Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SALAH satu dampak pandemi Covid-19 adalah percepatan digitalisasi masyarakat. Banyak orang untuk beralih ke layanan digital untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Perubahan ini didukung oleh pesatnya pertumbuhan aplikasi super yang melayani berbagai kebutuhan, seperti transportasi, pesan-antar makanan, pembayaran, dan masih banyak lagi.
Survei Tempo Data Science (TDS) menemukan persaingan yang sengit antara dua raksasa di dunia digital apps Indonesia, Grab dan Gojek, dalam merebut segmen pasar milenial dan gen Z.
TDS menggelar survei untuk mengukur perilaku dan preferensi Milenial dan Gen Z terhadap aplikasi super.
Survei dilaksanakan pada Oktober-Desember 2021 dengan melibatkan 844 responden di delapan kota besar Indonesia, yakni Jabodetabek, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Makassar dan Denpasar.
Yang diukur adalah tingkat awareness, preferensi penggunaan, dan evaluasi terhadap layanan digital di kalangan generasi Z dan milenial terhadap empat lini layanan digital, yakni transportasi online (ride-hailing), pesan-antar makanan (food delivery), pembayaran digital (digital payment), dan belanja kebutuhan harian (grocery shopping). Hasilnya, terjadi persaingan yang ketat antara Grab dan Gojek memimpin, meninggalkan merek-merek lain pada semua kategori.
Grab unggul dalam pangsa pasar pada tiga kategori (yakni transportasi online, pembayaran digital, dan belanja kubutuhan harian), dan seimbang dengan Gojek pada kategori pesan-antar makanan.
Meski demikian selisih di antara keduanya di setiap kategori sangat ketat.
Koordinator survei TDS Ai Mulyani mengatakan, karena keduanya menyasar pasar yang persis sama, selisih yang ketat tersebut mengindikasikan persaingan yang dinamis di antara keduanya.
“Aplikasi super telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan Milenial dan Gen Z. Karena itu mereka sangat sensitif dalam menentukan pilihan mereka,” ujar Ai Mulyani selaku penanggung jawab riset dari TDS.
Baca juga: Telemedicine Tingkatkan Kemudahan Layanan Kesehatan Karyawan
Popularitas dan Pangsa Pasar
Pernyataan Ai tersebut terkonfirmasi dari tingkat pengenalan terhadap merek (brand awareness) terhadap aplikasi super dan merek-merek afiliasinya.
Secara umum, popularitas merek Grab dan Gojek pada layanan transportasi online, pesan-antar makanan, dan belanja kebutuhan harian sudah sangat tinggi, demikian pula OVO dan GoPay pada layanan pembayaran digital.
Di kalangan generasi Z dan milenial, tingkat awareness secara spontan (tanpa dibantu mengingatkan merek baik secara nama, logo, warna) untuk merek-merek tersebut sudah di atas 90%. Artinya hampir semua paham dan familiar dengan merek-merek tersebut.
Di sisi lain,tampak kesenjangan yang nyata antara dua merek terkemuka, yakni Grab dan Gojek, dengan merek-merek lain, seperti Maxim dalam layanan transportasi online; atau Dana, Shopeepay, dan LinkAja dalam pembayaran digital; atau Shopee Mart, Bliblimart dan Sayurbox dalam belanja harian.
Kondisi Tersebut juga tergambar dalam penguasaan pangsa pasar yang diukur berdasarkan merek paling sering digunakan (Brand Used Most Often, BUMO).
Pada kategori transportasi online, Grab menguasai 52% pangsa pasar, unggul 4% dari Gojek yang mencapai 48%. Selain dua decacorn tersebut ada Maxim sebagai pemain lain, namun perolehan pasarnya sangat kecil.
Dalam kategori pesan antar-makanan GrabFood dan GoFood bersaing ketat, meraih nilai yang sama, masing-masing 45%, sisanya sebesar 10% dikuasai oleh ShopeeFood yang relatif baru masuk pasar.
Menurut Ai, faktor diskon dan promosi yang menjadi faktor-faktor yang menentukan pilihan pelanggan.
Perebutan pangsa pasar pada layanan pembayaran digital lebih sengit. OVO memimpin pasar pada 42%, diikuti GoPay (32%), ShopeePay dan Dana (masing-masing 11%), serta LinkAja (4%).
Untuk mengukur produk dan layanan terbaik, responden diminta mengevaluasi menggunakan skor dengan skala 1 (sangat buruk) hingga 5 (sangat bagus) terhadap masing-masing merek.
Hasilnya menunjukkan bahwa di mata gen Z dan milenial, Grab unggul tipis dibanding layanan Gojek. Hal ini terlihat dari selisih mean score (angka rata-rata) atribut secara keseluruhan yang rata-rata relatif kecil, yakni di bawah 3%.
Keunggulan yang cukup signifikan terlihat pada Grab yang dinilai lebih baik pada beberapa atribut terkait tarif yang lebih kompetitif. Sedangkan pada atribut lainnya dinilai lebih unggul atau setara.
Secara lebih rinci bisa disimak dalam paparan berikut ini:
Pada kategori transportasi online nilai keseluruhan Grab 4,16 lebih tinggi dibanding Gojek (4,12).
Grab dinilai lebih baik pada atribut utama, yaitu tarif dan program loyalty, kemudahan dan kenyamanan menggunakan aplikasi, kemudahan dan kecepatan mendapatkan driver/pengemudi, dan menerapkan protokol kesehatan yang baik selama pandemi
Pada kategori pesan-antar makanan, produk dan layanan GrabFood dinilai lebih baik yang mencapai 4,19 dibanding GoFood (4,11), dan ShopeeFood (4,04).
Grab dinilai kuat juga pada atribut biaya antar yang kompetitif, promosi, dan program loyalty.
Untuk kategori pembayaran digital, OVO meraih mean score (4,19), lebih baik dibanding GoPay (4,14) dan ShopeePay (4,13).
OVO dinilai lebih baik dalam tiga atribut, yaitu: mudah dan nyaman dalam menggunakan aplikasi, diterima di banyak tempat–seperti toko dan restoran, serta menawarkan program loyalty yang menarik
Pada kategori belanja kebutuhan harian, GrabMart dengan skor 4,15 lebih unggul dari GoMart (4,09).
GrabMart unggul dalam hal program terkait kemudahan dan kenyamanan penggunaan aplikasi, promo dan rewards yang menarik,pilihan metode pembayaran yang beragam, dan pilihan jadwal pengiriman
Temuan di atas, menurut Ai, menunjukkan pertarungan dua decacorn Grab dan Gojek sangatlah ketat dalam memperebutkan pasar yang sama.
Hal ini disebabkan baik pengguna (buyer, user) maupun penyedia jasa (seller, provider) sebenarnya adalah komunitas digital yang sama. Semua seller dan buyer mempunyai akses yang sama.
Pembeda terkuat adalah faktor preferensi seperti kemudahan, dan kenyamanan penggunaan aplikasi serta harga.
Karena itu, switching pattern secara nyata ada di ujung jari. Hampir tidak ada hal yang menghalangi pengguna untuk berganti aplikasi yang tersedia pada satu gadget yang sama.
Selain faktor preferensi, moda pembayaran ditemukan menjadi faktor loyalitas konsumen terhadap merek aplikasi super.
“Sangat linier. Pengguna Grab dan semua layanannya merupakan pengguna utama OVO, begitu juga dengan GoPay yang digunakan oleh pengguna Gojek. Perbaikan dan inovasi di lini pembayaran akan mendongkrak loyalitas konsumen terhadap aplikasi supernya,” jelas Ai. (RO/OL-09)
Tim indentifikasi (Inafis) Polres Tasikmalaya Kota bersama anggota Polsek Cihideung yang mendapatkan informasi dari warga langsung menuju lokasi dan meletakan kantong jenazah
Keberadaan GSN untuk mengedukasi masyarakat bahwa tanpa rasa solidaritas atas kesenjangan yang dihadapi oleh banyak kelompok masyarakat, termasuk jutaan pengemudi daring.
POLISI memastikan bahwa paket di dalam mi instan yang diantar oleh pengemudi ojek online (ojol) berinisial MR dari Kampung Ambon, Cengkareng, Jakarta Barat, adalah sabu seberat 1 gram.
Seorang driver ojek online (ojol) berinisial MR (31) melapor ke polisi setelah menerima order pick up mi instan yang ternyata berisi sabu.
AKIBAT kalah judi online hingga terlilit utang belasan juta rupiah, seorang sopir ojek online (ojol) di Semarang, Jawa Tengah (Jateng), nekat bunuh diiri dengan cara gantung diri di dalam rumah.
NasDem mengkritisi rencana penghasilan ojek online (ojol) dipotong untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Padahal, sistem kerja ojol bersifat kemitraan.
Salah satu aspek penting dalam pengelolaan keuangan adalah bagaimana cara menghemat pengeluaran bulanan, terutama untuk belanja kebutuhan sehari-hari.
Survei Visa mencatat transaksi belanja masyarakat di e-commerce melampaui transaksi di toko offline pada Lebaran lalu. Ini menunjukkan adanya pergeseran perilaku menuju belanja virtual.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan transformasi digital, upaya untuk mendorong pilihan produk lokal semakin mendapat perhatian yang serius.
Selain itu, metode pembayaran yang mudah dilakukan juga turut mendorong konsumen untuk lebih memilih belanja secara daring.
Menurut NielsenIQ Indonesia, sepanjang tahun 2023, sebagian besar konsumen di Indonesia memilih untuk berbelanja melalui platform daring
Platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, dan TikTok Shop di Indonesia terus berinovasi dengan fitur-fitur baru serta program-program unggulan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved