Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
INDONESIA berada di urutan ketiga sebagai negara terbesar penghasil listrik dari panas bumi.
Predikat itu ditulis dalam seebuah laporan internasional, yakni 2016 Annual US and Global Geothermal Power Production Report.
Di situ juga dikatakan sekitar 40% cadangan panas bumi dunia dimiliki Indonesia.
Panas bumi dikenal sebagai sumber energi bersih yang dapat melepaskan gas ruma kaca.
Berbeda dengan penciptaan energi melalui pembakaran bahan bakar fosil yang kotor.
Panas bumi sebagian besar ditemukan di daerah seismik aktif di Indonesia, di sekitar batas lempeng tektonik, yang tersebar di 324 titik dan 127 gunung api di sepanjang jalur vulkanis aktif, yaitu Sumatra, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku.
Bila diakumulasi, cadangan potensial panas bumi tersebut bisa mencapai 29 gigawatt (Gw).
Meskipun Indonesia terlihat ung-gul, angka pemanfaatan tenaga panas bumi ternyata kurang dari 5% dari keseluruhan potensi pemanfaatan panas bumi di Bumi Pertiwi ini.
Angka produksi hanya 0,6% atau sekitar 1.400 megawatt (Mw), hanya cukup untuk memberikan daya bagi 1,4 juta rumah tangga.
Saat ini pemerintah tengah mendorong untuk memperluas sektor pemanfaatan tenaga panas bumi sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi (geotermal) menjadi lima kali lipat dalam dekade berikutnya.
Targetnya pada 2025 kapasitas pembangkit Indonesia meningkat menjadi 7.200 Mw.
Target itu juga dibarengi dengan pengembangan dalam pemanfaatan energi baru terbarukan tersebut.
Jika hal tersebut terealisasi, Indonesia akan menjadi produsen teratas sumber listrik tenaga panas bumi di dunia.
Tantangan Internal
Meskipun Indonesia memiliki potensi yang tinggi, ada sejumlah masalah dalam pengembangan geotermal ini.
Masalah terbesar terkait dengan biaya.
Untuk membangun sebuah pembangkit listrik tenaga panas bumi saja diperkirakan biayanya setara dengan US$4 juta hingga US$5 juta per megawatt.
Bandingkan dengan biaya pembuatan sebuah pembangkit listrik konvensional batu bara yang hanya menghabiskan biaya US$1,5 juta hingga US$2 juta.
Masalah juga muncul dari investor.
Banyak investor mengeluh tentang rendahnya harga yang ditawarkan BUMN dalam pembelian produk sumber listrik dari pusat panas bumi.
Padahal banyak investor yang optimistis untuk ikut mengembangkan panas bumi di Indonesia.
Tantangan besar lainnya ialah birokrasi.
Daniel Wicaksana, konsultan dari Frost Sullivan Indonesia, mengatakan kerumitan dalam menyelesaikan dokumen yang diperlukan memperlambat pengembangan proyek potensial itu.
Sekitar 29 izin diperlukan dari instansi pemerintah yang berbeda-beda.
Selain itu, proses negosiasi dengan pemerintah daerah juga memakan waktu yang banyak. (iflscience/phys/Zic/L-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved