Mencocokkan Arah Kiblat

Gurit Ady Suryo
04/6/2016 05:40
Mencocokkan Arah Kiblat
(Ilustrasi)

JUMAT, 27 Mei 2016 merupakan yaumu rashdil qiblat atau hari meluruskan arah kiblat bagi umat muslim dengan memanfaatkan transit matahari yang searah dengan Kabah. Kabah yang berada pada koordinat 21,4 LU dan 39,8 BT dalam setahun biasanya akan mengalami dua kali peristiwa istiwa azhom, yaitu fenomena ketika posisi matahari akan searah dengan Kabah. Fenomena ini dalam ilmu falak atau astronomi dikenal dengan istilah yaumu rashdul qiblah. Momentum langka itu biasanya terjadi pada 27 atau 28 Mei dan 15 atau 16 Juli. Namun, karena tahun ini kabisat, fenomena itu terjadi pada 27 Mei. Momentum itu banyak dimanfaatkan umat Islam di Indonesia untuk menentukan dan memperbaiki kiblat masjid, musala, dan tempat salat yang ada di rumah.

Dalam ajaran Islam, menghadap kiblat atau bangunan Kabah yang berada di Masjidil Haram merupakan tuntutan syariah dalam melaksanakan ibadah. Berkiblat wajib dilakukan ketika hendak mengerjakan salat dan menguburkan jenazah muslim. Menghadap kiblat juga merupakan ibadah sunah ketika azan, berdoa, berzikir, membaca Alquran, dan menyembelih binatang. Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama, Mukhtar Ali, menjelaskan, berdasarkan data astronomi pada Jumat (27/5), matahari akan melintas dan searah dengan Kabah pada pukul 16.18 WIB dan 17.18 Wita. "Bayang-bayang benda yang berdiri tegak, pada tanggal dan jam tersebut akan mengarah tepat ke Kabah," jelas Muhtar Ali.

Untuk melihat, memastikan, dan memperbaiki kiblat yang sebenarnya, umat muslim harus menyesuaikan diri dengan bayang-bayang benda pada saat itu. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kiblat itu, yaitu memastikan benda yang menjadi patokan harus benar-benar tegak lurus. Untuk itu, masyarakat bisa menggunakan alat bantu. Mukhtar menambahkan, selain tongkat lurus, menara, sisi selatan bangunan masjid, tiang listrik, tiang bendera, atau benda lain yang tegak juga bisa digunakan untuk melihat bayangan. "Bisa juga dengan teknik lain, misalnya, bandul yang digantung menggunakan tali sepanjang beberapa meter, maka bayangannya dapat kita gunakan untuk menentukan kiblat," jelasnya.

Tak perlu bongkar masjid
Kementerian Agama meminta masyarakat muslim Indonesia tak perlu khawatir dengan fenomena itu. Kepala Subdirektorat pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat dari Kementerian Agama, Nur Kazin, mengatakan fenomena langka ini merupakan waktu yang tepat bagi umat muslim yang sedang membangun masjid atau musala. "Bagi masjid yang sudah berdiri (yang belum tepat kiblatnya) tidak usah dibongkar, hanya disesuaikan saja safnya agar lebih khusyuk," kata Nur Kazin.

Pernyataan yang sama juga dilontarkan Ketua PBNU Lembaga Falakiyah, A Ghazalie Masroeri. Ghazalie mengatakan, bila kiblat yang sudah ada tidak sama, umat muslim diminta untuk menyesuaikan saf dengan arah kiblat baru. Pengurus masjid pun tak perlu repot untuk membongkar masjid atau musala untuk mendapatkan kiblat sejati. "Tidak perlu membongkar bangunannya, cukup kiblat," ujar Ghazalie. (Kementerian Agama RI/Bmkg.go.id/Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Falak (LP2IF)/Antara/L-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya