Pintar bukan Sekedar Angka

Siti retno wulandari
27/10/2015 00:00
Pintar bukan Sekedar Angka
()
RAFI Ardha, 7, selalu bersenandung memuji kebesaran Sang Pencipta. Suaranya kencang dan lugas, membuat tetangga di sekitar rumahnya hapal di setiap siang ada lantunan lagu shalawat dari Rafi. Padahal, ia kerap merasa kesulitan untuk belajar mengeja huruf, namun begitu mendengar apa yang diucapkan orang baik berupa lagu pujian hingga doa, ia bisa cepat menghafal dan mengulanginya.

Meski sulit untuk belajar mengeja dan membaca huruf, sang ibu, Eka, tak pernah memarahi putranya. Bahkan, keluarganya sepakat untuk memberikan pendidikan rohani yang lebih agar apa yang disukai Rafi bisa tersalurkan.

"Ya minta mah tetap, ayo harus bisa membaca dan berhitung. Tetapi tidak memaksa dengan keras, perlahan dan selalu memberi apresiasi setiap dia mampu menghafal surat pendek atau doa tertentu. Kan anak mah beda-beda, nggak mungkin harus disamain dengan yang rangking satu he he," tukas Eka sepulang kerja dan mendapati putranya sedang bermain dengan teman-temannya, Rabu(7/10).

Setiap anak sudah pasti memiliki kecerdasan yang berbeda, dan seharusnya tidak melulu dibandingkan antara satu dengan lainnya. Pakar Pendidikan dari Universitas Harvard, Thomas Armstrong mengatakan prinsip kepintaran pada tataran angka dan akademis adalah acuan tradisional.

Akan tetapi, hal tersebut seakan sudah mendarah daging, anak yang tak bisa menjawab pertanyaan guru di sekolah, atau tak bisa meraih peringkat dikatakan sebagai anak yang tidak pintar. Akhirnya, orangtua pun memaksakan sang anak untuk terus belajar, mengikuti berbagai macam pelajaran tambahan agar nilai akademiknya meningkat.

Padahal, imbuh Thomas, orangtua masa kini seharusnya mengenal teori Multiple Intelligences atau kecerdasan multipel. Teori tersebut pertama kali diperkenalkan oleh Howard Gardner yang kemudian membagi menjadi delapan jenis kecerdasan anak, yaitu word smart (kecerdasan linguistik), number smart (kecerdasan matematis), self smart (kecerdasan intrapersonal), people smart (kecerdasan interpersonal), music smart (kecerdasan musikal), picture smart (kecerdasan spasial), body smart (kecerdasan kinetik), dan nature smart (kecerdasan naturalis).

"Anak harus didukung sesuai dengan minatnya, ada anak yang memiliki beberapa kecerdasan, ada juga yang menonjol di satu bidang. Yang terpenting jangan memaksa, dukung saja agar bisa membangun kompetensi anak di kemudian hari," tukas Thomas Armstrong dalam talkshow bertajuk Beda Anak Beda Pintar bersama S-26 Procal Gold Wyeth Nutrition di Hotel Kempinski, Kamis(1/10).

Potensi Anak
Proses belajar, kata Armstrong, tak pernah ada kata terlambat. Jika saat remaja atau dewasa masih dirasa ada yang kurang dan belum menemukan sisi pintar yang potensial, semua masih bisa dikembangkan. Lalu bagaimana jika saat anak masih kecil, orangtua tak menemukan sisi potensial yang diminati anak? Armstrong menjawab orangtua boleh mengarahkan untuk memasuki beberapa bidang ilmu seperti misalnya kursus piano, kursus tari balet, atau kursus bahasa asing. Akan tetapi komunikasi tidak diperbolehkan putus, sehingga bisa diketahui apakah anak nyaman atau tidak pada bidang tersebut.

Mengamati perilaku anak juga menjadi penting, agar minat diketahui dan bisa distimulasi dengan baik. "Sejak masih dalam kandungan, sebaiknya sudah melakukan stimulasi. Tidak ada batasan untuk menstimulus anak, sudah besar seperti kalian pun juga masih bisa terus dikembangkan," tukasnya.

Armstrong memastikan setiap anak tidak ada yang bodoh, pun begitu dengan anak berkebutuhan khusus seperti down syndrome dan disleksia. Meskipun secara fisik memiliki kekurangan namun dalam segi kepintaran mereka juga memiliki kemampuan yang tidak bisa diremehkan.

Armstrong mencontohkan, bagi anak yang terlahir dengan diagnosa down syndrome dan autis, orangtua harus lebih cekatan, mengajak mereka untuk bergaul lebih dengan lingkungan. Interaksi sosial yang dilakukan lebih awal akan membantu mereka untuk mengenali diri dan mengeluarkan bakatnya. Sementara kasus disleksia, Armstrong menyarankan agar anak diajarkan lebih untuk mengucap bahasa dan mendengarkan suara.

Kemauan orangtua untuk giat menstimulus anak juga harus diimbangi dengan asupan nutrisi yang tepat. Pakar Nutrisi Anak, Endang D. Lestari meminta agar orangtua memastikan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh anak. Beberapa contoh zat penting yang membantu kemampuan belajar anak, seperti protein, alpha-lactalbumin, kalsium, dan vitamin D.
"Untuk kemampuan kognitif perlu asupan zat gizi seperti AA, DHA, Omega 3 & 6 serta zat besi," imbuhnya.(M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya