Indrapuri, Masjid tanpa Kubah nan Istimewa

Ferdian Ananda Majni
12/6/2017 08:18
Indrapuri, Masjid tanpa Kubah nan Istimewa
(Bangunan Masjid kuno Indrapuri di Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. -- MI/Ferdian Ananda)

BANGUNAN itu berbentuk persegi empat sama sisi. Bentuknya khas serupa candi. Sekelilingnya dipagari tembok cokelat tua. Sebelum memasuki area bangunan, ada sebuah pintu gerbang kecil di bagian timur. Orang-orang masuk melalui pintu satu-satunya itu kemudian menaiki 16 anak tangga.

Bangunan itu, Masjid Indrapuri, merupakan masjid tua yang masih berdiri kukuh. Lokasinya ada di Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar, sekitar 25 kilometer dari Banda Aceh.

Berdiri di atas tanah seluas 33.875 meter persegi dan berada sekitar 150 meter dari tepi Sungai Krueng Aceh, masjid yang dibangun pada 1607-1636 oleh Sultan Iskandar Muda itu merupakan bekas candi dan benteng di jaman kerajaan Hindu.

Selain karena usianya yang empat abad lebih, keunikan masjid itu tampak dari bangunannya. Masjid berkonstruksi kayu itu berdiri kukuh di atas fondasi serupa beton yang tinggi. Masjid itu tak berkubah. Ruang utamanya memiliki atap mirip piramida bersusun tiga. Atap itu disangga 36 tiang kayu yang dihiasi ukiran kuno.

Gaya atap mengerucut tiga susun itu diyakini sebagai perpaduan unsur budaya Aceh dan Hindu kuno. Pakar akustik dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Zulfan, menjelaskan kontruksi atap segitiga tersebut membuat suara dalam masjid terdengar lebih nyaring daripada di masjid berbentuk datar atau berkubah.

“Inilah keunggulan dari masjid beratap triangle. Kami pernah meneliti bangunan Masjid Indrapuri ini melalui pendekatan empiris dan simulasi komputer. Konstruksinya membuat beribadah di sini sangat nyaman,” jelasnya.

Menurutnya, hasil riset itu menyimpulkan batas jarak perambahan suara dalam masjid itu mendekati kriteria nyaman yang disyaratkan dalam ilmu akustik, yakni 40-50 milidetik dengan kecepatan suara 344 meter per detik. Jarak perambahan suara alaminya 13,76 hingga 17,12 meter.

“Kondisi ini menghasilkan pantulan gelombang suara imam bisa terdengar jelas tanpa menggunakan mikrofon. Secara ilmiah, desain atap piramida bersusun tiga seperti ini memiliki karakteristik suara paling baik.”

Cagar budaya
Masjid Indrapuri yang menjadi salah satu cagar budaya itu merupakan saksi bisu berbagai peristiwa penting sejarah Aceh. Mulai jejak peradaban Hindu hingga masuk dan berkembangnya Islam di Aceh. Ketika istana dalam Kerajaan Aceh Darussalam di Kuta Raja (Banda Aceh) dikuasai Belanda pada agresi militer kedua pada 1874, pusat pemerintahan Kerajaan Aceh berpindah ke Masjid Indrapuri.

“Masjid Indrapuri juga menjadi basis pertahanan pasukan Aceh saat berperang melawan Belanda. Serdadu kolonial sempat menguasai masjid ini, tetapi pasukan Aceh berhasil merebutnya kembali lewat pertempuran sengit. Masjid Indrapuri kembali menjadi pusat ibadah sekaligus pengembangan ilmu keagamaan,” terang salah satu pengurus Masjid Indrapuri, Sunardi.

Masjid tersebut juga menjadi tempat penobatan Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah (1884 M -1903 M) sebagai raja Aceh.

“Karena istana sudah dikuasai musuh, Tuanku Alaidin Muhammad Daud Syah yang saat itu masih sangat belia dilantik sebagai sultan Kerajaan Aceh di masjid ini, menggantikan Sultan Alaidin Mahmud Syah yang sudah meninggal. Daud Syah merupakan sultan Aceh terakhir,” imbuh Sunardi.

Pada Ramadan ini, masjid itu selalu ramai dikunjungi para jemaah dan warga sekitar yang ingin beribadah. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya
Renungan Ramadan
Cahaya Hati
Tafsir Al-Misbah