GARIS menjulur bagai lekukan asap tampak berarak. Unsur penciptaan dengan desiran cat laiknya teknik arsiran abstrak begitu terasa kuat. Itu membuat objek memang tak begitu terlihat sehingga ada rahasia. Degradasi warna serbamuda jadi bidang tumpuan utama. Sebuah harapan atau pemainan hati tersuguhkan di atas kanvas, mengundang decak kagum bercampur keheranan, wajah pengharapan tersaji lewat karya berjudul Sebuah Harapan #2. Febri Suwandito, sang pelukis, menuangkan harapannya lewat karya berukuran 90x120 cm dalam Pameran Lukisan Showtime di Galeri Kunstkring, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pertengahan pekan ini. Lewat Sebuah Harapan #2, ada kisah-kisah absurd yang Febri suguhkan. Itu mengingatkan pada lembaran-lembaran waktu. Febri pun tak asing lagi dalam seni rupa. Karya-karyanya pernah dipamerkan di Spon Art Fair, Hong Kong.
Pada pameran bersama kali ini, selain Febri, ada pula Tommy Faisali, Dwi Sutarjantono, Debby Setiawaty, Retno Murti, dan Susilo Sudirman. Masing-masing menyajikan karya lewat pendekatan persepsi dan imajinasi. Gusti Kanjeng Ratu Hemas turut hadir membuka pameran. Ia mengaku senang dengan suguhan lukisan para peserta. "Seni erat dengan roso. Seorang pelukis mempertajam rasa dalam hati untuk diapresiasikan dalam bentuk lukisan," tuturnya di sela-sela pameran. Pameran ini memang lebih bersifat santai. Debby, direktur hubungan masyarakat di sebuah hotel berbintang di Ibu Kota, misalnya, baru pertama mengikuti pameran lukisan. Begitu pula dengan peserta lainnya, Retno. Debby menghadirkan karya berjudul Jazz All the Way (120x200, akrilik di atas kanvas).
Dalam karya itu, dia menghadirkan tiga musikus sedang beraksi memainkan musik cekokan. Kontrabas, saksofon, dan drum membuat kita langsung membayangkan jazz. Unsur warna terang tapi kelam begitu kuat pada karya Debby. Itu juga bisa kita tengok pada Fashion Parade (120x120 cm) dan Venice Twilight (120x150 cm). Komposisi warna memberikan gambaran kuat. Debby belum apik memanfaatkan bidang warna. Namun, ia berani menghadirkan unsur warna kelam. Pada pemeran yang berlangsung hingga Jumat (17/4) mendatang, unsur dekoratif begitu kuat. Objek pun masih berpaku pada perempuan, bunga, dan kehidupan sosialita. Ini membuat pameran Showtime menjadi suguhan bagi para penikmat seni lukis kalangan khusus.
Simbol Sederet karya lain patut mendapatkan jempol, pasalnya berbeda dari mayoritas karya pada pameran tersebut. Sebut saja Susilo lewat Domesticated (140x180 cm). Susilo, pelukis yang terlibat dalam Jakarta Biennale ke-14 di Galeri Nasional pada 2012, menghadirkan keunikan. Susilo menyajikan objek seorang bertubuh perempuan sedang terkungkung. Perempuan itu merapatkan tangannya, kedua kaki diangkat hingga menutupi buah dada. Ada borgol terlepas dan tertulis kalimat 'H2O' dan 'water'. Anehnya, kepala si perempuan bukanlah kepala utuh, melainkan bibir botol. Kegilaan itu membuat Susilo memang beda dari yang lainnya. Ada kekuatan simbol. Maklum, ia merupakan finalis Art Competition, The Beppu Asia Biennale of Contemporary Art 2010, Jepang. Unsur pencarian atas objek begitu kuat terasa.
Begitu pula dengan Dwiko, pelukis sekaligus desainer panggung fesyen. Dia menghadirkan unsur realis lewat karya-karya kali ini. Ia masih menggunakan sentuhan teknologi dalam mengolah karya, semisal fotografi, di atas kanvas. Tengok saja, karya Tarian Hati (120x120 cm, akrilik di atas kanvas). Dari gayanya, kita bisa melihat sentuhan 'media baru' sehingga karya-karya terlihat seperti poster. "Pameran ini sebagai cara untuk mengaktualkan diri. Ada pelukis yang baru kali ini berani memamerkan karya seperti Debby dan Ibu Retno," aku Dwiko yang datang bersama keluarga besarnya. Lewat pameran kali ini, delapan peserta menghadirkan sentuhan dekoratif. Sayang, tema pameran masih datar dan belum begitu kuat. Setiap peserta hanya menggoreskan mata batin dengan pengalaman berbeda di atas kanvas. Semuanya memang berawal dari roso