Kudapan Lokal di Pasar Cisangkuy

MI/SRI RETNO WULANDARI
15/3/2015 00:00
Kudapan Lokal di Pasar Cisangkuy
(MI/ROMMY PUJIANTO)
NAMA Pasar Cisangkuy, Bandung, Jawa Barat, tak henti berjejal masuk di telinga. Celetukan dari para penikmat kuliner dibumbui foto makanan hingga cemilan wara-wiri di media sosial membuat kami tambah penasaran.

Minggu (11/1) pagi, kami berkesempatan menikmati udara Kota Bandung. Salah satu sasaran kami memang mencicipi kudapan di Pasar Cisangkuy. Kendaraan kami tepikan di dekat lokasi yang berhadapan dengan Taman Lansia, dekat Gedung Sate Bandung.

Para penjaja makanan terlihat sedang membenahi perabot dan bahan di gerobak mereka. Baru sekitar pukul 10.00 WIB, bangunan permanen dengan nama Pasar Cisangkuy itu dibuka. Rupanya bukan hanya kami yang sedari tadi menunggu. Puluhan pengunjung lain pun melakukan hal serupa sembari berputar di taman lansia yang sangat teduh.

Bangunannya serupa pasar modern masa kini. Tidak berlantai tanah, tetapi penuh dengan aneka gerai yang menjajakan beragam makanan. Di bagian teras, selain untuk parkir motor, banyak gerobak dengan camilan yang menggugah rasa lapar menebar pesona. Untuk hari kerja, pasar akan buka mulai pukul 10.00-22.00 WIB, sementara akhir pekan dibuka sejak pukul 10.00-23.00 WIB.

Masuk ke Pasar Cisangkuy jauh dari kesan kumuh. Yang ada justru klasik. Jangan salah karena Pasar Cisangkuy bukanlah pasar sebenarnya yang menjual bahan pangan. Pasar ini khusus untuk tempat makan.

Di dalamnya, drum-drum kayu berjajar rapi untuk dijadikan kursi, meja yang terbuat dari boks kayu, lalu ada juga karung goni dan replika tabung gas ukuran 3 kg, ditambah hiasan sodet, panci, dan kaleng kerupuk yang menggantung di dinding.

Kami bingung memilih tempat. Ada ruang tertutup dan terbuka. Sementara untuk kursi, bisa memilih sofa, lesehan, ataupun duduk di kursi bar dengan drum kayu sebagai alasnya. Pilihan kami jatuh di area terbuka. Selain cahaya lebih terang, kursi di bagian ruang tertutup sudah tidak tersisa. Seorang pramusaji menawari kami buku menu yang membuat bingung. Pilihan kami jatuh pada menu nasi goang, nasi bambu, es oyen, dan seblak basah plus telur.

Harga Pasar tanpa Ditawar
Gunungan nasi berbentuk kerucut datang ditemani dengan lauk ayam goreng, teri kacang, telur iris, lalap, dan sambal. Kami menerka campuran apa yang ikut dimasukkan ke nasi sebelum dibentuk kerucut.

Rasa penasaran itu terhapus dengan penjelasan dari Supervisor Pasar Cisangkuy, Welly Nugraha. Goang diartikan sebagai sambal mentah. Olahan sambal mentah kemudian dicampurkan ke dalam nasi, persis seperti masakan tutug oncom. Rasa pedas lumer di lidah begitu menyuapkan nasi tersebut tanpa lauk. Pedasnya pas, tidak membuat aksi garuk kepala, tetapi sanggup membuat mulut tak henti mengunyah.

Satu porsi nasi goang dibanderol dengan harga Rp32.500, tergolong murah untuk seporsi nasi lengkap dengan aneka lauk. Persis seperti pasar yang kerap menawarkan harga yang bersahabat.

Makanan lain pun tak lama datang silih berganti. Nambu atau nasi bambu menjadi santapan kedua. Bonggol bambu tersaji di atas piring dengan pilihan lauk berupa tahu, gepuk atau ayam, lalap, serta sambal.

Di dalam bambu tersebut tersimpan nasi, rasanya gurih seperti nasi liwet, dan beraroma sedap karena dimasak di dalam bambu. Di atas nasi tersaji daun hijau seperti habis ditumbuk kasar, entah daun apa, karena sang empunya pun enggan bercerita lebih lanjut. Nasi panas gurih dilahap dengan tumbukan daun dan cabe pun sudah terasa nikmat. Sebaiknya memang dimakan selagi panas, karena rasa dan aromanya masih sangat kuat.

"Ada juga makanan dari luar, seperti dimsum, takoyaki, ataupun pasta. Tetapi kudapan lokal tetap memiliki porsi yang jauh lebih banyak. Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga makanan khas Sumatera seperti pempek. Konsep pasar, panganannya juga yang lokal, interior dibuat layaknya pasar," tutur Welly.

Haus yang sedari tadi terasa, terobati dengan hadirnya es oyen. Es jenis ini banyak dijumpai di kota-kota lain termasuk Jakarta. Es ini disajikan dalam mangkuk berukuran sedang seharga Rp15 ribu. Manis dan segar, melahap sajian berisi ketan hitam, kelapa muda, nangka, potongan roti tawar yang disiram serutan es, sirup, serta susu kental manis.

Sebagai penutup, kami mencoba makanan yang sedang populer di Kota Bandung, seblak basah. Kami meminta tambah rasa pedasnya dari ukuran yang biasa. Kerupuk aneka bentuk yang biasanya digoreng, kali ini dimasak dengan air, dengan tambahan berupa makaroni dan juga telur orak-arik. Seperti menyantap mi nyemek, tetapi dengan bahan baku berupa kerupuk.

"Kami memiliki tim seleksi, dari segi rasa dan harga harus masuk. Kebanyakan yang kami ambil memang yang menjadi khas di daerahnya. Banyak pilihan, konsepnya seperti foodcourt, mau makan apa saja dan memilih duduk di mana saja. Hanya saja interiornya, kami tidak ingin yang biasa saja. Untuk soal bumbu, itu jadi rahasia dapur para pedagang," imbuh Welly.

Kalau ingin mencari ragam pilihan menu, tempat yang asyik dengan interior tidak biasa, bisa menjajal tempat yang berlokasi di Jalan Cisangkuy No 64 ini. Saran kami, gunakan kendaraan umum yang mengarah ke daerah Gedung Sate, lalu berjalanlah ke arah taman lansia, di situlah letak pasar ini. Sementara untuk parkir mobil, tidak ada tempat khusus, pengunjung dapat memarkirkan kendaraan di sepanjang Jalan Cisangkuy.(M-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya