Mengandaikan fusion dalam dapur makanan, tentu sajiannya akan terasa nikmat bila dibuat oleh chef-chef andal dan berpengalaman. Sejumlah personel yang memang kompeten pada posisinya ini pun menyajikan racikan fusion yang unik dan energik.
Mereka ialah Krishna Siregar (keyboard), Kadek Rihardika (gitar), Franky Sadikin (bas), Damez Nababan (alto sax) dan satu-satunya personel waÂnita, Jeanne Phialsa atau akrab disapa Alsa (drum) yang menggawangi band bernama Fusion Stuff.
Kecuali Alsa dan Damez, paÂra personel lain merupakan muka-muka lama di dunia muÂsik jazz. Pada 1992, Krishna mengeyam pendidikan musik dengan spesialisasi Jazz and Contemporary Music di Australian Institute of Music dan aktif sebagai session player dan arranger. Sementara Kadek Rihardika ialah guru gitar daÂri Abdee Slank, Marshal ADA Band, Irvan Samson, Adit Elemen, Apoy Wali, Moldy Raja, serta Soni dan Iman dari J-Rock.
Sementara Franky SaÂdikin telah menghasilkan empat buÂku panduan bermain bas. Ia memang dikenal sebagai bas, spesialis teknik slap.
Fusion Staff yang terbentuk pada 11 Mei 2012, meramu sebuah menu baru dari berbagai pengaruh musik untuk dijadikan ‘hidangan’ yang nikmat. Melalui chemistry yang sudah terjalin sejak lama, akhirnya The Battle bisa dibilang sebagai mahakarya perdana dari para personel hebat ini.
Sederhananya, The Battle punya arti, yaitu perang. Namun, menurut Khrisna, judul album ini punya makna sebagai sebuah kerja keras seseorang untuk dapat mewujudkan mimpinya dalam menjalani kehidupan atau sikap antusias manusia saat menjalani aktivitasnya sehari-hari dalam bingkai yang positif.
Makna inilah yang dianggap Fusion Stuff dapat membuat The Battle sebagai pemberi semangat dalam menjalani kehidupan. "Apa pun perspektif tiap orang tentang perang, yang jelas jangan pernah lelah untuk menjaga dunia kita atau industri musik ini tetap menyenangkan dan selalu menghaÂdirkan kedamaian bagi para penikmatnya," ungkap Khrisna, pendiri Fusion Stuff.
fusion jazz Di album debutnya, band yang baru saja menghiasi pangÂgung Java Jazz 2015 ini memÂbentangkan 9 daftar dengan nuansa fusion jazz rock yang cukup kental tanpa unsur vokal seperti Brian’s Dream, Means to Me, Song for Gio, I Don’t Even Care hingga The Battle.
Namun, Fusion Stuff memilih nomor Little Briescha sebagai single debut untuk menandai kehadirannya di scene musik lokal.
"Ini nomor yang asik, yang kami anggap sebagai konsep fusion yang amat menarik. TanÂpa vokal memang, tapi kaÂmi yakin bahwa musik yang diÂhadirkan tetap bisa menyeÂnangkan orang banyak," tambah keybordis yang sempat menjadi session player d’Masiv dalam konsep Jazz.
Keyakinan Khrisna mungkin beralasan. Selain komitmen kuat di antara personel Fusion Stuff, ada dara muda yang siap memberikan energi dalam muÂsikal mereka. Alsa yang semÂpat bergabung dengan Setia Band, seakan menemukan gairahnya dalam bermusik keÂtika bergabung dengan Fusion Stuff. Begitu juga Damez saxophonist muda yang sering menjadi additional musician band-band populer. "Secara musik, banyak masukan tentang sejarah musik jazz dari mas Krisna, mas Kadek, lebih ingin mendalami musik jazz," ungkap Alsa.
Alsa sendiri mengaku sangat senang bisa melakukan rekamÂannya live bersama Fusion Stuff di album ini. "Kalau di fusion itu kan diaÂlog, saat pianisnya solo, giÂtarisnya juga bisa nimpalin. Kalau rekaman per track tidak dapat feel-nya. Fusion lebih naÂtural jika direkam live," jelas drummer yang menyumbangkan satu lagu Means to Me di album ini.
Saat ini, Fussion Stuff sedang melakukan promosinya ke berbagai kota di Indonesia. Mereka sengaja mendatangkan komunitas-komunitas jazz di kota kecil maupun besar. Menurut Alsa, cara itu ditempuh lantaran pasar jazz yang tersegmentasi secara khusus dan kuat di dalam komunitasnya. Sambil berpromosi, mereka menjual cd. "Ternyata tanggapannya antusias, banyak yang datang dan membeli cd kami," pungkas Alsa. (Fik/M-6)