Masih Ada Kue Lebaran

Kristiadi
23/6/2016 09:00
Masih Ada Kue Lebaran
(MI/Adi Kristiadi)

PERMINTAAN masyarakat terhadap kue lebaran biasanya sudah bisa dirasakan meningkat drastis pada awal-awal bulan Ramadan. Bagi perusahaan kecil hal itu sebagai berkah sekaligus tantangan tersendiri. Perusahaan harus cepat menyediakan segala kebutuhannya yang mendukung produksi kue, baik itu bahan baku kue yang beragam dan dalam jumlah banyak serta tenaga yang membuat kue.

.Namun karena sudah menjadi rutinitas tahunan, kendala-kendala teknis tersebut bisa dengan mudah diatasi oleh Entet Suryani pemilik usaha kue di Kota Tasikmalaya. Sebab sejak 1982 perusahaan kecil menengah itu telah melakukan terobosan produksi dengan melibatkan warga sekitarnya.

Ada ratusan warga Kampung Mekar­sari, RT 01/02, Kelurahan Sukarindik, Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat yang terlibat membuat kue menjelang Lebaran tahun ini. “Setiap tahun menjelang lebaran biasanya pembuatan kue dilakukan sesuai permintaan pasar dan pengirimannya rata-rata 15-30 lusin. Harga rata-rata per toplesnya Rp17 ribu,” kata Entet. Permintaan kue lebaran tahun ini banyak datang dari Kabupaten/ Kota Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, Ban­dung, Purwakarta, Purwokerto, Cilacap, Jakarta, Bogor, Bekasi dan Medan.

Untuk memenuhi permintaan kue lebaran yang ada 120 ragam itu, Entet mengatakan kebutuhan adonannya dilakukannya setiap hari oleh warga sekitarnya. Pesanan kue tahun ini, ujarnya, bertemakan anak-anak seperti halnya, boneka jilbab, helo kitty dan 120 macam lainnya. Tak heran untuk memenuhi permintaan itu banyak warga perempuan sekitar rumah Entet ikut membantu mengerjakannya. Tentu saja kue-kue abadi seperti sprite, lidah kucing, nastar, ceplok, sagon dan kue aci tetap ada.

Pembuatan kue yang didominasi oleh perempuan menjelang Lebaran itu dilakukan pada pukul 06.00 hingga pukul 16.00 WIB. Titin, 35, mengatakan dirinya baru pertama kali bekerja di perusahaan kue milik Entet dengan tujuan untuk menambah penghasilan terutama kebutuhan Lebaran nanti. “Banyak remaja dan ibu rumah tangga bekerja di perusahaan kue ini hanya untuk meluangkan waktu nga­buburit di bulan Ramadan dan uang yang didapat juga bermanfaat untuk membeli baju sekolah dan kebutuhanLebaran.”
Para pekerja pembuat kue musiman itu setiap satu minggu sekali menerima upah dari Entet. Besarannya masing-masing pekerja berbeda tergantung tanggungjawabnya, misal antara pembuat adonan dengan pencetak kue akan berbeda.

Hal yang sama dikatakan Mariam, 44, yang sejak 1982 bersama warga lainnya sudah bekerja di perusahaan milik Entet itu. “Pegawai di perusahaan ini jumlahnya ratusan orang dan semuanya perempuan. Cuma ada 4 orang laki-laki hanya untuk mengadoni, selanjutkan dilakukan pegawai perempuan terutama memberikan aneka warna dan juga aneka ragam yang dipesan,” katanya.

Usaha kue musiman yang dijalani Entet ini sebenarnya menjanjikan. Dari hasil usahanya itu Entet berhasil menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi. “Anak kami sudah lulus kuliah dan semuanya juga sudah menikah dan meneruskan pekerjaan pengolahan kue ini secara turun-temurun, karena menjelang Lebaran biasanya banyak pesanan terutama dari luar Kota Tasikmalaya.” katanya.

Yang dikeluhkan Entet, pada tahun ini ialah melonjaknya hargaa bahan baku. “Kendalanya sekarang ini tingginya harga gula dan terigu. Kenaikan itu terjadi sejak 3 bulan lalu misalnya, terigu dari harga Rp600 ribu, Rp650 ribu, Rp740 ribu dan sekarang telah mencapai Rp800 ribu per karung. “Kami masih berharap agar pemerintah menurunkan harga terigu agar usaha kecil tetap hidup,” ujarnya.(H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya
Renungan Ramadan
Cahaya Hati
Tafsir Al-Misbah