Pulau Sampah Ancam Perairan Pasifik

Dhika Kusuma Winata
08/10/2016 10:25
Pulau Sampah Ancam Perairan Pasifik
(Sumber: NOAA/Foto: The Ocean Cleanup/Grafis: Caksono)

SAMPAH yang ada di Samudra Pasifik ternyata lebih buruk daripada yang diperkirakan sebelumnya. Demikian klaim tim Ocean Cleanup, yang baru merampungkan sesi awal Ekspedisi Udara (Aerial Expedition) dari California, Amerika Serikat, hingga ke perairan Hawaii, pekan ini.

Tim yang diinisiasi penemu muda asal Belanda, Boyan Slat, itu menemukan berbagai sampah laut di sisi utara 'Pulau Sampah Pasifik' (Great Pacific Garbage Patch). Limbah yang didapat dari survei udara itu mulai jaring nelayan, wadah plastik, hingga barang bekas lainnya.

"Terbilang aneh melihat begitu banyak sampah di perairan yang semestinya bersih," kata pendiri Ocean Cleanup Boyan Slat.

Menurut tim, konsentrasi kumpulan sampah yang diamati di satu wilayah di utara perairan Pasifik luasnya sekitar 1 juta km2. Area periferinya terbentang sejauh 3,5 juta km2. Kepadatannya pun, kata tim peneliti, disebut-sebut jauh lebih tinggi ketimbang yang diperkirakan.

"Sebagian besar puing sampah yang ditemukan ialah objek besar. Benda itu akan terurai menjadi mikroplastik dalam beberapa dekade ke depan. Itu akan menjadi bom waktu jika kita tidak bertindak," imbuh Slat.

Survei tim yang sebagian didanai pemerintah Belanda itu dilakukan menggunakan pesawat Hercules C-130 yang dinamai Ocean Force One. Pesawat sengaja diterbangkan dengan kecepatan rendah, yakni 140 knot dan mengudara di ketinggian 400 meter.

Sebanyak 10 peneliti, 3 teknisi perangkat, dan 7 personel navigasi ambil bagian dalam ekspedisi. Mereka menggabungkan teknik pengamatan konvensional pandangan mata dan teknologi sensor untuk mendeteksi ukuran objek sampah.

Tahun lalu, Ocean Cleanup mengirim 30 kapal untuk menjaring mikroplastik menggunakan jaring besar. Sementara itu, penerbangan yang dilakukan baru-baru ini ditujukan untuk menemukan sampah berukuran 0,5 meter atau lebih.

Tersebar
Istilah Pulau Sampah Pasifik bukan tanpa kontroversi. Pada 2003, pendiri Algalita Marine Research Foundation Charles Moore menulis catatan perjalanannya di majalah <>Natural History.

Di sebelah utara Pasifik, kata Moore, terbentang ribuan kilometer permukaan laut yang penuh dengan plastik. Ia memperkirakan ada 3 juta ton. Sementara itu, ahli oseanografi Amerika Serikat Curtis Ebbesmeyer menyebut pulau sampah tersebut sama luasnya dengan daratan Texas (700 ribu km2).

Namun, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menyebut istilah pulau sampah banyak dibumbui mitos. Menurut NOAA, konsentrasi sampah di Pasifik memang benar adanya, tetapi tidak seperti penampakan pulau sungguhan melainkan tersebar.

Dimensi penampakan kumpulan sampah bisa berubah terus-menerus secara perlahan. Limbah tersebut terjebak di antara arus laut dan arah angin yang berbeda-beda.

Karena itu, Ocean Cleanup berencana melakukan program pembersihan laut menggunakan pembatas besar untuk 'menyapu' plastik. Purwarupa teknologi pembatas berukuran 100 km tengah disiapkan. Menurut rencana, itu akan dikerahkan pada 2020.

Namun, Slat mengingatkan sampah plastik tidak mudah dihilangkan begitu saja. "Plastik cukup tangguh. Kita perlu membersihkannya, tetapi kita juga harus mencegahnya masuk ke laut. Daur ulang, perbaikan desain produk, dan masalah peraturan ialah aspek krusial," ujar Slat.

Masalah sampah di laut tengah menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir. Program Lingkungan PBB, misalnya, menyebut Pulau Sampah Pasifik tumbuh pesat bak Tembok Tiongkok yang terlihat dari angkasa. Tahun lalu, riset di jurnal Plos One mengungkap ada 5 ton keping sampah plastik mengambang di laut. Beratnya diperkirakan sekitar 250 ribu ton.

Sementara itu, laporan Ellen MacArthur Foundation awal tahun ini meramalkan plastik di laut akan melampaui jumlah ikan pada 2050.(The Guardian/Huffington Post/Ocean Cleanup/NOAA/Natural History/L-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya