Drone Amfibi untuk Awasi Perairan Terluar

Dhika Kusuma Winata
06/8/2016 08:21
Drone Amfibi untuk Awasi Perairan Terluar
(MI/Arya Manggala/Grafis: Caksono)

KARENA lolos uji kelakian pada akhir Juli lalu, pesawat terbang nirawak (UAV) OS-Wifanusa resmi mengantongi sertifikat kelaikan militer dari Indonesian Military Airworthiness Authority (IMAA) Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan, pekan ini.

Drone buatan Indonesia Maritime Institute (IMI) yang bekerja sama dengan PT Trimitra Wisesa Abadi itu mendapatkan dua sertifikat untuk dua tipe Wifanusa.

Pertama Wifanusa SL-D70.

Jenis itu memiliki panjang rentang sayap 4,2 meter. SL-D70 mampu terbang 6 hingga 8 jam.

Yang kedua ialah OS-Wifanusa SL-D28 dengan rentang sayap 6,4 meter.

Jenis yang satu itu bisa mengudara 8 hingga 10 jam.

Yang menjadi andalan drone OS-Wifanusa jika dibandingkan dengan pesawat nirawak lainnya ialah bisa lepas landas ataupun mendarat di air dan darat. Drone itu masuk kategori amfibi.

Tak hanya itu, Wifanusa juga tidak membutuhkan landasan pacu yang panjang sehingga mudah dioperasikan.

Di air (laut/sungai), pesawat itu hanya membutuhkan jarak 50 meter demi bisa mengudara.

Di darat, pesawat nirawak hanya butuh landasan tanah rata sekitar 40 meter.

Jarak tempuh yang mampu dilalui maksimal sekitar 800 km.

Pesawat itu memiliki kemampuan sistem kontrol jarak jauh dengan jangkauan 100 kilometer dan secara real time mengirimkan gambar video.

OS-Wifanusa dilengkapi dengan sistem navigasi dan telemetri.

Sistem pengendali terdiri atas monitor dan antena helix yang menggunakan kontrol komunikasi frekuensi.

Moda kontrol darat bisa berupa minibus yang dimodifikasi, sedangkan di laut, perangkat dipasang pada kapal (speedboat).

Drone Wifanusa dilengkapi dengan sistem pengawasan (surveillance) dan kamera pemetaan.

Wahana berbahan bakar pertamaks itu dilengkapi kamera optik untuk video, kamera gimbal untuk inframerah, kamera menengah 80 MP, serta kamera multispektral untuk foto udara.

Kamera multispektral bermanfaat untuk mendeteksi warna dan melacak target yang telah diidentifikasi.

Meski begitu, pengoperasian drone Wifanusa bergantung pada kondisi cuaca.

Wahana itu didesain hanya mampu lepas landas ataupun mendarat di kondisi yang air yang stabil. Karena itu, cuaca buruk atau badai akan dapat mengganggunya.

Pantau perbatasan

Kementerian Pertahanan telah membeli tiga unit drone itu. Rencananya, drone dioperasikan di daerah perbatasan dan Zona Ekonomi Eksklusif Natuna (ZEE Natuna).

Menurut Programmer PT Trimetra Wisesa Abadi, Yosa Rosario, pesawat Wifanusa cocok dengan kondisi wilayah RI yang didominasi lautan sehingga dapat dikembangkan untuk digunakan dalam menunjang berbagai aktivitas maritim, baik sipil maupun militer.

"Pesawat tanpa awak jenis amfibi ini dibuat terutama untuk melakukan pemantauan di wilayah perairan perbatasan, tempat kita tidak perlu mencari landasan darat,", ujarnya.

Uji kelaikan pada Juni-Juli lalu diadakan di Lanud Atang Sendjaja, Bogor, dan uji di laut dilakukan di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat.

Sebelumnya, Wifanusa juga lolos uji dari Litbang TNI-AL di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat.

OS-Wifanusa diciptakan peneliti Indonesia Yulianus Paonganan, Laksamana TNI Ade Supandi, dan Oky Suanandi.

Proyek riset dimulai sejak 2013.

Konsep awal tim riset Indonesia Maritime Institute (IMI) berupa flying boat, lalu berkembang menjadi sistem pesawat nirawak untuk kebutuhan militer.

Berdasarkan verifikasi PT Surveyor Indonesia dan Kementerian Perindustrian, drone tersebut ber-TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) sebesar 28,01%.

(Ant/L-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya