Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
MIMPI indah kemenangan 2-1 atas Thailand pada laga pertama final Piala AFF 2016 buyar sudah.
Kekalahan 0-2 pada pertandingan kedua di Bangkok membuat tim 'Garuda' lagi-lagi harus puas menjadi runner-up.
Sudah 25 tahun sepak bola Indonesia puasa juara.
Kegagalan kelima di ajang Piala AFF memberikan pelajaran berharga bahwa gelar juara tidak mungkin hanya diraih dengan hanya mengandalkan semangat juang.
Dibutuhkan sebuah pembinaan yang panjang apabila kita ingin prestasi terbaik.
Selalu ada prestasi sesaat yang membuat kita terlena.
Seakan-akan kita sudah berada dalam arah pembinaan yang benar.
Padahal, semua itu hanyalah sebuah fatamorgana.
Kita tentu belum lupa ketika 1996 kita lolos ke putaran final Piala Asia di Uni Emirat Arab.
Widodo Cahyono Putro dan kawan-kawan mengejutkan ketika mampu menahan Kuwait 1-1.
Namun, kita kemudian tak berdaya di penyisihan grup.
Sebelas tahun kemudian, kita gegap gempita menyambut penampilan tim asuhan Ivan Kolev saat kita menjadi tuan rumah Piala Asia 2007.
Kostum Garuda diburu para pencinta sepak bola.
Apalagi ketika kita mampu mengalahkan Bahrain 2-1 di pertandingan pertama.
Stadion Utama Gelora Bung Karno dipenuhi pendukung fanatik Merah-Putih. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun tidak mau ketinggalan memberikan dukungan.
Namun, Bambang Pamungkas dan kawan-kawan harus menelan pil pahit saat bertemu Arab Saudi dan kemudian Korea Selatan.
Sama dengan cerita dua turnamen itu, kini kita pun terbuai seakan sepak bola Indonesia sudah masuk kelas dunia.
Kita lupa sepak bola kita baru saja lepas dari sanksi FIFA.
Kemenangan pertama di Stadion Pakansari seakan menjawab semua kekarut-marutan persepakbolaan Indonesia.
Kalau kita mencermati permainan tim nasional di ajang Piala AFF, sebenarnya level sepak bola masih tidak berubah.
Ball skill pemain masih saja buruk.
Organisasi permainan tidak ubahnya seperti tim pemula.
Fisik pemain tidak mampu menunjang pola speed and power game untuk 90 menit laga.
Mentalitas juara belum tertanam pada diri pemain.
Kekalahan 0-2 dari Thailand mengonfirmasikan semua itu.
Boaz dan kawan-kawan belum siap untuk dijadikan tim unggulan.
Dua gol yang diciptakan Thailand tidak perlu perlu terjadi kalau teknik bola dan permainan kita sudah matang.
Kembali ke dasar
Kegagalan kita untuk merebut juara merupakan modal bagi pengurus baru PSSI untuk melakukan penataan yang lebih mendasar.
Jepang bisa mencapai tingkatan sepak bola seperti sekarang karena konsisten menjalankan peta jalan pembinaan yang mereka tetapkan sejak 1990.
Mereka menetapkan menjadi tuan Piala Dunia 2002 dan mengangkat piala pada 2050 mendatang.
Saat menjadi Ketua Tim Adhoc Pembinaan Sepak Bola Indonesia, diusulkan agar kita menjadikan 2045 atau saat memperingati 100 Tahun Kemerdekaan sebagai patokan arah pembinaan.
Saat itu ditargetkan, kesebelasan Indonesia bisa tampil di putaran final Piala Dunia 2046.
Kalau kita bersepakat untuk itu, kita harus menyiapkan infrastruktur sepak bola.
Semua kota harus memiliki lapangan sepak bola yang standar internasional baik kerataan lapangan maupun rumput.
Kota-kota yang menjadi sentra pemain sepak bola harus ada sekolah sepak bola yang pelatihnya besertifikat.
Barulah di tingkat nasional, PSSI memiliki sekolah sepak bola seperti yang dimiliki Prancis di Clairefountain.
Itulah sekolah sepak bola bagi anak-anak berbakat yang akan menjadi tulang punggung tim nasional Indonesia.
Hanya, sepak bola bukanlah permainan hafalan.
Para pemain harus diasah dalam permainan yang sesungguhnya.
Tugas kedua yang harus dilakukan pengurus baru PSSI ialah menciptakan kompetisi sepak bola yang baik.
Kita harus mendorong munculnya klub-klub yang profesional yang ditopang kemampuan keuangan dan manajerial yang baik.
Buah dari pembinaan usia dini dan kompetisi yang baik akan melahirkan tim nasional yang bisa diandalkan.
Kita memiliki pemain dengan ball skill sempurna, fisik prima, serta bermental juara.
Tidak ada jalan pintas dalam membina sepak bola.
Kita tidak boleh terus terlena pada apa yang dicapai sekarang ini.
Semangat juang kita jadikan sebagai modal awal untuk mencapai prestasi yang membanggakan, 30 tahun yang akan datang. (Suryopratomo/R-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved