Terpikat Karst Rammang-Rammang

Heryadi
26/3/2015 00:00
Terpikat Karst Rammang-Rammang
Wisata karst(Antara)

HUJAN deras masih mengguyur ketika kami tiba di jembatan di atas Sungai Rammang-Rammang setelah 1,5 jam berkendara dari Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Sebuah pemandangan indah menakjubkan terpampang di hadapan kami.

Sungai dengan airnya yang tenang, hutan-hutan bakau (Rhizophora racemosa) nan rindang, gunung-gunung karst yang menjulang dan kabut yang menutupinya berpadu membentuk sebuah pemandangan yang eksotis. Kami yang tergabung dalam Journalist Fam Trip yang digelar Archipelago International pada Februari lalu sudah tidak sabar untuk segera bisa menjelajahi Sungai Rammang-Rammang.

Setelah menuruni jalan setapak yang licin dari jembatan, kami akhirnya tiba di Dermaga Rammang-Rammang. Keraguan sempat menyergap lantaran hujan seperti tumpah ruah dari langit. Apalagi setelah melihat katinting, sebutan penduduk setempat untuk perahu, yang akan membawa kami menyusurinya.

Perahu motor itu hanya pas untuk ukuran badan orang dewasa dan diisi empat orang, termasuk pengemudi perahu. Tidak ada atap untuk berlindung dari hujan dan juga jaket pelampung. Namun, pesona keindahan Rammang-Rammang tak mampu kami lawan.

Dengan berbalut jas hujan, kami menyusuri Sungai Rammang-Rammang dengan batu-batunya yang sebesar badan gajah dewasa. Setelah beberapa ratus meter menyusuri sungai, jejeran pohon bakau berganti dengan pohon-pohon nipah (Nypa fruticans) yang tumbuh rimbun di kiri kanan sungai. Kontur sungai yang berbelok-belok tajam membuat perahu kami berkali-kali menabrak pohon nipah.

Kami juga berkali-kali harus merunduk karena beberapa kali melewati batu karst yang membentang di atas sungai. Tetesan air hujan dan kikisan arus sungai secara alami membentuk corak yang luar biasa indah pada batu-batu karst itu. ''Sungguh luar biasa! Seperti yang saya saksikan di Vietnam,'' ungkap Joko Budi Jaya, General Manager Hotel Aston Makassar.


Kampung Rammang-Rammang

Setelah sekitar 1 jam perjalanan, kami pun tiba di Kampung Rammang Rammang yang menjadi tujuan akhir kami. Kawasan ini merupakan bagian dari Desa Salenrang, Kecamatan Buntok, Kabupaten Maros.

Baso, 37, koordinator wisata kampung ini yang menemani kami, mengatakan dinamakan Rammang-Rammang karena kampung ini selalu berselimut kabut. Siang hari terasa sebentar karena pagi maupun sore hari sinar matahari terhalang bukit-bukit karst raksasa menjulang yang mengelilingi kampung ini. Bukit-bukit karst ini hanya bisa ditemui di tiga tempat di dunia. Selain di Rammang-Rammang, dua tempat lainnya ada di Tiongkok dan Vietnam.

Selain bukit-bukit karst yang konon dijadikan bahan bangunan benteng-benteng Kerajaan Gowa, hamparan sawah mendominasi perkampungan ini. Hanya ada 16 rumah di kampung ini, tetapi posisinya terbilang berjauhan.

Tiap-tiap rumah memiliki beberapa perahu. Selain untuk disewakan bagi wisata, juga untuk aktivitas mereka dan transportasi anak-anak mereka bersekolah.

Di rumah panggung milik Baso, 37, koordinator wisata kampung ini, kami beristirahat untuk makan siang. Menu sederhana seperti tumis kangkung, sayur nangka, dan bebek masak kuning terasa begitu nikmat disantap. Khusus bebeknya, terasa lebih enak jika dibandingkan dengan di beberapa restoran bebek yang pernah saya cicipi di Jakarta.

Mungkin karena bebek yang dimasak ialah bebek yang dilepas liar di sawah dan baru dipotong. Menurut Baso, kampung itu tadinya hanya didiami nenek dan kakeknya. Penghuni 16 rumah yang kini ada di perkampungan ini masih kerabatnya. Selain bertani dan berkebun, mereka umumnya menyewakan perahu untuk kegiatan wisata.

''Sabtu dan Minggu biasanya ramai orang yang ingin wisata ke sini,'' papar Baso yang lahir dan besar di situ.

Ada 30 perahu yang bisa disewakan untuk menelusuri Sungai Rammang-Rammang. Baso mengatakan mereka biasanya membaginya secara bergiliran.


Hamparan sawah

 

 

Tidak banyak kegiatan yang bisa dilakukan di kampung yang belum ada aliran listrik ini. Yang utama ialah menyaksikan gununggunung dan batu-batu karst di tengah hamparan sawah atau melongok ke Gua Telapak Tangan.

Kendati begitu, menghirup udara segar jauh dari polusi dan alam yang masih perawan di kampung ini sungguh luar biasa rasanya.

Berbeda dengan perjalan pergi menuju perkampungan ini, untuk perjalanan pulang Baso membawa kami melalui jalan yang berbeda. Setelah berperahu sekitar 30 menit, kami tiba di Dermaga Rammang Rammang 2.

Dari situ Baso mengajak kami berjalan kaki menelusuri pematang sawah. Di sini, pemandangannya tidak kalah luar biasa. Di antara persawahan yang menghijau, jejeran batu-batu karst raksasa berdiri dengan gagah.

''Sayang sekali kalau pemerintah menghancurkan batu-batu karst yang indah ini untuk pembangunan. Jangan sampai anak cucu kita nanti hanya dapat menyaksikannya melalui foto,'' ungkap Budi sambil berjalan menelusuri pematang sawah.

Setelah sekitar 1 jam kami disuguhi pemandangan sawah dan deretanB batu-batu karst, akhirnya kami tiba di jalan raya. Mobil yang menjemput kami telah menanti untuk membawa kami kembali ke hotel.

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya