Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
KESAN etnik dan eklektik sudah mencari ciri khas label Happa yang digawangi desainer Mel Ahyar dan penyanyi Andien. Lewat koleksi mereka, seolah-olah ingin membawa kehidupan dari berbagai pelosok negeri agar lebih dekat ke kaum urban.
Kini di koleksi Lebaran 2019, Happa bukan sekadar bertutur soal kehidupan adati, melainkan juga tentang cerita perdamaian. Adalah kisah perayaan syukuran bersama antara suku Moro yang beragama muslim dan suku Lumat yang nonmuslim, di Kota Davao, Filipina, yang menjadi inspirasi Mel dan Andien. Perayaan syukuran dikemas dalam acara Festival Kadayawan yang memang jadi agenda tahunan di Davao.
Maka dari itu, jadilah koleksi Happa terbaru bernuansa ceria dengan kekuatan motif print geometris yang dari jauh mengingatkan akan teknik jahit tisik.
Sekilas, motif-motif warna-warni berbentuk kotak maupun segitiga itu mengingatkan akan motif khas Kalimantan. Meksi begitu, Mel mengungkapkan terdapat perbedaan, terutama pada motif abstraknya. “Motifnya memang mirip dengan Kalimatan, tapi beda. Ini didominasi dengan pola geometris dan abstrak,” kata Mel saat ditemui pada pembukaan acara Ramadan in Style di Plaza Indonesia, Rabu (15/5).
Motif abstrak dan geometris itu dihasilkan dari motif yang dimiliki kedua suku tersebut. Jika melihat dokumentasi foto tentang Festival Kadayawan yang tersebar di internet, warna kuning, merah, dan hijau merupakan dominan digunakan.
Namun dalam koleksi bertajuk Ng Bono ini, Mel dan Andien juga memasukkan warna pastel, seperti pink dan hijau yang lembut. Ada pula warna abu-abu sehingga tampilan keseluruhan koleksi itu menjadi chic.
Untuk siluet busananya, Happa menyuguhkan beragam pilihan, seperti tunik ekstra panjang yang berpadu celana palazzo, gaun a-line dengan luaran lengan pendek, maupun baju-baju bersiluet gamis dengan detail plisket dan tabrak motif. Untuk menambah kesan kekinian, Mel juga menggunakan aplikasi payet.
Mel menjelaskan, jika tajuk Ng Bono menyuratkan ikatan persaudaraan antaragama. “Bono artinya ikatan, yang mana koleksi ini bercerita ikatan kebersamaan muslim dan nonmuslim,” kata Mel. Lewat koleksi itu, ia dan Andien pun ingin menyebarkan pesan perdamaian serupa di Tanah Air.
Makassar dan Timur Tengah
Dalam pergelaran Ramadan in Style tersebut, koleksi menarik juga dihadirkan Ghea Panggabean dan Didiet Maulana.
Ghea memilih mengangkat keindahan beragam budaya di Tanah Air, khususnya dari wilayah Makassar, Sulawesi, dan Sumatra. Paling menonjol ialah modifikasi tenun bermotif kotak yang identik dengan sarung.
Namun tampilannya menjadi sangat meriah, playful, dan chic karena desainer senior yang sudah berkarier sejak era 1980-an itu menggunakan warna-warni ceria dan girly. Koleksi ini juga tampak cocok untuk kebutuhan liburan setelah lebaran karena banyak pilihan busana bernuansa gaya resor.
Untuk koleksi yang lebih kalem, Ghea mengeluarkan beragam tunik dan celana longgar dengan detail bordir yang cantik. Koleksi busana di sekuens ini lebih banyak menggunakan warna dasar putih sehingga menguatkan kesan tenang.
Sementara itu, Didiet Maulana lewat label Svarna by Ikat Indonesia menghadirkan gaya Timur Tengah. Meski begitu, Didiet tetap menunjukkan ciri khas desainnya yang bernuansa Indonesia lewat penggunaan songket.
Bertajuk Tirta Kirana diambil dari kata ‘tirta’ (air) dan ‘kirana’ (bulan), Didiet sengaja menghadirkan warna-warna dari kelembutan sinar rembulan, yakni beragam nuansa oranye, kemerahan, dan kuning.
Koleksi Ramadan ini sekaligus menjadi koleksi pertama dirinya menggarap ready-to-wear. Untuk mempercantik tampilan koleksinya, ia pun menampahkan detail berupa kristal, payet, dan bordir. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved