AKHIR pekan menjadi waktu bagi Annisa dan suami mengajak kedua anaknya menonton di bioskop. Tentunya tidak setiap akhir pekan, ada film khusus anak yang sarat pesan dan tidak tercampur adegan dewasa.
Sebelum memutuskan, Annisa mengajak Akhtar, 11, dan Arung, 4, menyaksikan sinopsis film yang akan ditonton. Penting bagi Nisa agar film itu ramah anak dan tidak menimbulkan kebosanan saat film diputar.
Namun, keputusan Nisa mengajak anaknya ke bioskop cukup lama. Ia baru mengajak setelah mereka berusai tiga tahun karena di usia itu anak sudah mampu diberi pengertian aturan menonton. Selain itu, layar lebar dan audio yang menggelegar akan memacu keingintahuan anak untuk mengamati setiap detail dan ucapan.
"Siapkan camilan agar mereka tetap dapat menikmati film dengan tenang. Meskipun saat pertama kali diajak ke bioskop mereka tidak bisa diam, berdiri di kursi, pindah-pindah kursi, hingga mengeluarkan komentar ketika film masih berlangsung," tukas Nisa ketika berbincang dengan Media Indonesia di Jakarta, Senin (9/3). Saat ini kedua anaknya sudah mampu diajak duduk tenang dan menyaksikan berbagai adegan yang sarat pesan.
Keinginan untuk pergi menonton bersama anak juga dilakukan Fitri Anjani, 27. Ia ingin tahu reaksi sang anak, Fatih Al Hafidz, 1,2, ketika diajak melihat tontonan di tempat baru.
Kala itu film yang dipilih ialah Penguins of Madagascar, tak dinyana sang anak senang dan tertawa-tawa saat diajak masuk ke ruangan yang penontonnya kebanyakan anak kecil bersama orangtuanya. Berbekal camilan dan headset agar telinga Fatih tidak menerima gelombang suara kencang, Fitri menyaksikan tingkah laku anaknya yang tertawa tiap adegan penguin, berdiri, dan berupaya mengajak mengobrol penonton di kursi belakang, termasuk tertidur sebelum film selesai.
Namun, Fatih bersikap rewel kala Fatih memilih film yang tergolong dewasa, Kingsman. Tak ayal dia berupaya memberikan susu dengan harapan anaknya tidak rewel lagi.
"Ha ha ha enggak mempan, ya akhirnya saya bawa keluar, tidak jadi menonton film. Mungkin karena itu film dewasa ya, yang datang orang dewasa, dentuman bass audio-nya membuat dia kaget. Saat menyaksikan penguin, ia malah aktif bersosialisasi dengan anak seusianya," tukas Fitri yang mengaku akan menonaktifkan hobi menonton di bioskop untuk sementara waktu. Ia akan melakoni kembali jika Fatih sudah cukup umur untuk diberi pengertian.
Belajar yang menyenangkan "Oh jadi pohon itu enggak boleh ditebang, ya, Ma?," tanya Rafie, 8, kepada ibunya, Rani Purwanti, seusai menyaksikan film berjudul The Lorax. Dalam film animasi yang diangkat dari buku karangan Dr Seuss itu diajari soal pentingnya menjaga lingkungan. Penyampaian pesan memang lebih menyenangkan, dengan suguhan gambar dan suara. Anak dapat melihat sendiri sebab akibat yang ditimbulkan apabila perkataan baik tidak dituruti.
Tidak hanya saran pesan, ia tidak segan membantu anak keduanya Hanief, 6, memahami apa yang ditanyakan. Terkadang, saat film berlangsung pun, Rafie dan Hanief tidak segan untuk bertanya pada orangtuanya, seperti ketika menonton film The Avengers. "Ada ya pesawat keren seperti itu di Amerika?" ujar Rani menirukan pertanyaan anaknya yang dilontarkan saat film masih berlangsung.
"Sekarang anak yang selalu mengajak nonton, mereka cari tahu sendiri film-filmnya dan diputar di bioskop mana he he he. Yang pasti saya selalu menyaring film yang mereka minta, adegan kekerasan, bahasa yang aneh seperti lo dan gue, itu saya hindari. Sebelum menonton Avengers, kami sudah mewanti-wanti mereka untuk tidak mempraktikkan adegan kekerasan yang muncul. Namun, sebisa mungkin jangan berikan film yang banyak adegan kekerasan," tukas Rani.
Begitu pula dengan Nisa, ia pun kerap melakukan diskusi santai dengan kedua anaknya seusai menyaksikan film di bioskop, mulai tokoh yang disukai, alasannya, hingga hal menarik apa saja yang ditangkap anak dari film tersebut. Respons yang baik itulah yang meyakinkan Nisa. Mereka tidak sekadar menonton, tetapi juga belajar dan menambah pemahaman wawasan dari film tersebut.
"Imajinasi berkembang, anak-anak suka menggambar tokoh superhero. Mereka juga bisa menambah wawasan kebudayaan dari negara atau daerah lain yang ditampilkan film tersebut. Ya, sekarang anak-anak yang sering mengajukan judul film karena sudah terpapar informasi," pungkas Nisa yang mengaku belum pernah mendapatkan permintaan dari anak sulungnya untuk menonton sendiri bersama teman-temannya. (M-4)