneruskan gerakan sebelumnya,'' terang Omar Farizi, salah satu peserta dari Universitas Indonesia.

Omar mengaku tertarik pada salah satu agenda deklarasi kedua, yaitu kontra-terorisme. ''Terorisme sudah mulai masuk ke Afrika, Asia dan Timur Tengah,'' kata Omar.

Hal serupa diungkap pula oleh Ghifari Athallah. ''Inilah saatnya Asia dan Afrika yang tergolong negara-negara selatan untuk menguatkan identitasnya. Mengubah sistem dunia yang selama ini menganggap negara-negara selatan adalah negara perivery yang hanya menghasilkan bahan mentah atau penyedia bagi negara lain. Banyak pula negara yang semakin kuat di Asia, seperti Korea Selatan, Tiongkok dan Jepang. Asia dan Afrika harus bersatu menghadapi globalisasi,'' tutur mahasiswa Hubungan Internasional ini.(M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya