Peradaban Tersembunyi di Balik Kuil Suci

Dhika Kusuma Winata
07/5/2016 06:30
Peradaban Tersembunyi di Balik Kuil Suci
(AP/Anat Givon)

HANYA ada pepohonan lebat di sekeliling kuil kuno Angkor Wat, Kamboja. Rumah para dewa yang berjarak 330 km dari ibu kota Phnom Penh itu dikelilingi parit besar, terisolasi dari kota.

Bagi para turis, tidak ada yang lebih eksotis dan mengagumkan dari situs religius terbesar di dunia seluas 162 hektare (ha) di Provinsi Siem Reap itu. Menara dan pahatan batu yang menggambarkan dewa-dewa serta mitologi Hindu menjadi objek ziarah jutaan orang setiap tahun.

Di balik kesan suci dan terasing itu, Angkor Wat ialah metropolitan kuno yang tersembunyi. Serangkaian penelitian panjang berhasil menyingkap Angkor Wat bukan cuma kompleks peribadahan. Arsitektur yang dibangun pada abad ke-12 itu ialah kuil raksasa yang terhubung dengan permukiman penduduk, kanal-kanal, dan bangunan lain yang terbentang di luar parit besar di sekitarnya. Besarnya sepadan dengan Berlin di Jerman dan Columbus di Amerika Serikat.

Peneliti menyebutnya Angkor Raya. Area kota di luar kompleks Kuil Angkor Wat terbentang sejauh 100 ribu ha. Menurut Roland Fletcher, arkeolog di University of Sydney, jika Angkor Wat dihitung sebagai bagian dari hamparan lanskap urban itu, ratusan kuil dan tempat peribadahan yang dibangun Kerajaan Khmer dari abad 9 hingga abad 15 juga terhubung.

"Hingga terciptanya kota-kota industri di abad ke-19, tidak ada yang bisa menyamai Angkor Raya," cetus Fletcher, yang memublikasikan studinya bersama arkeolog di Siem Reap Center, Damian Evans, di Jurnal Antiquity.

Menurut Fletcher, yang memimpin proyek studi Greater Angkor Project III (Australia), kawasan metropolitan itu dahulu dihuni sekitar 750 ribu penduduk pada abad ke-12 hingga abad ke-13. Jika dibandingkan dengan peradaban kota di Tiongkok, yang pada abad ke-9 berpopulasi 1 juta, wilayah Angkor Raya diyakini jauh lebih besar.


Jaring kota

Dengan dibangun tidak jauh dari istana Kerajaan Khmer, Angkor Wat merupakan proyek Suryavarman II (1113-1149). Kuil yang awalnya didedikasikan untuk Dewa Wisnu itu lalu menjadi tempat peribadahan dan makam Suryavarman II.
Diperkirakan, tak kurang dari 4.500 orang tinggal di kompleks kuil pada abad ke-12. Kini tak satu pun orang bermukim di situs warisan dunia UNESCO itu. Biksu pun peziarah layaknya turis.

Menurut estimasi, pembangunan Angkor Wat mengerahkan 25 ribu tenaga kerja, baik yang menetap maupun yang hilir mudik. Sekitar 125 ribu pekerja lain diperkirakan kerap mondar-mandir untuk mengirim suplai.

Di luar kuil terdapat jaringan jalan kota yang saling silang membentuk blok-blok permukiman. "Setiap kuil di Angkor Raya menopang ekonomi yang besar. Jaringan kota terbentang melampaui kuil hingga ke pedalaman," kata Evans.

Peneliti juga mengklaim kota bisa berkembang jauh lebih pesat meski tanpa moda transportasi modern yang memudahkan mobilitas jarah jauh. Hal itu disebabkan transportasi mekanis baru muncul di Angkor Raya pada 1800-an.


Reka ulang

Penyingkapan dimulai sejak 2012. Selama dua pekan pada April, tim peneliti terbang di atas kompleks kuil menggunakan helikopter yang dipersenjatai teknologi laser Lidar (<i>light detection and ranging<p>). Sebagian kecil dari gelombang yang ditembakkan laser berhasil masuk ke sela-sela pohon dan semak hingga menjangkau dasar terbawah. Lapisan tanah terkeras memantulkan laser kembali ke sensor di helikopter.

Dengan teknik itu, peneliti dapat mengetahui perbedaan kontur tanah yang diselimuti rerimbunan pohon. Mereka lalu menyusun ulang blok-blok kota, area permukiman, lokasi bekas danau-danau, dan peninggalan arkeologis lain. (Science News/M-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya